Bersiap Untuk Pulang

9 15 2
                                    

Aku kembali terbangun di sebuah pagi. Di pagi buta, terbangun di sebuah ranjang yang begitu nyaman kutiduri. Kubuka gorden yang menutupi jendela, bulan masih bersinar terang di atas sana, juga bintang-bintang masih berkilauan dengan sejuta temannya. Pagi ini hatiku memiliki sedikit semangat, semangat untuk kembali menjalani hidup setelah memanjakan mata dan juga hati di hamparan pasir yang begitu putih dan di hamparan air yang begitu biru, di bawah terik mentari yang begitu hangat dan di bawah kilauan bintang dan sinar rembulan yang begitu dingin. Luapan emosi dan rasa patah hati terempaskan dibawa terpaan ombak dan juga terpaan angin yang melintas di hamparan pasir dan juga pepohonan. Membawa secercah harapan baru untuk sebuah kehidupan setelah melewati tragedi yang begitu menyayat hati.
Kulanjutkan pagi dengan mengisi perut, kuambil sepotong roti dan juga segelas susu untuk sarapan pagi. Kulanjutkan dengan berlari-lari kecil di suasana pagi yang begitu asri. Mencoba menetralkan suasana hati yang kemarin diterpa badai yang begitu dahsyat. Mencoba untuk kembali menjadi seseorang yang bisa berjalan mengitari bumi. Kusudahi olahraga pagi ini, kulanjutkan untuk bersiap meninggalkan tempat ini. Meninggalkan tempat peristirahatan sementara di sebuah hotel yang tak jauh dari keramaian kota Malang. Mencoba untuk kembali ke sebuah tempat yang akan membawaku kembali ke sebuah kota yang merupakan tempatku dilahirkan, tempatku dibesarkan, kota Bandung tepatnya. Dan akan mencoba untuk kembali bertemu dengan kedua sahabatku, melupakan semua rasa sakit hati yang tercipta karena jalinan asmara mereka berdua, yang membuat semua anganku hanya menjadi sebuah derita.
Kulangkahkan kakiku kembali menuju stasiunnya kota Malang. Menunggu cacing kota untuk berhenti di tempat ini dan segera membawaku pergi untuk kembali pulang menuju rumah. Kembali kukeluarkan kameraku dan memulai memotret sekeliling. Mencoba untuk mengabadikan momen yang terjadi di kota ini. Kota yang akan menyimpan begitu banyak kenangan di dalam ingatan. Mulai dari kenangan yang begitu indah dimana aku yang terus berangan-angan. Sampai sebuah kenangan pahit yang membuatku hanya bisa menangis untuk menerima sebuah kenyataan.
Tak lama, terdengarlah sebuah bunyi klakson yang begitu nyaring, yang begitu kencang, yang membuat semua yang berada di sekitarku lekas terbangun dari duduknya, terbangun dari letihnya menunggu sesuatu. Senyuman terlihat dari wajah mereka, ada pula kesedihan dan juga tangisan yang menandakan sebuah perpisahan. Seorang anak yang meninggalkan kedua orangtuanya untuk mencoba mengadu nasib di kota orang.  Meninggalkan sejuta kenangan di sebuah kota yang telah membesarkannya menjadi seseorang. Membuatku teringat, bahwa sebentar lagi aku pun mungkin akan menangis karena sebuah perpisahan yang sama seperti yang ia alami, mencoba mengadu nasib di negeri orang, mencoba mengejar yang namanya ilmu demi kehidupanku di masa depan. Kulangkahkan kakiku, kuangkat sebuah carrier yang terisi oleh barang bawaanku. Kuberanjak menuju sebuah gerbong yang akan membawaku pergi dari kota. Aku berhenti sejenak sebelum memasuki sebuah gerbong. Kutarik nafas dalam-dalam, kuhembuskan kembali nafas itu. Dan berkata di dalam hati.
“Aku akan kembali pulang!”
Aku akan pulang dengan membawa sebuah pelajaran hidup yang tak akan kulupakan. Sebuah pelajaran tentang indahnya rasa jatuh cinta. Dan sebuah pelajaran tentang rasa pahitnya ditolak cintanya dan orang yang dicintai lebih memilih orang lain yang merupakan sahabatku sendiri. Sebuah pelajaran dari sebuah alur kehidupan, sebuah kisah yang selalu engkau dapati di setiap engkau melangkahkan kaki.
Kumantapkan langkahku memasuki gerbong yang akan membawaku pulang. Kupandangi sekeliling mencari bangku bertuliskan nomor yang tertulis di tiket yang kugenggam. Aku terduduk di sebuah bangku kosong, menyendiri, tanpa teman yang berada di sampingku. Aku yang datang untuk bersenang-senang bersama kedua sahabatku. Tetapi pulang dengan seorang diri tanpa ada lagi yang namanya teman, sahabat, ataupun orang yang kukasihi. Kupandangi jendela kereta, lalu kupotret hamparan rel yang begitu panjang, kupotret keramaian stasiun yang dipenuhi lambaian tangan yang penuh kehangatan, juga para pedagang asongan yang berlalu lalang di sekitaran gerbong dan stasiun. Sampai akhirnya klakson yang begitu nyaring pun berbunyi dan lokomotif mulai melaju membawa puluhan gerbong yang membuntutinya dari belakang. Mulai melaju dengan kencang meninggalkan semua kenangan dan keindahan yang tersimpan di sebuah kota bernama kota Malang.

The Story From Bromo (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang