HELAAN napas terdengar dari bibir seorang lelaki berperawakan cukup mungil dengan kaus berwarna hitam dan bergambar Nirvana tanpa lengan.
Lengan kiri dengan tattoo berupa angka romawi bertulis XXIII.X.MMXVIII terangkat untuk mengambil handuk dari dalam ranselnya lalu mulai mengeringkan rambutnya yang basah karena keringat. Teman-temannya yang lain sudah mendudukkan diri di sofa sambil menikmati minuman dingin, namun dia tetap sibuk mengeringkan rambut dengan satu tangannya yang lain memainkan ponsel. Notifikasi yang masuk ke dalam ponselnya melalui aplikasi LINE, Instagram, juga Facebook mencapai 300, namun yang dilakukannya adalah menandai semuanya sebagai telah dibaca dan merasa tidak tertarik sama sekali untuk mengetahui apakah ada pesan penting atau tidak.
"Bang Jimin!"
Lelaki yang sejak tadi melihat ke arah ponselnya itu seketika menoleh, menemukan senyum di wajah lelaki dengan kulit sedikit tan juga berperawakan lebih tinggi darinya yang kini sedang duduk nyaman di atas sofa bersama dua temannya yang lain. "Kenapa, Taehyung?" balas Jimin dengan nada tidak tertarik, seperti biasanya.
"Gak mau minum? Kita latihan selama satu jam lebih dan baru istirahat sekarang. Tangan lo pasti pegal habis mukulin drum sejam," balas Taehyung sembari menyodorkan sebotol Pocari Sweat ke arah Jimin.
"Thanks, bro." Jimin menerima Pocari Sweat dari tangan Taehyung dan memberi sedikit senyum. Sedikit informasi, Taehyung adalah adik tingkat Jimin dari jurusan yang sama, yaitu seni. Meski begitu, Jimin sudah mengenal Taehyung sekitar tiga tahun karena sebelumnya mereka berada di SMA yang sama. Bukan hanya mereka berdua, namun dua orang lainnya yang berada di ruang musik saat ini juga satu sekolah dengan mereka sebelumnya. Lelaki dengan warna rambut ash-grey yang duduk di sebelah kanan Taehyung bernama Seokjin, gitaris sekaligus vokalis utama di band bernama Bangtan yang mereka dirikan sejak dua tahun lalu. Di sisi kanan Seokjin, ada lelaki berkulit sedikit tan dengan wajah maskulin yang tampak manis bila tersenyum, Namjoon. Di antara keempat orang ini, hanya Taehyung yang ada di tingkat satu, ketiga orang lainnya sudah tingkat dua.
"Mau langsung pergi, lo?" tanya Namjoon begitu melihat Jimin yang kini sedang membereskan perlengkapannya.
Jimin hanya mengangguk lalu menggantungkan ranselnya di sebelah bahu. "Gue mau numpang mandi di tempat anak modelling habis itu langsung pulang. Nanti malam jadi buat latihan lagi, kan?"
"Iyalah, lusa lombanya. Lupa?" jawab Seokjin sambil menggelengkan kepala pelan karena pertanyaan Jimin. Melihat respon temannya itu, Jimin sendiri hanya memberikan cengiran singkat sebelum benar-benar pamit dan meninggalkan ruang latihan.
"Sampai ketemu jam tujuh nanti!" itulah kalimat terakhir yang Jimin ucapkan sebelum benar-benar menghilang di balik pintu ruang musik.
First Encounter
Tangan kiri Jimin mematikan keran shower. Tangannya yang lain segera meraih handuk dan dia pun mulai mengeringkan tubuhnya sendiri. Ketika dia menoleh ke arah kiri, terdapat cermin berukuran cukup panjang yang membuat Jimin bisa melihat dirinya sendiri hingga perut—inilah alasan sebenarnya mengapa dia senang sekali menumpang mandi di kamar mandi ruang modelling club kampusnya. Cermin seperti itu bisa membuatnya memerhatikan tubuh bagian depannya dengan sangat baik—dan dia bisa memuji dirinya sendiri dalam hati. You're such a great guy, seperti yang dilakukannya saat ini.
Setelah mengenakan celana jeans warna hitam, Jimin akhirnya keluar dalam keadaan topless sambil mengeringkan rambut menggunakan tangan kirinya. Matanya menangkap seorang perempuan sedang duduk di dekat ranselnya yang dia letakkan di atas sofa. Penampilan perempuan itu tidak buruk—Crop-T warna biru yang akan langsung menampakkan perut kalau perempuan itu mengangkat tangan dan rok putih yang menutupi setengah paha, tapi Jimin sendiri tidak berniat untuk mengajak perempuan itu bicara. Dia mengambil kaus hitam dari dalam ranselnya tanpa bicara apa pun pada perempuan itu—setidaknya sampai perempuan itu membuka mulut.
