Oleh : Azkia Aulia Iritanto
Room Genre : HOROR, MYSTERY, THRILLER
Tema : Screaming Halloween
========
Tradisi Halloween tak begitu menyenangkan bagi warga sebuah kota kecil bernama Sunaway. Sejak tiga tahun lalu, setiap 31 Oktober, awan gelap selalu menutupi sinar cerah matahari. Ketakutan akan suatu roh jahat mulai menyelimuti warga kota itu.
Semua berawal dari sekelompok remaja yang dengan rasa penasarannya melakukan hal yang tabu. Pada dini hari tanggal 31 Oktober, mereka membuka mata saat semuanya tertidur. Dengan membawa beberapa permen, sekotak lilin, kertas berisikan tulisan, dan kapur, tiga remaja 17 tahun itu pergi ke pemakaman yang kabarnya menyimpan "sesuatu".
Salah satunya mematikan senter, membiarkan cahaya remang-remang dari lilin membantu. Mereka duduk di depan beringin di tengah makam. Si gadis remaja menggambar sesuatu—sebuah permen dan labu versi kecil di dalam lingkaran berbentuk matahari yang kedua sisinya terdapat sayap kelelawar—pada batang pohon yang besar itu.
Setelah lilin-lilin menyala diletakkan di sekeliling pohon, mereka berdiri seraya menautkan tangan satu sama lain. Lalu, mantra demi mantra pemanggilan arwah mereka nyanyikan. Tanpa rasa takut. Tanpa merasa ini adalah hal yang berbahaya.
Ritual selesai. Mereka mengharapkan bangkitnya Jack O' Lantern. Tapi, tak ada apa-apa. Lalu, mereka menertawakan rumor dan mengejek-ejek ritual tersebut, yang seharusnya tidak boleh.
Suara gemuruh yang muncul tiba-tiba memekakkan telinga. Petir menyambar beringin itu, menghentikan senda gurau dan tawa tiga remaja tersebut. Warga lain ikut terbangun dari mimpi, bertanya-tanya mengapa ada petir?
Saat warga Sunaway keluar dari rumah menuju sumber suara, mereka tak percaya dengan apa yang mereka lihat. Makhluk hitam bersayap kelelawar, tingginya tak kurang dari tiga meter. Itu bukan Jack O' Lantern yang terkenal, melainkan arwah yang sudah menjadi buah bibir penduduk Sunaway sejak bertahun-tahun yang lalu.
The Suntaker. Ya, sang pengambil matahari.
Konon saat kota kecil ini pertama kali ditemukan pada malam Halloween, terdapat penunggu di sebuah pohon yang menyebabkan ia "mengambil" matahari di langit tanah ini, jika tak diberi tumbal berupa anak kecil berkostum dan seribu permen. Syaratnya cukup aneh. Tumbal itu harus diberikan setiap hari Halloween, 31 Oktober, tepat jam 12 malam. Ini dilakukan selama satu abad, dan ia akan pergi ke tanah lain untuk dihuni. Itu janjinya.
Sudah tujuh tahun lamanya sejak kota ini didirikan, para warga sudah tak tahan lagi harus menghadapi ini. Mereka akhirnya memanggil orang sakti dari utara. Pria tersebut adalah seorang remaja. The Suntaker tentunya membenci ia disegel oleh seorang remaja rendahan. Ia bersumpah dengan suaranya yang dalam dan mengancam, saat ia bangkit kembali nanti, maka ia akan meminta tumbal anak remaja sebagai gantinya. Dan ya, tiga remaja tersebut sebagai makanan pembuka.
Sekarang sudah hari Halloween. Semua anak memakai kostum dan membawa keranjang untuk menampung hasil trick or treat. Jack O' Lantern dinyalakan di setiap rumah. Para orang dewasa menyiapkan banyak permen untuk dibagikan. Dan hari ini, anak dan remaja menjadi peranan penting dalam Halloween.
Walikota Sunaway meminta mereka untuk tak pergi sendirian. Jadi, minimal dua orang datang dan pergi ke setiap rumah, termasuk rumahku. Tradisi ini dilakukan sampai batas waktu jam 23:30. Saat itu, semua permen hasil trick or treat—aku tak tahu mengapa harus permen hasil trick or treat—harus diletakan di depan beringin.
Semua warga Sunaway selalu ikut pergi ke sana, menyaksikan kepergian anak muda mereka. Aku sudah memakai kostum penyihir, tapi aku tak 'kan membuat kulitku berwarna hijau. Dengan teman-teman, aku pergi ke pohon besar di tengah pemakaman itu.
Syarat yang terakhir dan yang membuat orang-orang menitikkan air mata adalah tumbal seorang anak. Terdapat enam tapak tangan di batang pohon sebagai tanda kalau sudah ada enam anak yang menjadi tumbal, termasuk tiga remaja itu. Aku menundukkan kepala untuk melihat tanganku, bertanya-tanya akan seperti apa nanti.
Kami ketakutan saat siluet sayap kelelawar mulai muncul. Awan mendung bergemuruh di atas. Hanya siluet dan seringai putih menakutkan yang bisa kami lihat dengan jelas.
Saat menoleh ke samping, bulir air mata orang tuaku sudah menetes. Sangat berat tentu saja melihat anaknya pergi.
"Kami akan sangat merindukanmu, Nak," lirih mereka. Aku hanya mengangguk. Tersenyum manis untuk memberitahu mereka kalau aku baik-baik saja.
Teman-temanku maju dan ikut memelukku. "Tina, mengapa harus kamu, sih? Pasti Derek bakal kesepian ditinggal kekasihnya—aw!" Pemuda bernama Derek itu menyikut Fawn yang tadi berbicara.
Kami tertawa walau hanya sedetik, mencoba untuk mencairkan suasana. Aku bilang kepada mereka kalau ini memang takdir yang sudah ditetapkan. Dan aku pasti akan baik-baik saja karena sudah memikirkan ini matang-matang beberapa hari yang lalu.
Aku meraih belati yang kubawa dan menyayat telapak tangan. Kubiarkan darah menyebar dan menempelkan tanganku ke batang pohon. Sekarang tandanya ada tujuh.
Aku maju mendekati pohon, lalu membalik badan agar semuanya bisa melihat senyum tulus dariku. Penduduk Kota Sunaway menggenggam tangan satu sama lain sembari menyenandungkan lagu atau mantra itu.
Tangan The Suntaker sudah berada di sampingku, memperlihatkan dengan jelas jarinya yang panjang dan tajam serta lengannya yang hanya tulang. Dia mirip seperti gabungan Dementor dan Slenderman.
Tidak ada ketakutan apapun yang kuperlihatkan. Aku melakukannya agar mereka semua tak khawatir. Lagipula, ini untuk kota kecilku yang aneh tercinta. The Suntaker mencengkeramku dengan tangan panjangnya itu. Dengan senyuman, aku mengucapkan selamat tinggal kepada semua warga Sunaway. Sebelum tangan The Suntaker menarikku pergi ke dunianya.
==END==
KAMU SEDANG MEMBACA
OCTOBER EVENT GEN 2
RandomBuku ini adalah salah satu wujud dari program nyata Monthly Event Atlantis World Writers. Berisi kumpulan flash fiction bertema "Midnight" dan "Screaming Halloween" dalam berbagai macam genre karya para Member Gen 2 Atlantis World Writers. Semoga be...