Buat pembaca lama, harap baca ulang dari Prolog. Alurnya aku ganti soalnya.
Selamat membaca. Jangan lupa vote dan komen
13. Alasan
Alasta memasuki rumah pada pukul sembilan malam. Kejadian sore di markas Griffin membuat Alasta singgah lebih lama, karena moodnya yang mendadak turun melihat permasalahan yang menyambutnya.
Rasanya pulang ke rumah mampu membangkitkan emosi Alasta lagi, apalagi jika berhadapan dengan Azer. Membuat Alasta semakin enggan untuk pulang. Jadilah sekarang dirinya pulang pada pukul sembilan malam.
Seragam yang menempel ditubuhnya sudah digantikan dengan kaos hitam dengan bawan celanan pendek selutut. Untung saja, Alasta sempat menaruh beberapa pakaian di markas. Mengantisipasi terjadinya sesuatu yang mendesak. Atau Alasta enggan untuk pulang cepat.
Alasta membuka pintu utama dengan pelan. Matanya menatap ruang tengah yang masih menyala, memperlihatkan punggung laki – laki dewasa dengan tv menyala. Alasta berjalan mendekat. Menahan napas saat tiba – tiba Azer membalikkan badan menatap dirinya.
Melihat Azer bangkit dari duduknya membuat Alasta menarik napas, berusaha untuk mengusir emosinya yang sempat timbul. Agar tidak kelepasan didepan Azer dan berakibat fatal untuk dirinya sendiri.
"Masih ingat rumah?" pertanyaan bernada sinis Azer layangkan untuk Alasta.
Azer mendekat, memajukan wajahnya, berbisik ditelinga kiri Alasta."Harus kamu tanamkan dalam diri kamu. Jangan jadi orang tidak tau diri dan jangan berbuat seenaknya di rumah saya.!" suara rendah tersebut berhasil membungkan mulut Alasta.
Alasta menahan napas saat melihat tatapan mata Azer. "Jangan jadi benalu untuk seseorang!" tandas Azer dingin.
Sorot mata nya mampu membuat kedua tangan laki-laki berusia delapan belas tahun terkepal dengan kuat. Kukunya serasa tengah menancap dengan kuat ditelapak tangannya. Sorotnya sama dingin dengan pria dewasa dihadapannya.
Lagi, sesuatu didalam dirinya berkobar. Seakan hendak menelan kesadarannya hidup - hidup. Berusaha menahan diri dengan sekuat mungkin.
Rasanya ingin sekali menonjok pria dewasa didepannya, atau paling tidak meneriakkan segala sesak didadanya. Tetapi, ia tidak punya tekad lebih untuk melakukannya. Ia masih sadar betul untuk tidak menjumpai hadiah mengerikan yang akan menunggunya bila ia nekad melakukan hal gila tersebut.
"Kamu tau alasan saya membencimu. KAMU ALASAN SAYA BENCI.!" teriakan lantang tersebut berhasil meremukkan hati Alasta.
Tak ada yang ingin dibenci, tak ada yang ingin direndahkan. Ia muak, tetapi seluruh hatinya menyuruhnya tetap diam. Pikiran dan hatinya brrtolak belakang.
Ia perlu sesuatu untuk meredakan singa yang sebentar lagi bangkit dalam dirinya.
Azer melangkah pergi, membiarkan Alasta dengan keterdiammannya. Alasta menatap punggung Azer yang menjauh. Pikirannya melanglang buana. Segala hal buruk berkeliaran diotaknya. Kenapa dirinya? Ada apa dengan dirinya? Apa yang tidak dirinya tahu? Semua pertanyaan yang tak akan mendapatkan jawaban memuaskan jika Alasta tidak tanyakan sendiri kepada Azer.
Perasaan yang tadi sudah membaik sekarang bertambah buruk. Langkah kaki Azer memang sudah menjauh, tetapi meninggalkan sesak yang kembali menghantam dadanya dengan kuat. Meraup oksigen dengan rakus. Berusaha mengisi rongga paru – paru. Alasta sudah bisa bernafas lebih leluasa sekarang, walaupun sesak tak kunjung berkurang. Kesadarannya kembali pulih.
Memilih bungkan untuk semua tuduhan dan kata – kata benci yang kerap kali Azer layangkan. Alasta tak berani membantah, setidaknya untuk sekarang. Dirinya tak mau kejadian di meja makan terulang kembali. Cukup hari itu, dan semoga hari itu datang kembali. Hari dimana Alasta mendapatkan kekukatan untuk membuka suara dan memulai perdebatan, walaupun harus dengar kata – kata menyakitkan dari mulut Azer.
****
4 Juni 2021
Cirebon

KAMU SEDANG MEMBACA
ALASTA
Teen Fiction"Bertemanlah denganku, akanku kenalkan kamu dengan duniaku." Gyan Alasta Zeroun, laki-laki tampan sejuta pesona. Alasta panggilannya, seseorang yang memendam luka diam-diam. Kejadian masalalu yang membuat Alasta mengerti, jika semua orang berubah s...