"Aku nggak percaya Jane Eyre jatuh cinta pada Mr. Rochester sejak pandangan pertama."
Arghhh... dia mulai lagi dengan pendapatnya yang bertolak belakang dengan pendapatku.
"She did."
Aku mendengus, tidak peduli dengan pendapatnya dan melanjutkan membaca. Jane Eyre adalah novel klasik pertama yang kubaca dan aku langsung jatuh cinta. Mungkin sudah puluhan kali aku membacanya namun aku tidak pernah merasa bosan.
"Mungkin aja, jika Mr. Rochester sebagaimana digambarkan seperti di filemnya,"
Kepalaku reflek menoleh ke kanan. Aku tahu dia sedang membahas siapa.
"Kayaknya Michael Fassbender terlalu sempurna untuk memerankan tokoh Mr. Rochester." tambahnya.
Aku sudah menduganya. Kurasa dia tidak benar-benar ingin membahas tentang Jane Eyre, dia hanya senang memancing perdebatan dan membuatku kesal. Dia tahu sejak awal bahwa aku tergila-gila dengan filem adaptasi Jane Eyre versi Michael Fassbender dan Mia Wasikowska yang membuatku langsung mengidolakan sang pemain utama laki-lakinya hingga sekarang.
"Kamu pikir Jane Eyre mencintai Mr. Rochester karena fisiknya?" aku bertanya dengan nada sedikit jengkel.
"I don't think so." Jawabnya sambil mengangkat bahu. "Edward Fairfax Rochester itu kasar, dingin dan tertutup and also he was described as a past youth ugly man. Jangan lupa itu,"
Dia memandangku sambil menyeringai dan aku merasa pipiku memanas. Karena kesal. Aku menghembuskan napas dengan berlebihan. "Apa yang sebenarnya ingin kamu bicarakan, Mr. Michradj?" tanyaku dengan intonasi yang dibuat-buat.
Aku tidak menyangka dia malah tersenyum, membuatku semakin geregetan.
"Di dalam novelnya Mr. Rochester memanipulasi Jane Eyre, merayunya dan memanfaatkan kelemahannya yang nggak punya pengalaman apa-apa selain yang di dapatnya di Lowood School, melalui cerita-cerita sedihnya yang akhirnya membuat Jane Eyre merasa terenyuh."
"Are you saying that Jane Eyre was not in love with Mr. Rochester?"
"It's sympathy." jawabnya enteng dengan pandangan yang terfokus pada jalanan di depannya. Aku tahu dia hanya pura-pura saja terlihat fokus, aku bisa melihat seulas senyum di wajahnya karena berhasil membuatku kesal.
Sebenarnya aku tidak terima dengan pendapatnya dan bermaksud membalas. Namun karena dia sedang menyetir dan aku tidak ingin bertengkar hanya karena sebuah novel jadi aku memilih untuk diam saja.
"Aisyah Puteri Diana with nothing to say?"
Dia rupanya tidak tahan karena aku hanya diam saja selama beberapa saat setelah itu.
"You're not talking fool. Say nothing about it." Jawabku datar mengutip kalimat yang diucapkan oleh Mr. Rochester di salah satu plot cerita tanpa mengalihkan pandanganku dari buku.
"Well, mari kita bicarakan hal lain."
Awalnya aku tidak peduli karena masih kesal padanya tapi lima detik kemudian tiba-tiba aku punya ide cemerlang.
"Let's talking about you then."
"About what?" tanyanya dengan kening berkerut.
"The way you feel about me. I always wondering if it's a love at first sight or ..." Aku menggantungkan kalimatku menunggu reaksinya apakah seperti yang kuharapkan atau sebaliknya. Dan aku melihat dia mulai salah tingkah, itu yang kuharapkan.
"Kenapa kamu ingin tahu?"
Aku mendengar pertanyaan itu tapi aku tidak menjawabnya. Aku menatapnya dan berkata. "Katakan padaku."
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER HEARTBREAK
RomanceUmurku sebentar lagi 30 tahun, single. Ibuku, yang memang hidup in a society that marriage is every woman's expected path to success, tentu saja sudah mulai resah. Yes, orang yang paling sering menanyakan kapan nikah tidak lain dan tidak bukan adala...