03. Still the same person

19.1K 1.6K 30
                                    

Aku sempat berlama-lama menatap Bae yang tengah asyik berenang. Sempat terpikir untuk pulang diam-diam tanpa berpamitan padanya, tapi akhirnya urung kulakukan.
Rasanya kok kejam banget kalau aku nyelonong pulang tanpa pamit, sementara Bae sudah susah-susah merawatku ketika mabuk, bahkan membuatkanku sarapan pagi.

"Bae, aku pulang dulu ya!" Akhirnya aku berteriak dari pinggir kolam.
Bae mengusap wajah, lalu menyugar rambutnya dengan asal. Entah kenapa, itu terlihat begitu... Epic.

"Nggak ikut berenang dulu?" Ia membalas.
Aku menggeleng. Walau sebenarnya, aku sudah berusaha menahan diriku sendiri untuk tak menceburkan tubuhku ke dalam air.

"Mau kerja," jawabku. "Thanks breakfast-nya."

Bae mengangguk, lalu kembali menenggelamkan dirinya ke dalam air.
Dan aku segera beranjak pulang, melewati pintu samping. Untuk selanjutnya berganti baju, dandan, dan bergegas ke kantor. Naik taksi.

°°°

"Mbak Zoyaaaa..."
Panggilan itu terdengar begitu dramatis. Aku bahkan baru menginjakkan kakiku di ruang lobi ketika sosoknya yang mungil berlari kecil menghambur ke arahku.

"Mbak Zoyaaa... " Ia menubruk diriku dan memelukku erat lalu berdusal layaknya anak kecil. Tinggi badannya yang hanya sebatas pundakku menyebabkan helai rambutnya yang dikuncir kuda berterbangan menyapu leher dan tulang rahangku.

Aku memutar bola mataku kesal, tapi tak berusaha menampik pelukannya.

Beberapa staff yang melihat kami, melihat Elsa bergelayut mesra di tubuhku cuma bisa terkikik geli.
Aku tak ambil pusing. Sudah biasa kok kayak gini.
Elsa anak tunggal di keluarganya. Dan, ya, beginilah dia. Manja dan sedikit kekanak-kanakan.

"Apaan sih, El?" erangku. "Ini kayak adegan di drama korea masa?" keluhku.

Elsa menatapku dengan tatapan sendu.
"Aku khawatir banget sama mbak Zoya. Semalam Mbak Zoya pulang sendiri dalam keadaan mabuk. Aku takut mbak Zoya kenapa-napa," keluhnya. "Aku sudah berusaha menghubungi mbak Zoya, tapi gak diangkat."

Aku mengangguk sambil mengisyaratkan tatapan minta maaf. "Aku baru ngecek ponsel tadi pagi. Tapi aku sampai rumah dengan selamat kok," jawabku.
"Kamu sendiri? Semalam sampai rumah dengan selamat kan? Gak ngalamin kejadian aneh kan? Gak digodain orang kan?" Aku nyerocos.

Elsa menyeringai sambil mengangguk. "Pokoknya pengalaman semalem itu keren banget," jawabnya.

Aku manggut-manggut seraya beringsut, mengangkat tangan dan mendorong kening Elsa agar bisa menjauh.
"Oke, sekarang ayo ke kantor. Kerjaan kita banyak," ucapku. Lalu buru-buru melangkah kembali menyusuri ruangan.

"Oh iya, ada tamu buat mbak Zoya. Aku suruh nunggu di ruangan mbak aja." Elsa mengikuti langkahku.
"Siapa?" Aku memencet tombol lift.
"Anu... Itu... Duh, gimana ya. Itu... yang semalem sempat ribut sama mbak Zoya di diskotik."

Langkahku terhenti seketika. Kepalaku memutar kaku ke arah Elsa dengan tatapan tak percaya.
Well, semalam aku memang mabuk. Tapi aku masih ingat detailnya. Bahwa aku terlibat keributan dengan beberapa orang.

"Yang sekarang di ruanganku, pria yang mana?" tanyaku tegas.
Elsa menyeringai lalu menjawab, "Yang nyium mbak Zoya."

Aku memejamkan mata.

Duh, Gusti.

°°°

Sosok itu duduk elegan di sofa dengan bersilang kaki.
Mengenakan Kaos santai D&G seharga $500 dan kaki yang dibalut sepatu Testoni yang dibanderol sekitar $38.000, terlihat jelas bahwa pria ini punya kemampuan keuangan di atas rata-rata.
Mungkin dia pengusaha muda? Ahli waris kerajaan bisnis? Atau mungkin, anak pejabat negara?

Sexy DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang