Hari Kedelapan Belas

0 0 0
                                    

Jingga yang menenggelamkan lelah. Hidungku sengaja menyenguk dalam-dalam aroma hujan yang baru saja mereda. Warna-warna oranye bertebaran seperti lukisan abstrak nan indah di langit petang. Aku selalu saja menyukai menatap langit dengan hiasan burung-burung migrasi yang hendak pulang ke sarangnya.

Bumi sudah segar kembali karena tumpahan hujan yang menyiraminya. Pepohonan yang tadinya tertutup debu-debu halus kini sudah tampak lebih hijau dan cerah. Bukan hanya burung migrasi yang sibuk berputar di angkasa menuju rumahnya, beberapa serangga malam mulai berkeliaran dan mengeluarkan bunyi khas.

Aku tetap berfokus pada rerumputan yang membentang tak jauh dari tempatku berdiri. Di pinggirannya ada tumbuhan mawar yang kelopaknya masih terbuka segar, tampak enggan untuk menutup. Ayolah, aku ingin sekali memetiknya. Namun, bunga yang cantik tidak selalu harus dipetik bukan? Jikapun nanti aku memilikinya, mawar itu pasti akan mati dan layu, meskipun di tangkainya sendiri ia kemuadian akan menjadi layu juga pada waktunya.

Kuhentikan arah pikiranku tentang bunga mawar, kini aku harus mencari tahu apa alasan antara pertemuan dan apapun itu yang menghubungkan aku dengan Rainy dan aku dengan Mars. Aku benar-benar harus mencari tahu benang merahnya.

***

Rainy berjalan pelan menyusuri satu persatu bingkai yang terpajang di dinding rumahnya. Sepertinya ia pun tengah mencari tahu sesuatu. Tunggu, kenapa aku tiba-tiba bisa melihat Rainy dan aktivitasnya dalam imajinasi ku? Bahkan menembus pikirannya saja aku tidak bisa. Apa ini? Apa yang telah terjadi? Apa yang berubah sejauh ini?

Tiba-tiba bayangan Rainy menghilang. Digantikan dengan deretan mawar merah. Tunggu, itu bukan mawar dengan warna merah. Sepertinya itu mawar putih yang terkena bercak kemerahan. Apa itu? Noda darah?

Tiba-tiba pemandangan di depan mataku berganti lagi. Entah itu kilasan bayangan yang melintas di depan mataku atau otak dan imajinasiku yang bekerja. Kilasan-kilasan bayangan yang tidak kuketahui asalnya darimana itu terus berkelebat dan berganti dengan cepat di depan mataku. Kepalaku pusing. Segera kedua mataku menutup rapat, tak tahan dengan kilasan-kilasan yang tak kumengerti maksudnya. Aku sudah tidak sanggup. Menyerah.

***
to be continued
***

Tentang Waktu #31DaysWritingChallengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang