Hari Keempat

3 0 0
                                    

Dimulai dari pengawal hari, atmosfer di sekitar terasa tidak begitu baik. Jam istirahat telah berlangsung sejak beberapa menit lalu dan sosok Mars yang masih dengan rambut acak-acakannya duduk santai di meja tengah ruangan kantin. Sekumpulan gadis-gadis dengan sikap centilnya mulai bergerombol di sekeliling Mars. Mereka menyanyah banyak sekali, entah tentang apapun itu.

Di sisi lain, Rainny tengah berdiri untuk mengantri di barisan pembeli pedagang bakso. Ia terlihat risih dengan barisan antrian gadis-gadis di depannya yang menyanyah. Apa yang biasa dilakukan para gadis? Bergosip? Mungkin itu yang tengah dipikirkan Rainy.

Sementara Mars, tidak sedikitpun memikirkan para gadis yang menggerombolinya. Matanya tertuju pada satu arah, meskipun jika saat ini aku tidak bisa membaca pikiran, namun aku pasti bisa menebak apa yang tengah dipikirkan Mars.

"Cantik." Begitu pikirnya, kedua mata teduhnya masih menatap lurus memperhatikan Rainy.

Pandangan mereka bertemu. Rainy tersenyum dan Mars tersipu malu. Astaga, adegan macam apa ini. Tidak salah? Apakah benar? Mars tersipu malu? Benarkah? Mungkin pertanyaan seperti itulah yang menjawab ekspresi-ekspresi para gadis yang sedari tadi sibuk mencuri perhatian Mars. Selanjutnya, mereka tertuju pada Rainy.

Benar-benar indah. Rainy selalu memancarkan aura lembut dan membahagiakan, seperti ada efek tersendiri yang keluar dari sosoknya. Bukan hanya para siswi, para siswa pun sibuk menyanyah melihat adegan selintas antara Mars dan Rainy.

Aku hanya tersenyum, sembari memerhatikan Mars dengan tampang datarnya lagi setelah Rainy pergi keluar kantin. Pikiran Mars sejauh ini berputar pada pertandingan basket, janji temu keluarga besar, Snowy—hewan peliharaannya di rumah, dan tentang Rainy. Entah mengapa gadis itu seolah menjadi nomor satu dalam pikirannya.

***

Gaun putih yang kukenakan malam ini menambah kesan lembut pada penampilanku. Aku hanya berniat mencoba pakaian-pakaian lama yang sudah lama tersimpan rapi di lemari. Tetapi, ketika percobaan dengan gaun ini, tiba-tiba panggilan mendadak muncul dan dengan sedikit terburu-buru kulangkahkan kaki menuju tempat yang sudah disampaikan seseorang kepadaku dari seberang telepon.

"Hujan!"

Begitu teriak semua orang ketika aku sampai di alun-alun kota. Tidak, bukan karena mereka memanggilku ataupun meneriaki namaku karena kenal. Tetapi karena malam ini benar turun hujan. Sangat deras. Bajuku basah tak sempat mencari tempat teduh.

Tiba-tiba, semua menjadi senyap. Tidak ada pikiran yang kudengar, hanya suara rintik hujan yang jatuh dengan deras mengguyur bumi. Bahkan suara hiruk-pikuk alun-alun yang tadinya meriah, kini berganti hening.

Apakah di sini ada Mars?

Masih di tengah hujan dan berusaha menemukan tempat berteduh, mataku juga tak kalah cepat menemukan sosok Mars. Satu-satunya orang yang bisa membuat duniaku senyap.

Di ujung alun-alun kota, di bawah langit dengan tumpahan hujan, Mars berdiri menatap lurus ke arahku.

"Mars...," cicitku.

"Hujan...." Begitu lirihnya.

***
to be continued
***

Tentang Waktu #31DaysWritingChallengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang