MALAM PERTAMA

164 14 3
                                    

Aku tak berhenti tersenyum saat melihat berbagai tanda di apartemen Chris. Contohnya saja begitu masuk terdapat tanda yang bertuliskan 'Seven feet rules from this point!', lalu tanda bertuliskan 'Women this way! Men the other!'. Di ruangan lain terdapat tanda 'Line of demarcation right here' yang tertulis di lantai yang memisahkan antara zonaku dan zonanya. Kemudian ada lagi 'My zone, do not enter', lalu aku melongok ke zonanya dan geleng-geleng kepala saat membaca tulisan 'You're entering foreign airspace, you will be shot out of the sky' yang tertempel di pintu kamarnya. Aku terkekeh, kurasa dia sudah gila karena membuat apartemennya sendiri seperti medan perang.

Aku menjatuhkan tubuhku ke atas sofa di zonaku dan memandang sekeliling. Aku masih tidak percaya akan tinggal di sini sampai waktu yang belum ditentukan. Ngomong-omong sudah jam berapa sekarang? Aku mengangkat tangan kiriku melihat jam tangan. Ternyata sudah pukul sepuluh malam. Dan Chris belum pulang. Apakah aku sebaiknya mengubunginya dan bertanya jam berapa dia akan pulang? Gila, apa yang sebenarnya kupikirkan? Aku menggeleng-gelengkan kepala. Terserahlah.

Aku baru saja akan masuk ke kamar ketika mendengar telepon berdering. Aku ragu apakah harus dijawab atau tidak. Bagaimanapun ini apartemen Chris dan aku tidak bisa sembarangan menjawab telepon, jadi aku membiarkannya. Namun tiba-tiba satu suara terdengar dari sana. Rupanya dia mengaktifkan mesin penjawab otomatis.

"Kemana ponselmu? Kamu melupakannya lagi di suatu tempat?"

Reflek aku meraba saku piyamaku. Tidak ada.

Dengan cepat namun hati-hati, aku berjalan ke arah meja dimana telepon berada. Karena kalau tidak hati-hati aku bisa saja terjerembab ke area terlarang dan mengaktifkan misil luar angkasanya dan riwayatku akan tamat seketika, bukan?

"Maaf, kurasa ponselku tergeletak di kamar atau dimana entahlah, kenapa?" Tanyaku setelah menempelkan gagang telepon ke telinga.

"Apa yang sedang kamu lakukan?" bukannya menjawab pertanyaanku, dia malah balik bertanya. Seketika aku punya ide cemerlang.

"Taking a tour," jawabku santai. "Menggeledah seluruh ruangan, membongkar semua tempat penyimpanan yang ada di apartemenmu."

"Hei, kamu pastinya tahu kalau Jane sebelumnya tinggal di apartemenku, jadi kalau kamu menemukan sesuatu yang aneh sudah pasti itu bukan milikku."

Aku tersenyum tanpa kusadari. "Nggak perlu khawatir. Aku hanya menemukan beberapa kaset video usang, beberapa tabloid dewasa, album foto, beberapa pakaian wan-"

"Hei, hei, hei keluar dari areaku sekarang juga!"

Aku terkekeh puas karena berhasil membuatnya bereaksi sesuai yang kuharapkan. "Aku hanya bercanda," kataku akhirnya. "Jadi kamu menginap di kantor dan membiarkanku sendirian disini?" aku bertanya begitu saja sebelum aku menyadari apa yang kutanyakan.

"Tidak, tapi mungkin aku akan terlambat. Jadi sebaiknya kamu tidur sekarang. Tidak usah menungguku." katanya dengan percaya diri.

Aku menurunkan gagang telepon dari telinga dan menatapnya tidak percaya. Bagaimana mungkin.... oh come on siapa yang menunggunya.

"Hei? Diana, kamu masih disana?"

Aku tersentak lalu menempelkan kembali gagang telepon ke telinga. "Ya."

"Off to bed, now!"

Aku meletakkan gagang telepon kembali ke tempatnya dan melamun. Mataku lalu tertuju pada ruangan yang merupakan kamar tidurnya dan betanya-tanya ada apa di dalam sana. Namun sedetik kemudian aku mengerjap-erjapkan mataku menolak jalan pikiranku sendiri. Diana, privasi.

***

================================================================================

Line of demarcation right here 

You're entering foreign airspace, you will be shot out of the sky

-Plus One Movie-

AFTER HEARTBREAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang