11. Waktu

2.4K 260 70
                                    

Kecewa, sedih, marah dan juga takut semua beradu menjadi satu di dalam pikiran Hinata. Kepalanya sampai pusing karena dia gak juga berhenti nanis dari tadi. Hidungnya sampai merah udah kaya jambu air yang siap petik. Naruto masih setia duduk di tepi ranjang nemenin Hinata nangis, padahal hari ini rencana mereka mau pindahan ke apartemen Naruto yang udah lama nggak di huni sama dia. Tapi kayaknya harus di pending dulu soalnya kondisi Hinata masih gak memungkinkan. Dia jelas masih syok hebat. “Dek, udah dong nangisnya..” Naruto mengusap-usap punggung Hinata pelan, dia masih meluk Hinata dari samping.

“Kak, Mama sama Papa nyembunyiiin ini semua, Adek kira selama ini Papa sering ke luar negri itu buat urusan bisnis. Adek durhaka banget Kak sampe gak tau kondisi Papa sendiri..” Hinata terisak lagi, padahal matanya sudah bengkak seperti mata panda tapi dia masih belum berhenti menangis. Dadanya sesak karena terus terisak.

“Kamu gak kaya gitu Dek, mereka pasti punya alasan kenapa nyembunyiin ini dari kamu. Jangan nangis, udah ya kasian kamunya liat matanya udah bengkak..” Naruto mengusap kelopak mata Hinata yang membengkak. Ketimbang suami-istri mereka lebih mirip Kakak beradik sekarang.

“Jadi alasan mereka jodohin Adek sama Kakak tuh ini?” Hinata mendongak menatap mata Naruto, pemuda itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal lalu mengangguk.

“Kakak tau kalau Papa sakit?” pertanyaan itu kembali di angguki Naruto meski sedikit menunduk. Yah dia pasti merasa bersalah pada Hinata karena tidak memberitahu gadis itu.
“Kakak kenapa gak bilang sama Adek?” lirih Hinat, suaranya makin bergetar sementara Naruto keliatan gak enak jadinya.

“M-maaf Dek, Kakak juga baru tau pas kita udah di gereja. Maaf banget Dek belum sempet cerita sama Adek.” Hinata cuma senyum tipis, dia kecewa banget rasanya. Bahkan suaminya aja tau terus kenapa dia enggak? Segitu gak pentingnya dia ya sampe hal kaya gini aja di tutup-tutupin. Sakit banget rasanya, kaya gak di anggep.

“Gak papa, kan bukan salah Kakak juga. Adek kan emang gak penting bagi mereka,” Hinata melepaskan diri dari pelukan Naruto terus baring di kasur. Perasaannya masih gak karuan.
Padahal kemarin dia masih baik-baik aja, kemarin dia masih dengan status remaja nya, masih bebas melakukan apa saja, masih bisa berexpresi seperti biasanya. Tapi tiba-tiba semua berubah begitu cepat, dunianya yang awalnya cerah mendadak suram dan tak tentu arah.

“Dek,” panggil Naruto pelan tapi Hinata mengabaikannya. “Maafin Kakak,” masih saja gak ada tanggapan. Naruto menghela nafas pelan, mungkin Hinata butuh waktu sendiri. Naruto memutuskan untuk menuju meja komputernya, kepalanya ikut pening sekarang jadi dia memutuskan untuk main game. Dengan sebotol vodka kebiasaannya dia mulai menyelami dunianya yang sanggup membuat dia lupa akan peliknya masalah hidupnya.

Masih muda udah ngenes amat sih hidup.

***

Hinata membuka matanya, rasa lapar membuatnya terbangun tengah malam. Matanya melirik jam dinding. Pukul dua pagi, dan Naruto masih duduk di depan komputernya dengan sebotol minuman di sebelahnya. Dia terlihat fokus dengan game nya sampai tidak menyadari Hinata di sebelahnya. Ya gimana mau sadar kalo terlinganya aja di sumpel headset terus matanya fokus banget ke layar komputer. Mau ada maling juga kayanya dia gak akan peduli.

Hinata sebenarnya masih marah sama Naruto tapi kalau di pikir-pikir dia lumayan egois juga kalau kayak gitu, Naruto juga gak salah mereka juga kan baru nikah pasti dia belum sempat cerita. “Kak,” panggil Hinata tapi ya Narutonya gak aka denger kan terlinganya di sumpal headset. Hinata menghela nafas lelah dia nepuk bahu Naruto pelan sebenernya pelan sih cuma entah kenapa Naruto kaget banget.

“Astaga Dek! Kamu itu ngagetin tau gak.” Naruto melepaskan earphone nya sambil mengelus dada, sumpah ya padahal mah Hinata cuma nepuk pelan gak kenceng tapi Narutonya kagetan.

“Kakak sih di panggil pelan gak denger,” jawab Hinata sambil mengkrucutkan bibirnya sebal. Naruto tersenyum tipis melihat tingkah Hinata. Apa dia sudah lebih baik sekarang?

“Iya deh iya, Adek kenapa bangun? Ke ganggu ya sama suara Kakak?” Naruto muter kursinya jadi menghadap Hinata dia meluk gadis itu sebentar terus ngejauh lagi. Matanya natap Hinata lembut banget.

“Nggak, Adek laper..” jawab Hinata sambil tersenyum malu-malu. Naruto tertawa gemas lalu berdiri, dia mengusak pucuk kepala Hinata pelan.

“Yaudah ayok makan Kakak temnin,” Hinata berbinar senang mendengar itu. Dia mau makan guys, di temenin suami ganteng! Apa gak mantap tuh? Iri kan lu pada?

“Adek bisa masak nggak?” Naruto turun dari kamar sambil di ikutin Hinata.

Hinata ngangguk meski Naruto juga gak lihat karena posisi dia kan di belakang Naruto, “Adek bisa masak kok, Kakak temenin aja ya.” Naruto mengangguk lalu dia duduk di kursi ruang makan. Hinata membuka kulkas mulai memindai isi lemari pendingin itu memilah makanan yang ingin di olahnya. Karena perutnya memang sudah tak terkontrol Hinata ahirnya memilih nasi goreng, praktis dan lezat.

“Kakak suka nasi goreng gak?” Hinata menoleh dan betapa terkejutnya dia pas liat Naruto malah tidur sambil nyangga kepala di meja. Duh kasiannya, Mas suami capek.

Hinata terseyum tipis dia melanjutkan masakkannya, dia akan membangunkan Naruto nanti. Pemuda itu pasti kelelahan, semalaman suntuk main game belum lagi kejadian hari ini pasti membuat tubuhnya lelah.

“Kak, bangun..” Naruto mengerjap beberapa kali kemudian membuka matanya yang berat. Dia mengangkat kepalanya susah payah terus natap Hinata.

“Adek udah selesai makannya? Maaf Kakak ketiduran.” Hinata cuma senyum tipis, terus narik tangan Naruto.

“Ayo cuci muka dulu abis itu makan sama-sama,” Naruto dengan nyawanya yang masih berterbangan cuma bisa nurut. Dia cuci muka sesuai perintah Hinata. Selesai itu mereka balik ke meja, di mana ada dua piring nasi goreng tersedia di sana.

“Kalau gak enak jujur aja ya Kak, Adek gak kebiasaan masakin orang soalya.” ujar Hinata takut-takut. Naruto cuma senyum terus ngangguk, Hinata masih betah mandangin Naruto suap demi suap nasi itu masuk ke mulutnya dengan lahap. Entah karena lapar atau doyan, Naruto melahap sepiring nasinya dengan cepat. Lah buset.

“Adek kok gak makan?” tanya Naruto heran pas liat nasi goreng Hinata masih sisa separo.

Hinata mencebikkan bibirnya kesal terus jawab, “Adek makan, cuma kan Adek di kunyah dulu gak kaya Kakak langsung telen.” dengusnya.

“Hehe Kakak laper banget sih soalnya dari tadi malam belum makan,” Hinata cuma mendengus liat ekspresi Naruto. Kesel ih, tapi sayang juga.

Eh?











Tbc gan!


Karena semalem rame lapaknya pas aku tidur jadi sekarang aku up.

Oke makasih banyak apresiasinya💚






Badboy Husband | Namikaze Naruto✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang