Sembilan tahun lalu...
Gadis itu nampak tak nyaman dalam duduknya, kedua tangan mungil itu terus saja meremas rok merah setinggi lutut.
"Pah, cepetan. Zinara nanti telat," pintanya.
Pria yang disebut Papah itu hanya manggut-manggut saja, melirik arloji di pergelangan tangan yang menunjukkan pukul 06.20 lalu berganti melirik istrinya yang tersenyum geli.
Padahal waktu masih panjang untuk sekolah anaknya tutup, tapi ia memaklumi putri kesayangannya memang tidak terbiasa masuk terlambat.
Sesampainya di depan gerbang sekolah dasar, Zinara segera berpamitan dengan kedua orangtuanya dan bergegas turun sampai tak sadar jika tepat di bawah pintu mobil terdapat genangan air hasil dari hujan semalam.
"Yah, basah," gumam Zinara memandang sepasang sepatu hitamnya dengan nanar.
"Kenapa sayang?" tanya Mamah dari dalam mobil.
Zinara mendongak lantas menggeleng. Tidak membiarkan Mamahnya tahu tentang sepatunya yang basah, karena tak mau jika diminta kembali ke rumah untuk berganti sepatu dan pastinya hal itu akan membuat Zinara terlambat.
Tanpa mau berlama-lama, Zinara memacu larinya. Hari itu hari pertama ia menjadi murid kelas dua, kelas yang sangat ia kagumi karena terbebas dari materi yang menurutnya kekanak-kanakan saat duduk di kelas satu.
Ternyata belum banyak murid yang datang, bocah berusia delapan tahun itu memutuskan untuk duduk di kursi kayu di koridor kelas. Duduk dengan kaki yang diayun-ayunkan bertujuan agar kakinya tidak terlalu kedinginan karena basah sepatu yang kian menjalar menusuk kulit kakinya.
Zinara mulai merasa tak nyaman, berniat melepaskan sepatu, namun sebelum itu terjadi tepat di depan kakinya terdapat sepasang sepatu boot berwarna merah muda.
Sedikit terkejut, kepala Zinara terangkat, memandang bingung bocah lelaki seumuran dengannya berdiri di hadapan.
"Buat kamu," katanya.
Alis Zinara terangkat, ia tak begitu faham. "Apa yang buat aku?"
"Itu," tunjuk bocah lelaki itu pada sepatu boot. "Sepatu kamu basah kan? Yaudah pake aja, lagian aku juga nggak suka sama warnanya."
"Emang kenapa sama warnanya?"
"Terlalu cewek," jawabnya. "Dipake ya," pesannya sebelum berlalu pergi.
Bibir Zinara perlahan terangkat, memandang bergantian pada sepatu boot dan punggung bocah lelaki itu yang perlahan jauh.
Pagi itu, Zinara telah menemukan cinta pertamanya. Bocah lelaki bernama Genta Rahendra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cuma Teman [TERBIT]
Teen Fiction"Sampe sini aja, ya, Nar. Jangan terusin lagi perasaan yang mustahil gue bales. Kalo emang lo bener-bener sayang sama gue, please lepasin gue." --- Ketika harapan hanya sebuah angan, ketika aku dan kamu tidak menjadi kita. Ini kisah Zinara yang sela...