13

71 20 24
                                    

Selamat datang, selamat membaca.

***

Setelah selesai dengan kesibukan menakarnya, Kak Zico menjelaskan padaku, "Kamu butuh 250 gram air dan 200 gram gula aren agar boba ada rasanya. Kalau mau variasi dengan susu atau cokelat boleh, tapi kali ini kita buat versi gula aren dulu. Lalu, 300 gram tepung tapioka, yang terakhir 250 gram air dingin. Kalo air biasa untuk bantu gula aren melarut, air dingin untuk mendinginkan boba, biar enggak nempel."

Aku memgangguk paham, lalu Kak Zico menaruh panci di atas kompor elektriknya, ya ampun, baru pertama kali aku melihat kompor yang dinyalakannya dengan cara menekan. Ini keren sekali!

Dia menukar posisi denganku. "Sekarang panasin gula aren sama air."

Aku langsung memasukan air dengan gula aren ke dalam panci, lalu mengaduknya sampai kedua komposisi melebur menjadi satu. Saat sudah menjadi cair dan warnanya cokelat kehitaman, Kak Zico mendekatkan tepung tapioka padaku, mengerti itu, aku segera memasukkan tepung ke dalam panci dan mengaduknya lebih semangat. Ini agak berat dan lengket menurutku.

"Udah, angkat, taruh sini, dan bentuk adonannya," ucap Kak Zico sembari menunjuk talenan besar yang sudah ditaburi tepung tapioka. Aku menuang adonan dan kembali menaruh panci, baru akan menyentuh untuk membulatkan, tanganku ditahan oleh Kak Zico. "Ini masih panas, kamu yang tadi menuang langsung dari atas kompor. Sekarang mau pegang? Stupid."

Aku mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya menggaruk kepala. Kak Zico menggeleng dan melepaskan tanganku. Dia kemudian bergerak sedikit dan membawa sarung tangan bening untuk memasak. "Sini tanganmu," pintanya, menurut saja, kurentangkan kedua tanganku ke arah Kak Zico.

Dia melapisi seluruh jariku dengan sarung tangan plastik itu dengan hati-hati, aku mengerjap sebentar, entah untuk berapa kali, rasa berbeda singgah di kepala juga hati. Kenapa Kak Zico baik padaku? Apa memang dia orang dermawan yang tidak sombong?

Aku tersenyum, lalu berucap, "Terima kasih, Kak."

Dia mengangguk dan ikut memakai sarung tangan plastik. Kemudian melebarkan adonan agar cepat dingin. Tak lama, kami mulai membentuk campuran tepung tapioka dan gula aren itu satu per satu. Setelah jadi, Kak Zico menuang tepung tapioka ke dalam satu mangkuk lagi, lalu menggulirkan embrio boba di dalamnya. "Ini tujuannya biar enggak lengket."

Penasaran, langsung kumasukkan embrio boba itu ke air panas, merebusnya sampai keluar warna cokelat kehitaman. Kemudian kuangkat dan masukkan ke dalam air dingin, aku tersenyum menatap mangkuk berisikan boba milikku itu.

***

Setelah hampir delapan jam di hari Minggu bersama Kak Zico, akhirnya dia mau membawaku kembali ke Cz Drink. Di perjalanan tak ada pembicaraan lagi, aku cukup lelah, bahkan hanya untuk membuka mulut, mungkin Kak Zico juga, dia lebih banyak bicara daripada aku tadi.

Aku menapakkan kaki di aspal tempat parkir Cz Drink yang mulai sepi. Tak lama Kak Zico turun dan menatapku sesaat sebelum berjalan. "Sekarang pulang aja dulu, kamu kerja mulai besok. Dari jam sore sore sampai 12 malam. Anak kota memang biasa nongkrong jam segitu."

Yang bisa kulakukan hanya mengangguk. Astagfirullah, aku salah menilai Kak Zico, dia memang menyebalkan. Bagaimana caraku tidur jika tengah malam belum sampai rumah? Namun, mungkin akan menjadi pengalaman baru lagi.
Setelah Kak Zico pergi, kulangkahkan kaki menuju motor putihku, memakai helm dan mulai menarik gas motor. Di perjalanan, kubisikkan sesuatu pada angin. "Aku ingin tidur panjang malam ini!"

***

Nyatanya, niat tidur awal hanya angan semata. Ponsel yang remuk bagian layarnya itu sedang tergeletak diisi daya. Aku tidak sempat membalas pesan dari Se-Ri tadi karena benda pipih tersebut sudah lebih dahulu kehabisan baterai.

POSTERIOR (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang