FLASHBACK (I)

3.4K 170 10
                                    

Surabaya, 4 tahun lalu.

" Hei, boleh aku duduk di sini?"

Suaranya menggangguku yang sedang asyik membaca ensiklopedia di perpustakaan. Kepalaku menengadah, melihat sosok tinggi atletis, berkulit putih dan bermata coklat sipit tengah membalas tatapanku.

Itu Randhu si murid baru.

" Hemm, ya silahkan. Selama kosong tak masalah" jawabku mencoba tetap tenang. Padahal aslinya aku mulai gelisah.

" Kuperhatikan kamu suka ke sini ya" dia mulai membuka topik.

" Aku suka buku" jawabku singkat. Mencoba kembali fokus pada 'Apa itu magma bumi dan unsur-unsur terkandung didalamnya'.

" Ooh pantas saja. Semua orang bilang kamu cool Princess yang susah didekati karena popularitas keluargamu" ujar Randhu.

Ucapannya sukses membuatku mengalihkan perhatian dari buku dan lebih suka memelototinya. Pemuda itu meringis tampak merasa salah bicara.

" Kamu jujur juga ya ternyata?" tukasku. Menyandarkan punggung dan meluruskan kedua tanganku di atas buku.

" Jika aku belajar satu hal selama di Seoul, jawabannya adalah kejujuran" Randhu mengerlingkan satu matanya.

Perbuatannya barusan menimbulkan getaran aneh dihatiku, tapi kucoba sebisa mungkin tidak memperlihatkannya.

" Orang Korea Selatan sejujur itu?" tanyaku.

Randhu menggeleng. " Justru sebaliknya, mereka semua seperti plastik. Palsu. Meski tidak semua" jawabnya. Sejenak menerawang.

" Kenapa ke Surabaya ?"

Oke ada apa sih dengan aku dan peraturan, 'tidak ada basa-basi bersama orang baru'.

Randhu mengangkat satu alis." Sekarang kamu mulai tertarik sama aku ya. Princess"

Aku mendesah panjang. Ini memang pilihan buruk." Terserah kamu saja mau menjawab atau tidak" kataku.

Memajukan badan dan kembali berkutat pada bukuku.

" Karena keluargaku. Mereka pindah ke mari jadi itu yang kulakukan" Randhu menjawab pertanyaanku.

Sempat kulirik dia sekilas dari atas bahuku. " Kulihat kamu cepat beradaptasi. Belum 3 minggu dan sudah menjadi anggota inti tim sepak bola sekolah"

" Kamu mau bilang aku populer kan" Randhu terkekeh.

Aku tidak menjawab, karena dia benar.

" Kamu nggak sadar ya sebetapa terkenalnya dirimu di tempat ini" ujar Randhu.

" Aku tak terlalu suka berkomunikasi bersama banyak orang" jawabku.

Masih berpura-pura mempelajari unsur-unsur magma yang sekarang lebih mirip rangkaian konsonan kalimat penuh omong kosong.

" Itu sebabnya aku tertarik padamu" suara Randhu terdengar serius.

"Hah?" aku menatapnya sekarang.Bingung.

Sementara Randhu memberiku senyum penuh arti dan tatapan mata misterius.

" Aku tahu kamu berbeda" kata Randhu lagi.

Sepasang manik mata coklat gelapnya menatap lurus-lurus ke dalam irisku. Intens namun meneduhkan. Helaian bulu mata lentik lebat miliknya mengerjab sangat pelan di mataku.

Tampaknya dia mencoba membaca reaksiku.

" Izinkan aku mengenalmu lebih dekat Airin" katanya tulus.

Deg!

Ya Tuhan. Ada apa dengan jantungku.

Randhu mengambil sesuatu dari kantung sweater biru tua berpola garis-garis hitam dan putih. Menggenggamnya erat-erat didalam telapak tangan kanan lalu meluruskan lengannya hingga sejajar dengan tangan kananku.

Tanpa kuduga dia meletakkan benda didalam ke atas telapak tanganku.Kemudian menutupkan kelima jemariku di atas benda tersebut.

Benda itu mengeluarkan suara berisik, lebar dan sepanjang telapak tanganku, terasa agak kental juga.

Aku masih melongo menatapnya rasanya tanpa berkedip sedikitpun.

" Ini tanda pertemanan kita. Jangan dibuang. Oke" ujar Randhu seraya mengerlingkan sebelah matanya.

Pemuda itu berdiri dari duduknya, memutar tubuh lalu berjalan tenang begitu saja. Kudengar bunyi derap sneakersnya semakin menjauhi perpustakaan dan meninggalkanku yang masih bengong akibat ulahnya barusan.

Benda didalam tanganku mengusik rasa penasaranku. Perlahan kubuka kepalanku. Mataku mendelik melihat pemberian Randhu padaku.

Itu choco pir! Salah satu makanan kesukaanku! Tapi darimana dia tahu?

Lebih lucunya lagi, dibagian depan choco pienya terdapat tempelan kertas bertuliskan.

* Makan aku ya. Jangan dibuang loh! XD *

Astaga.

Aku hanya bisa tertawa kencang. Tanpa mempedulikan tatapan orang lain ataupun teguran dari si penjaga perpustakaan.

Aku tertawa sampai perutku sakit dan sudut mataku berair.

Ya Tuhan, belum pernah kutemukan orang seunik dia juga.

Kupadangi berlama-lama choco pie pemberian Randhu. Bunyi dering bel tanda masuk kelas membuat lamunanku pudar.

Semua anak didalam perpustakaan bersiap kembali ke kelas, termasuk aku.

Berdiri dan menutup buku. Aku lihat choco pie itu untuk terakhir kalinya sambil tersenyum,baru kumasukkan ke dalam saku depan rok seragamku.

Mungkin, Randhu pantas kuberi kesempatan.

WINNING LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang