09. Kode

14.1K 1.3K 61
                                    


Semester awal, 2007

"Kenal Pete di mana?" tanya Bae. Kami baru saja bersiap pulang dari kampus.

Aku menatap Bae bingung. "Pete?"

"Itu, si Peter, atau yang biasa dipanggil 'Pete'. Anak Ekonomi, semester tiga, yang ganteng, yang pemes," ulangnya.

Lagi-lagi aku menatapnya bingung, "Dan ... masalahnya adalah?"

"Dia ngedeketin kamu, kan? Ngajakin kamu keluar? Ngajakin kamu nge-date?" Pertanyaan yang bertubi-tubi.

Aku merapikan rambutku yang dikuncir kuda, lalu menjawab santai, "Ya gitu, deh."

"Gitu deh, gimana?" Bae tak berhenti bertanya.

"Beberapa hari ini tiba-tiba aja dia rajin nyamperin aku, ngajakin ngobrol, rajin ngirimin pesan singkat, dan ... gitu. Kapan-kapan mau ngajakin keluar."

Tatapan Bae nampak protes.

"Kenapa, sih? Lagian tahu darimana kalo kami deket? Aku 'kan belum pernah cerita ke kamu?"

"Jangan deket-deket sama dia, ya?" pintanya. Dan aku makin bingung.

"Dia bukan cowok baik-baik." Ia melanjutkan.

"Kamu kenal?"

"Enggak."

"Terus tahu darimana?"

"Ya tahu lah." Bae menjawab sewot.

Aku menarik napas lalu berujar, "Dia baik, kok. Obrolan kami nyambung. Sejauh ini dia ramah, dia baik, dan dia sopan sekali."

"Track record-nya buruk. Jangan buru-buru kepincut."

"Kok kamu gitu, sih? Berprasangka buruk sama orang itu jahat, lho."

"Emang faktanya gitu." Bae sewot.

Aku mendengkus.
"Bodo ah. Ayo pulang." Aku meraih helm di atas spion lalu segera memakainya. Sementara Bae yang masih nampak sewot naik ke belakang setir. Kami memang biasa berangkat dan pulang bareng, naik motornya Bae.

°°°

Hari ini aku pulang larut. Sekitar pukul setengah dua belas baru sampai rumah. Mami sudah menunggu di ruang tamu dengan muka marah, lalu mulai mengomel tentang kepulanganku. Sementara Mas Aron berdiri di dekat pintu ruang tengah dengan wajah cemas.

"Pada kenapa, sih?" omelku lirih, sesaat setelah sesi marah-marah oleh Mami selesai dan aku diperbolehkan ke kamar.

"Kamu pulang telat," jawab Mas Aron.
Ia mengekori langkahku.

"Iya, tahu. Terus? Lagian ini baru jam setengah dua belas?" omelku.

"Kamu nggak pamit mau ke mana dan hapemu nggak bisa dihubungi."

Aku meraih Motorola flip tipe RAZR di saku celana, lalu menunjukkannya pada Mas Aron, "Hapeku mati, baterenya habis."

"Ya paling enggak kamu nitip pesen ke Bae gitu kalo mau pulang telat. Dia tadi juga bingung nyariin kamu. Duh, anak cewek kok demen keluyuran malem-malem."

Aku hendak mendebat lagi tapi urung. Lelah.
"Iya, maaf. Besok-besok aku bakalan pamit kalo mau kemana-mana," ucapku.

"Lagian darimana, sih? Tumben nggak sama Bae. Dia pulang duluan 'kan tadi?"

"Kumpul sama temen-temen doang, kok." Aku menjawab lagi, di tengah-tengah rasa kantuk lagi.

Tadi sepulang kuliah Pete mengajakku pergi ke sebuah kafe, lalu  mengenalkanku pada teman-temannya yang lain. Dan aku tidak bohong. Yang kulakukan memang hanya sekedar berkumpul, makan-makan sembari mengobrol. Namanya juga anak muda.

Sexy DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang