8. Pendatang Baru

13 5 6
                                    

Jangan lupa vote dan komen 💜

8. Pendatang Baru

Motor yang Alasta kendarai sudah masuk kedalam pekarangan rumah. Keningnya menyerit, saat melihat sebuah mobil BMW X7 milik ayahnya sudah berada di halaman rumah. Tumben sekali ayahnya pulang pada pukul dua siang.

Alasta melangkahkan kakinya menuju pintu utama. Dibukanya pintu utama dengan pelan. Matanya mengedar, tak mendapati Azer di rumah. Mungkin berada di kamar, itu yang Alasta pikirkan.

Kakinya mulai menapaki satu persatu anak tangga. Hingga akhirnya sampai di dalam kamar. Merebahkan tubuhnya diatas kasur. Menjadikan kedua lengannya bantal. Menghela napas perlahan. Sebelum akhirnya membersihkan diri.

Sepuluh menit Alasta gunakan untuk bersih – bersih. Menggenakan kaos polos berwarna biru dan celana pendek selutut.

"Bi, Ayah udah pulang?" tanya Alasta kepada Bi Tuti yang tidak sengaja lewat didepannya.

"Tuan sudah pulang, den. Kebetulan di dapur ada pacarnya tuan," ujar Bi Tuti."Saya permisi, den." lanjut Bi Tuti izin undur diri kepada Alasta dan langsung melenggang pergi begitu mendapatkan izin.

Alasta semakin penasaran, apakah pacar Azer yang sekarang sama dengan yang sudah – sudah atau berbeda. Tak terasa langkah kakinya membawa Alasta kearah dapur. Harum makanan tercium begitu Alasta memasuki area dapur.

Seorang wanita dengan rambut sebahunya tengah berkutat dengan peralatan dapur. Belum manyadari jika Alasta menatap punggungnya dengan rasa penasaran yang tinggi.

"Astaga," Pekiknya kaget, begitu berbalik menemukan Alasta yang menyender pada kulkas.

"Kamu Asta?" tanyanya setelah meredakan rasa terkejutnya. "Kamu duduk aja dulu, tante bentar lagi selesai."

Alasta menuruti perintahnya. Menarik kursi, lalu duduk dengan tenang di meja makan. Tangan kirinya memainkan ponsel, dan tangan kanannya memegang sebuah apel yang baru saja diambilnya. Menggigit apel dengan besar, mengunyah dengan pelan. Tatapannya terus fokus kearah ponsel yang digenggamnya.

Berdecih saat melihat nomor asing masuk kedalam ponselnya. Malas sekali rasanya meladeni gadis – gadis yang terus menerrornya dengan berbagai modus untuk mendekatinya. Selama ini Alasta diam saja. Lagipula bagaimana caranya mereka bisa memiliki nomornya?

"Asta," panggilan bernada lembut membuat Alasta mendongak. Menatap wanita yang sudah duduk berhadapan dengannya.

"Nama tante, Tante Fanya," ujar Fanya memperkenalkan diri.

Alasta diam. Dengan tangan kanan terus menyuapkan apel kedalam mulutnya. Menunggu seseorang yang bernama Fanya kembali membuka suara.

"Tante pacar ayah kamu," aku Fanya. "Maaf, tante bukan bermaksud untuk merebut posisi bunda kamu dari hati ayah kamu."

Alasta bangkit, melangkah menuju tempat sampah yang diletakkan di pojok dapur. Alasta mencuci tangannya diwastafel. Kembali ke meja makan, mengambil dua lembar tisu dan mengusapkan ketangannya yang basah. Alasta kembali duduk dikursi yang sebelumnya Alasta tempati.

"Aku tau. Cepat atau lambat ayah bakalan cari pendamping baru." jelas Alasta, "dan aku cukup kagum dengan tante yang rela masak untuk aku dan ayah, walaupun aku gak tau apa motif dibalik ini semua. Tante memang tulus atau hanya bersandiwara seperti yang sudah – sudah."

"Untuk apa tante harus melakukan sebuah sandiwara, Asta. Tante tidak akan memperjuangkan apa yang tante tidak suka."

"Untuk menarik perhatian ayah, berpura – pura menyayangiku walau aslinya mengumpat didepanku, pura – pura tersakiti dengan omongan dan prilaku ku padahal sebenarnya mereka yang memulai, dan tentu saja untuk mendapatkan harta ayah."

"Tante tidak gila harta, Alasta!" tekan Fanya menatap Alasta lembut.

"Semua wanita yang ayah kenalkan memang berbicara seperti itu,tanpa tahu malu. Setelah pertemuan selanjutnya denganku, mereka menunjukkan taringnya. Seperti seekor macan yang siap mengoyak habis daging mangsanya."

"Kau memang berbeda Alasta. Pantas saja Azer sangat menyayangimu."

Tawa Alasta meledak mendengar penuturan Fanya. Bukan sejenis tawa bahagia. Tawa itu mengandung duka yang selalu Alasta tutup rapat. "Apa tante tidak salah berbicara?" tanya Alasta yang berhasil menciptakan kerutan bingung didahi Fanya.

"Ayah menyayangiku?" tanya Alasta sembari menunjuk dirinya sendiri. "Mana mungkin!"

"Bukankah semua ayah sangat menyayangi anaknya?" tanya Fanya.

"Wah sebuah pertunjukan komedi yang sangat mengocok perut. Tanyakanlah pada ayahku apa benar dia menyayangiku? Jika kau mengetahui yang sebenarnya, ku harap kau tidak pingsan," ujar Alasta. Bangkit, mengambil handpone yang diletakkan dimeja dan berlanggang pergi. "Tolong katakan pada Bi Tuti untuk mengantarkan makan siang di kamarku." pesan Alasta kepada Fanya. Lantas benar – benar pergi dari hadapan Fanya, memberikan sebuah tanda tanya benar dibenak Fanya.

****

4 Juni 2021

Cirebon

ALASTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang