Elsa masuk ke ruanganku beberapa menit setelah aku dan Bae mampu mengendalikan diri. Pria itu mundur beberapa langkah sembari berdehem, sementara aku pun begitu.
Elsa menatap kecanggungan kami dengan mulut ternganga. Ketika tatapannya singgah padaku, ia nampak syok. Mungkin karena lipstikku yang belepotan dan rambutku yang tadinya kusanggul rapi kini sudah berjuntaian ke mana-mana. Aku baru tahu bahwa Bae juga ahli memporakporandakan tampilan seseorang.
Ketika tatapan Elsa berpindah ke Bae, ia makin melotot kaget. Penampilan Bae tak kalah mencengangkan. Dua kancing kemeja bagian atas sudah terbuka hingga dada dan separoh tatonya terlihat. Aku mendelik. Tunggu, tangan jahil siapa yang sudah berhasil melepaskan kancing kemeja itu?
Tanganku?!“Saya mengganggu, ya?" Elsa menyeringai canggung seraya kembali menatap kami secara bergantian.
Ketika aku dan Bae saling lirik, Elsa terbatuk kecil. "Anu, silahkan dilanjutkan lagi ya, Mas, Mbak. Saya yang akan berjaga di luar.” Gadis itu berujar sambil buru-buru berlalu. Menutup pintu dan menguncinya dari luar.
Aku dan Bae beradu pandang. Menatap keadaan kami masing-masing, tawa akhirnya meledak.
Bae melangkah mendekatiku. Tangannya terulur, merapikan rambutku yang berjuntaian.
"Sorry for messing your hair," ucapnya. "And ...." Kali ini jemarinya menyapu bibirku. "Your lipstick." Dan aku tahu jemarinya sengaja berlama-lama di sana.Aku tersenyum, mengecup jemari itu ringan. "And sorry for messing your shirt." Tatapanku singgah di kancing baju Bae.
Pria itu menunduk sejenak, lalu terkekeh. "Wow," ucapnya takjub.
Aku ikut terkekeh lalu mengulurkan tangan untuk mengancingkan baju tersebut."Sudah kuduga kalo tanganmu begitu mahir." Pria itu menggoda.
Aku tertawa lirih seraya memukul dadanya pelan.
Tatapan kami kembali beradu dalam hening. Sadar bahwa sesuatu hal mulai mengganjal."Uhm, Lea ...."
"Soal Lea ...."
Kamis berucap bersamaan, menyebut nama yang sepertinya memang sama-sama kami pikirkan.
Aku memasukkan tanganku ke saku celana. Sedikit ragu, akhirnya aku memilih bersuara lebih dulu. "Dia pernah bilang kalo dia nggak mau mami baru."
"Aku tahu," jawab Bae.
Aku menatapnya kaget.
"Kamu tahu? Bahwa Lea nggak pengen punya mami baru?"Menyugar rambutnya yang tebal, pria itu mengangguk.
"Karena bagi dirinya, Sisca memang ibu yang tak tergantikan. Lea loves her mom so much." Bae menjawab dengan suara berat.
Aku menelan ludah. Ini sesuatu hal yang tak menyenangkan untuk didengar.
"Sejujurnya, aku sudah beberapa kali membicarakan ini dengan Lea. Waktu itu ketika memutuskan untuk pulang ke sini dan tahu bahwa kamu masih single, aku berandai-andai, bagaimana jika aku ingin memulai segalanya dari awal denganmu? Memberimu banyak kode bahwa selama ini aku selalu memikirkanmu. Atau mungkin, terang-terangan mendekatimu, mengingat kode yang bertahun-tahun lalu kutunjukkan ternyata tak mempan." Pria itu tersenyum getir.
"Akhirnya aku bilang pada Lea tentang kemungkinan bahwa papinya akan menikah lagi agar dia punya mami baru. Dan ...."
"Dan ...."
Bae menggigit bibir sejenak. "Dan dia bilang dia nggak mau."
Oh, okay.
Aku manggut-manggut.
Atmosfer di antara kami tiba-tiba saja berubah dingin. Padahal baru beberapa waktu lalu tubuh kami sama-sama panas membara.
Mungkin Bae menyadari ekspresi wajahku yang berubah suntuk hingga akhirnya ia bergerak, melingkarkan tangannya di pinggangku lalu menarik diriku ke dekapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sexy Daddy
RomanceBersahabat dengan Abay Wesley sejak kecil, tak pernah terbersit sedikitpun di benakku bahwa aku akan menganggapnya istimewa. Bukan sekedar istimewa sebagai seorang sahabat, tapi istimewa sebagai ... lelaki. Ketika dia memutuskan menikah dan pindah...