Heart Mid

35 5 0
                                    

Written by MNRS124 from Room Genre Romance 

PRANG!

Isyana terbangun saat sebuah suara seperti gelas terjatuh mengusik pendengarannya. Menatap jam dinding pada kamarnya, Isyana berdecak, pasalnya saat ini masih tengah malam.

"Lantas, siapa yang menciptakan bunyi itu?"

Isyana menatap ke sampingnya terlihat suaminya—Rajendra—tengah tertidur pulas. Isyana merasa lega karena suara yang terdengar tidak mengusik tidur suaminya.

Isyana mengambil ikat rambut di samping tempat tidur, kemudian beranjak secara perlahan untuk memastikan apa yang tadi berbunyi cukup kencang.

Suara jangkrik, menemani langkah Isyana menuju asal suara yang diperkirakannya berada di kamar tamu yang tidak berpenghuni.

Isyana menghentikan langkah saat menyadari hal itu, jika tidak ada penghuni lantas bagaimana bisa suara itu berasal dari sana? Mengembuskan napas, Isyana mencoba berpikir positif.

"Mungkin saja Mas Ajen membawa temannya?"

Ya, karena Isyana sudah tertidur saat suaminya pulang dari kantor. Isyana menghela napas dia memutuskan kembali ke kamarnya. Namun, Isyana mengurungkan langkahnya saat mendengar suara ketukan pintu dari kamar tamu. Isyana mendekat untuk memastikan pendengarannya tidak salah.

Suara ketukan yang semakin keras membuat Isyana tersentak sebab suara itu benar-benar dari dalam kamar tamu.

"Apa teman Mas Ajen terkunci?"

TOK! TOK!

"Permisi, siapa di dalam? Anda terkunci, ya?" Isyana mencoba berkomunikasi dengan orang di dalam kamar.

Hening ... tidak ada yang menjawab membuat Isyana merasa heran.

"Apa mungkin dia takut?"

"Saya Isyana, istri Mas Rajendra. Kamu teman suami saya, 'kan? Tidak usah takut saya akan memanggil Mas Ajen untuk membuka pintu, tunggu, ya!" Isyana mencoba menjelaskan agar sosok dalam kamar tidak merasa takut.

Isyana akan melangkah, tetapi suara ketukan yang tiba-tiba sangat kencang membuat Isyana panik. Mungkin orang itu sudah sangat takut di dalam kamar itu, begitulah pikirnya.

Isyana menatap sekeliling mencari cara agar pintunya bisa terbuka.

"Kamu tidak usah takut, ya, saya akan segera mengeluarkan kamu," ujar Isyana menenangkan.

Isyana merasa panik, tanpa sengaja dia memutar knop pintu kamar. Dia tersentak saat ternyata knop pintu tidak terkunci.

"Jadi, untuk apa sosok itu mengetuk-ngetuk seperti orang gila?"

Isyana perlahan membuka pintu kamar. Gelap, dia terpaku setelah menyadari tidak ada siapa pun di kamar itu.

"Apa ini hanya ilusiku?"

Isyana menghela napas, mungkin dia hanya lelah hingga menciptakan ilusi seperti ini.

BRAK!

Isyana dengan cepat menoleh pada pintu yang tiba-tiba tertutup keras. Isyana merasakan bulu kuduknya berdiri.

Dia mengetuk-ngetuk pintu. "Mas ... ini pasti kerjaan kamu, 'kan? Gak lucu, Mas. Cepat buka!" teriak Isyana setelah berpikir bahwa ini semua ulah suaminya.

Suara jangkrik makin keras terdengar setelah beberapa saat keheningan terjadi setelah Isyana berteriak. Pernapasan Isyana mulai tidak stabil. Isyana baru mengingat satu hal, tentang dia yang memiliki phobia terhadap ruang gelap. Isyana menarik napas dalam-dalam berusaha menormalkan pernapasannya.

Dalam gelap Isyana memperhatikan sekitar, sinaran lampu dari taman rumahnya membantunya menemukan saklar lampu. Dengan cepat, Isyana menghidupkan lampu.

