PULANG KAMPUNG

114 12 0
                                    

Aku bersyukur Chris baik-baik saja setelah insiden itu. Aku sangat merasa tidak enak karena telah menyebabkan semua kekacauan itu terjadi, jadi aku kembali ke apartemennya malam itu untuk meminta maaf sekaligus memastikan keadaannya.

Aku juga bersyukur hubungan persahabatanku dengan Alvin tidak bertambah buruk karena kejadian itu. Justeru sebaliknya mengalami sedikit kemajuan, meskipun belum sepenuhnya pulih seperti sedia kala setidaknya sudah ada interaksi yang lebih baik meskipun masih dalam lingkup pekerjaan. Aku menyadari masing-masing dari kami sedang menahan diri untuk tidak berinteraksi dalam hal urusan pribadi sementara waktu. Kami butuh waktu untuk memulihkan keadaan, melalui seluruh ujian persahabatan ini.

"Problems alert, they counting on us. Do you think we can work in pairs to fix that?"

Pesan dari Alvin masuk beberapa hari kemudian. Tepat saat aku baru saja keluar gedung apartemen sedang menunggu ojek online datang.

"Where exactly?"

"Surabaya."

"Sure."

Aku menyetujui tanpa bertanya lebih lanjut. Aku mengetahui permasalahan yang terjadi setengah jam kemudian saat sudah sampai di kantor. Rupanya salah satu kantor kami yang terletak di Surabaya mengalami kelumpuhan sistem yang menyebabkan pelayanan publik tidak berjalan sama sekali. Sudah menjadi tradisi 'terselubung' diantara kami para tim 'underground' ini bahwa ketika terjadi permasalahan di salah satu kantor cabang yang mengharuskan tim dari pusat datang, maka siapa saja yang berasal dari daerah tersebut yang akan ditugaskan kesana. Tentu saja ini bukan suatu keharusan, kita bisa menolak dan digantikan oleh orang lain. Alasannya sangat mulia kurasa, supaya bisa sekalian pulang ke kampung halaman. Kebetulan Alvin adalah arek Suroboyo, meskipun aku tidak yakin dia akan memanfaatkan kesempatan itu untuk pulang ke rumahnya. Entah sudah berapa lama dia tidak pernah pulang, dia sangat tertutup untuk urusan pribadinya jadi sangat sulit untuk mengetahui alasan di balik itu.

Setelah mengurus administrasi, akomodasi, penginapan dan lain sebagainya, akhirnya kami berangkat keesokan harinya. Ternyata permasalahan yang kami hadapi lebih berat dari pada yang diperkirakan. Kami harus memulainya lagi dari awal. Backup, restore, instalasi, konfigurasi dan hal lainnya. Waktu kami hanya tiga hari jadi kami harus bekerja ekstra agar bisa selesai dalam waktu sesingkat itu. Untungnya pekerjaan bisa diselesaikan dalam waktu dua hari dan seperti yang sudah kuduga sebelumnya, Alvin meminta untuk memajukan jadwal kepulangan kami kembali ke Jakarta. Dia hanya bilang bahwa tidak ada yang bisa dieksplore dari kota asalnya itu jadi aku menyetujui tanpa bertanya lebih lanjut meskipun aku tahu dia hanya beralasan saja.

"Lo emang bener-bener bisa diandalkan." katanya memecah keheningan saat kami sedang duduk di ruang tunggu di dalam Bandara.

"Hm?" aku menoleh ke arahnya. Aku sedang fokus dengan layar laptopku jadi aku tidak begitu jelas mendengar ucapannya. 

Dia menunjuk ke arah monitor laptopku dengan isyarat matanya.

"Oh," aku mengerjap. "Cuma meriksa beberapa kerjaan aja, biar tenang." aku membela diri lalu tersenyum. Aku paham maksudnya bahwa aku benar-benar bisa diandalkan bukanlah suatu pujian. What really mean is: You're a workacholic. Dan aku keberatan jika orang-orang menyebutku gila kerja. Aku hanya harus bekerja, lebih keras dari orang lain.

"Always working, everytime, everywhere."

See?

Aku tidak menanggapi, hanya tersenyum kecil tanpa mengalihkan pandanganku dari layar laptop. Alvin sudah paham betul kenapa aku mengambil banyak pekerjaan tambahan sebagai Freelancer di beberapa tempat. Aku butuh lebih banyak uang dari siapapun di dunia ini. 

AFTER HEARTBREAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang