CHAPTER 2

221 32 30
                                    

Hari ini begitu melelahkan, disekujur tubuh penuh dengan rasa ingin  menghempaskan diri diatas kasur yang empuk.

Sehun perlahan memasuki apartemennya yang sederhananya, kesan yang ia dapatkan adalah sepi. Tidak ada yang menyambutnya, tidak ada yang memarahinya karena pulang terlambat dan tidak ada pula yang menunggunya untuk makan malam bersama.

Sehun menghela napas lelah, langkah kakinya ia bawa menuju kamar tidur. Tanpa melepas pakaian kerjanya yang sudah berantakan dan kotor, ia membanting tubuhnya diatas kasur.

Lagi-lagi ia mendesah lesu, ia melamun. Ada banyak yang ia lamunkan, hingga pandangannya beralih ke meja nakas di sebelah tempat tidurnya.

Disana ada sebuah foto, foto dirinya dengan seseorang. Seseorang yang pernah ia ikat dalam ikatan pernikahan, disana wajah keduanya begitu cerah dan bahagia.

Sehun dengan toxedo putihnya, sementara yang pria satu lagi dengan tuxedo hitamnya.

Ia teringat bahwa ia kalah taruhan dengan pengantinnya, sehingga ia yang harus menggunakan tuxedo putih tersebut. Mengingat itu membuatnya tersenyum.

Tangannya terulur meraih bingkai itu, pria dengan tuxedo hitam itu adalah segalanya untuknya.

Pria itu adalah hidupnya, cintanya, temannya, keluarganya, dan salah satu teman hidup yang mencintai kekurangan dirinya.

"Kim Jongin, tidakkah kau tahu betapa aku begitu merindukan dirimu?" ujarnya lirih sembari menatap bingkai tersebut.

Air mulai memenuhi pelupuk matanya, saat melihat foto pria-nya. Ia tidak bisa menahan rasa rindunya.

"Maafkan aku, tidak bisa menjaga cintaku untukmu selalu. Karena aku, kembali jatuh cinta dengan orang lain yang ceria seperti dirimu."

Perlahan air mata turun membasahi kedua pipinya, "Kau tahu, Jongin?".

"Walau aku mencintainya, tapi disudut terdalam masih ada dirimu dan ini sungguh menyakitiku. Rasanya seperti aku mengkhianatimu, tetapi kau sudah tidak lagi disampingku. Apakah dengan mencintainya aku mengkhianatimu, Jongin?" sambungnya.

Air mata itu jatuh dari pipinya, jatuh ke atas bingkai putih itu. Air mata itu rasanya tidak ingin berhenti, senantiasa mengalir melampiaskan kesedihan dan rindunya.

"D-dia seperti dirimu, dan aku mencintainya."

Hati Sehun kini menjadi candramawa, penuh akan kegelisahan dan pula rasa cinta. Sehun bingung, dengan keinginan hatinya sendiri.

"Izinkanlah aku untuk mencintainya, dan mengisi kekosongan hati ini karena kau tidak bisa lagi ada di sampingku."


Jelmaan Rahwana

Satu tahun lalu.

Beijing, China.

Hari ini tidak ada matahari yang menerangi bumi seperti biasa. Aroma air hujan dengan tanah pemakaman dapat terasa aromanya.

Perlahan peti itu dimasukan keliangnya yang dalam, tanah perlahan mulai menimbun peti tersebut.

Wajah Sehun begitu datar menatap kejadian itu, momen ini adalah momen yang tidak akan bisa ia lupakan. Karena demi apapun, yang ditimbun didalam tanah kini adalah kekasihnya.

Perlahan orang-orang meninggalkan pemakaman, hanya tersisa Sehun, berdua dengan kakak dari kekasihnya.

"Jadi, inilah akhirnya? Bukankah ia sudah tidak merasa sakit lagi? Kita tidak perlu menyesali kepergiannya, Sehun." ujar kakak Jongin.

Jelmaan RahwanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang