Naruto lagi duduk di kursi dia baru aja selesai pake baju, dia ragu rasanya hatinya belum iklas kalo nikah sekarang. Usianya masih muda dan dia belum bisa mengontrol diri sama sekali, emosinya masih labil, dia masih suka berbuat yang aneh-aneh, belum bisa bertanggung jawab sama diri sendiri jadi gimana caranya dia mau tanggung jawab sama anak orang? Sumpah Naruto masih bimbang banget sekarang. Dia pengen kabur tapi kayaknya percuma karena acara tingal nunggu menit.
Ditengah kegelisahannya itu tiba-tiba pintu kebuka, Minato masuk sambil bawa air putih buat Naruto. Dia kasih air putih itu sambil natap putranya dari atas sampai bawah terus dia senyum, senyum bangga. “Yah,” panggil Naruto pelan setelah meneguk air minumnya.
Minato tak menjawab tapi atensinya cuma tertuju sama Naruto,”Aku takut,” gumam pemuda itu sambil meremat jarinya sendiri meredakan gugup.“Kenapa takut?”
“Aku masih belum bisa ngontrol diri sendiri, masih suka kelayapan nggak jelas gimana caranya aku jagain istri aku nanti..” ya memang benar, hal itu juga di khawatirkan oleh kedua orang tua Naruto tapi setidaknya mereka percaya kalau Naruto bisa di percaya.
“Kamu gak harus berubah secara langsung, kamu bisa perbaiki dirimu sedikit-demi sedikit. Tanggung jawab itu, Ayah yakin kamu bisa mengambilnya. Cuma kamu yang bisa keluarga Hinata percaya.” gumam Minato yang membuat Naruto mengerutkan kening.
“Memangnya kenapa Yah? Aku fikir ini pernikahan untuk kerjasama perusahaan..” gumam Naruto bingung.
Minato menendang kaki putranyak esal sambil mendengus, “Kamu fikir Ayah mau jual Anak tunggal Ayah cuma untuk perusahaan?” ujar pria baya itu kesal. Padahal tujuan dia menikahkan Naruto dengan Hinata bukan itu, ada masalah lain tentunya.
“Terus kenapa Yah?” tanya Naruto penasaran. Minato menghelaa nafas pelan, memang sudah seharusnya Naruto tau hal ini. Minato mulai menceritakan kisah singkat di balik perjodohan ini.
***
Hinata berjalan pelan menuju altar, di sana Naruto udah berdiri sambil nunggu dia. Dia senyum pas Hinata natap dia, senyumnya teduh banget bikin hati Hinata tenang. Neji nyerahin tangan Hinata ke Naruto yang langsung di terima sama pemuda ganteng itu. “Jaga Hinata,” ujar Neji sambil menatap Naruto serius.
Pemuda Namikaze itu ngangguk mantap terus senyum, “Dengan seluruh hidupku, pasti bakal aku jaga Hinata.” jawabnya yakin, hal itu sukses membuat Hinata kian haru. Dia pengen nangis sekarang apa lagi pas Neji mundur dan Naruto narik tangannya buat berdiri di sebelahnya menghadap pendeta.
Naruto menghebuskan nafasnya beberapa kali, genggaman tangannya mengerat dia sedang mengumpulkan tekatnya agar tak pernah ragu lagi. Dia akan bernar-benar mengambil keputusan ini. Menjaga Hinata.
Hinata natap Naruto, garis rahangnya tegas dan serius. Dia juga ikut natap kedepan, dia gak boleh lemah. Kalau Naruto aja bisa setegar itu dia juga harus bisa, karena yang merasakan ini jelas bukan cuma dia sendiri. Kalau Hinata bimbang Naruto pasti ngerasain juga.
Naruto mengucapkan sumpahnya dengan mantap dan berani, Hinata juga melakukan hal yang sama. Naruto menggenggam erat tangan Hinata waktu cewek itu ngucapin sumpahnya. Hinata selesai bacain sumpahnya entah kenapa hatinya malah gak karuan, dia udah jadi istri orang sekarang. Masa lajangnya yang baru dia tempuh berakhir sudah. Hinata meraskan matanya berembun, dia noleh pas Naruto lagi ngusap-ngusap punggung tangannya pake jempol. Seolah bilang kalo semua bakal baik-baik aja, Hinata cuma bisa pasrah sekarang.
Sampai di sesi ciuman, Hinata bingung sendiri harus gimana karena sebenarnya dia gak pernah ciuman. Naruto senyum sambil natap Hinata, matanya teduh banget bikin hati tenang. Pemuda itu mendekatkan wajahnya ke arah Hinata, dia megang pipi kiri Hinata pakai tangan kanannya, di usapnya pelan pipi Hinata sampai dia agak tenang. Kedua mata mereka beradu sampai ahirnya Hinata menutup matanya lebih dulu karena Naruto udah deket banget. Bibir lebut nan dingin Hinata bertemu dengan bibir kasar nan panas Naruto, untuk beberapa saat Hinata cuma bisa diem sementara Naruto masih betah ngelusin pipinya. Naruto memanggut bibir Hinata pelan lalu melepaskannya, dia nyatuin kening mereka sejenak. Hinata nyaman banget pas Naruto nyatuin kening mereka, rasanya kaya lagi berbagi beban walaupun gak ngomong apa-apa. Hatinya tenang.
Tepuk tanga riuh menggema pas mereka berbalik, Hinata senyum sambil nahan air mata ihat Neji lagi meluk Mamanya. Gak ada Papa hari ini karena Papa lagi sakit, Hinata juga gak tau dia sakit apa Mama gak mau jelasin katanya takut Hinata kepikiran. Padahal mah jelas kepikiran. Sementara itu pandangan mata Naruto tertuju ke Ayah dan Bundanya yang natap dia dengan air mata dan senyum bangga, dia balas senyuman itu terus matanya bergulir ke Neji yang lagi meluk Hikari. Neji tampak mengangguk sambil senyum yang mau gak mau bikin dia juga senyum. Naruto ngeliat Sasuke yang berdiri di salah satu kursi di sana, jangan tanya expresinya jelas datar. Dia kaya nggak peduli sama sekali, Naruto mendengus kesal. Agak nyesel juga manggil dia ke sini dia kira bakal ada drama nangis-nangis ala sahabat yang gak rela di tinggal nikah gitu eh taunya Sasuke cuek aja. Dasar kulkas!
***
Acara berakhir pas jam delapan malam, jadwal hari ini beneran padet banget sampe dua orang itu kecapeka parah. Naruto langsung rebahan pas nyampe di kamarnya sementara Hinata malah bengong di depan pintu.
Dia kaget liat susunan kamar Naruto yang anti mainstream ini, kamar berwarna abu-abu corak hitam ini keliatan elegan juga bastard secara bersamaan. Ada beberapa poster tokoh film horror seperti boneka Chaki terus juga ada poster valak sama boneka annabel. Ada sebuah rak yang isinya miniatur sama fiura berbagai tokoh avergers mulai dari Thor sampe Joker lengkap. Semua itu di susun rapih di sudut kanan sebelahan sama meja yang ada komputernya. Kayak punya gamer yang ada di youtube itu pokoknya.
Terus di sudut kirinya kosong cuma ada meja besar yang di yang kayaknya biasa buat belajar sama Naruto seoalya ada rak kecil di situ isinya buku-buku sama alat tulis. Sementara kasur nya di letakin di tengah-tengah, kasurnya gak begitu besar banget taapi muat untuk berdua. Hinata mikirnya wajar soalnya kan Naruto laki-laki jadi kasur kecil juga nggak masalah. Tapi sumpah ini susunan kamarnya aneh banget tapi nyaman di liat.
“Dek!” panggilan Naruto bikin Hinata nyaris mengumpat. Kenceng bener sampe kaget dianya.
“Pelan dong manggilnya, kaget tauk!” kesal Hinata smbil mencebikkan bibirnya kesal. Naruto cuma ketawa palan terus dia nyuruh Hinata nyusul dia ke kasur.
“Sini, gak capek apa berdiri di situ terus?”Hinata nurut, dia jalan ke arah kasur pas dia mau goleran tiba-tiba wajahnya pucet terus auto mundur kebelakang.
Naruto ngeliat itu cuma ngerutin alisnya bingung, “Ngapa Dek?” tanyanya bingung.
“Kakak gak mau minta jatah sekarang kan? Aku masih tujuh belas tahun Kak,” lirih Hinata dengan wajah memelasnya yang malah semakin imut buat Naruto. Gak kuat liat keimutan Hinata itu Naruto berdiri terus narik Hinata ke kasur, tubuh bungsornya ngunci tubuh mungil Hinata.
“Kak, jangan..” lirih Hinata setengah berbisik, dia udah hampir nangis pas Naruto acuh dan malah mandangin dia serius. “Hiks.. Kakkk..” hinata mulai menangis tapi Naruto malah senyum miring.
“Kenapa nangis, sayang.. jangan takut gak sakit kok, Kakak pelan-pelan.”
Tbc gan!
Apaan sih bangke :v
Masih gue pantau...
👹
KAMU SEDANG MEMBACA
Badboy Husband | Namikaze Naruto✔️
Fanfic(Bahasa Non Baku.) Tema pasaran yang udah anti mainstream! Naruto di minta oleh Ibunya menikahi Hinata yang merupakan Adik kelasnya. Mereka satu sekolah tapi tidak saling mengenal, Naruto badboy yang cukup populer sedangkan Hinata cewek introvet y...