"Jimin, kamu kok gak balas pesanku?" tanya perempuan itu, mendapat respon berupa terangkatnya sebelah alis Jimin. Setelah menghela napas sekali, perempuan itu pun kembali bicara, "Aku kirim pesan LINE ke kamu tadi pagi buat ajak kamu ketemu, tapi malah kamu read doang. Untung aku tahu kebiasaan kamu yang suka mandi di ruang club-ku, jadi aku langsung ke sini habis Taehyung bilang kamu sudah pergi duluan."
"Oh—" Senyum terukir di bibir Jimin, berusaha tetap terlihat ramah walau dia bahkan tidak tahu—atau mungkin tidak ingat—nama perempuan di depannya ini. "—maaf, tadi aku buru-buru jadi gak sempat balas."
Perempuan itu menghela napas sekali lagi, merasa sudah biasa dengan tingkah seorang Park Jimin. Walau mereka sudah beberapa kali menghabiskan waktu bersama—sekadar making out dan cuddle, Jimin tetap jarang sekali membalas pesannya. Seingatnya, selama dua bulan ini, hanya sekitar tiga kali Jimin membalas pesan darinya. Dia akhirnya bangkit dari posisi duduk dan merebut kaus dari tangan Jimin begitu lelaki itu ingin mengenakannya. "Sudahlah, lupain saja tentang pesannya. Aku gak marah—" katanya sambil melempar kaus milik Jimin ke sofa. Tangan kirinya mengusap dada lelaki itu ke arah atas, lalu berakhir kedua tangannya kini berada di kedua bahu Jimin. "—asal ada satu ciuman sebagai permintaan maaf."
"Cuma satu?" balas Jimin dengan sudut kiri bibirnya yang sedikit terangkat. Tangan kanannya menarik pinggang perempuan itu untuk merapat padanya, kepalanya menunduk untuk menatap lebih jelas wajah cantik perempuan itu. "Aku bisa kasih kamu lebih dari satu ciuman, kalau kamu mau."
"Kalau gitu, lebih dari satu ciuman!" ujar perempuan itu akhirnya dengan sedikit diselingi kekehan ringan. Merasa tidak ada lagi yang perlu dibicarakan, maka bibir keduanya pun menyatu dengan lidah Jimin yang langsung dia selipkan ke dalam mulut perempuan itu. Keduanya kemudian saling membelit dan mengecap lidah masing-masing dengan napas yang sedikit memburu karena ruang pernapasan mereka saat ini terasa lebih sempit. Beberapa kali Jimin memiringkan kepalanya agar perempuan dalam cumbuannya bisa tetap bernapas dengan baik, tangannya pun tidak tinggal diam untuk terus membelai pinggang hingga pipi bokong perempuan tersebut dari luar rok yang dikenakan.
Suara pintu yang terbuka membuat sang perempuan reflek melepas ciuman dan menoleh ke arah lelaki yang baru saja datang. Lelaki berperawakan tinggi dengan kemeja putih dan celana khaki cokelat kini sedang berdiri di ambang pintu dengan wajah terkejut. "Jeongguk..." gumam perempuan dalam dekapan Jimin dan berhasil membuat Jimin ikut melihat ke arah lelaki bernama Jeongguk itu.
"Kalau mau masuk, masuk saja. Gue bisa anggap lo gak ada di sini," ujar Jimin yang berhasil membuat Jeongguk merasa jauh lebih terkejut daripada kegiatan lelaki itu tadi.
Serius? Cowok ini mau lanjutin kegiatan tadi? Ini bahkan ruangan club-ku! Batin Jeongguk memberikan protes atas rasa tidak percayanya akan tingkah lelaki itu, namun dia tidak mengatakan apa pun dan langsung masuk untuk mengambil beberapa barang untuk kegiatan pemotretan di gedung fakultas jurnalisme hari ini. Benar seperti yang dipikirnya tadi, lelaki yang bersama Seulgi itu benar-benar melanjutkan kegiatan bercumbu tanpa tahu malu.
Gila! Jeongguk kembali bersungut dalam hati sambil terus berusaha mengabaikan suara kecipak yang dihasilkan dua sejoli dalam ruang club modelling.
KAMU SEDANG MEMBACA
Accidentally Falling in Love [KookMin]
FanfictionPark Jimin terkenal sebagai seorang drummer di sebuah band bernama Bangtan, sebuah band yang dibentuk dua tahun lalu dan kini memiliki banyak penggembar, terutama di kampus tempatnya berkuliah. Meskipun dia populer, tapi dia benar-benar bajingan yan...