Isyana menghela napas lega, karena ruangan seketika jadi terang. Masih mengatur pernapasannya, Isyana mengernyitkan dahi saat melihat dinding kamar tamu berisikan foto dia dan seseorang yang tidak dia kenali.

"Apa maksud ini semua, siapa pria ini?"

Isyana mendekati salah satu dinding kamar, dia memekik saat melihat seseorang di sebelahnya adalah sosok suaminya dengan penampilan berbeda. Isyana sangat mengetahui penampilan suaminya, dan sosok dalam foto itu bukanlah suaminya—Rajendra.

"Sejak kapan Mas Rajendra punya kembaran? Lantas, kenapa aku terlihat sangat dekat dengan sosok ini?"

Isyana menggelengkan kepalanya merasa lelah dengan kejadian tengah malam ini. Isyana memilih berbalik meninggalkan kamar, baru lima langkah, Isyana lagi-lagi menghentikan langkah saat merasakan sesuatu di kakinya.

Isyana menunduk, dan menatap heran selembar kertas di kakinya. Dengan cepat Isyana mengambil kertas itu dan mulai membacanya.

Untuk: Isyana

From: Ralendru

Melalui surat ini aku hanya ingin memberi tahu kenyataan yang selama ini tersembunyi. Yana, sosok suami yang kamu kenal bukanlah orang yang seharusnya. Yana suami kamu sebenarnya adalah aku, kamu bingung? Yana, aku tidak punya waktu. Kematian telah sangat dekat.

Yana, kecelakaan yang terjadi membuat kamu hilang ingatan dan melupakan semuanya. Kamu bahkan lupa siapa laki-laki yang benar-benar kamu cintai. Yana, aku menulis surat ini agar kamu dapat mengetahui kenyataannya suatu saat nanti.

Aku tidak punya waktu, Rajendra mengejar-ngejar aku, dia ingin membunuhku. Aku bersembunyi di kamar tamu rumahku yang akan menjadi rumah kita nantinya. Namun, Rajendra ingin memilikimu, dan mungkin dia akan menyadari tempat persembunyianku secepatnya.

Yana, aku cinta kamu. Aku ikhlas jika kamu nantinya akan jadi istri Rajendra, karena itu semua yang akan diusahakan Rajendra.

Yana, aku meninggalkan surat ini di bawah tempat tidur. Mungkin aku akan mati, tapi percayalah aku akan memberikan surat ini walau dari alam berbeda. Yana, aku tidak akan bisa tenang sebelum kamu tahu semua ini.

Yana, dia mendekat. Yana ... dia sedang berusaha membuka pintu kamar tamu. Yana ... inilah saatnya. Aku mencintaimu.

Aku mencintaimu ... Yana.

Selembar kertas itu jatuh begitu Isyana selesai membaca isinya, tangannya gemetar saat kepalanya mendadak berdenyut sakit. Isyana terduduk di lantai mencoba meredakan sakit kepalanya. Sekilas potongan-potongan kejadian berada dalam pikiran Isyana. Air matanya luruh dengan deras saat telah menyadari satu hal. Dia menatap foto itu dengan air mata yang makin mengalir.

"Lendru ... maafin aku. Maafin," racau Isyana menjambak rambutnya. Isyana terdiam setelah mengingat dalang dari kematian Lendru—tunangannya.

"RAJENDRA ... KAMU AKAN TERIMA PEMBALASANKU!"

CUT!

Sesosok wanita bertepuk tangan bahagia, dia menatap sosok yang habis berteriak dengan sangat bangga.

"Kamu keren, Lisa. Isyana seolah emang nyata, keren! Saya yakin film ini akan berhasil," ucap sosok itu yang diangguki oleh Lisa—sang pemeran Isyana.

Sebuah karakter yang begitu dinantikan oleh banyak orang, karakter dari film yang digadang-gadang akan jadi box office Indonesia.

"Nantikanlah film keren ini!" Sosok wanita itu tersenyum bahagia.

-End-

About Writers

Mutiara Nur Riski, berumur 19 tahun. Penyuka tantangan, bermimpi mengubah dunia dengan teknologi. Masih dalam tahapan belajar. Semoga karya ini dapat memuaskan para pembacanya.

OCTOBER EVENT GEN 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang