29. Masalah

21 8 0
                                    

"Gue baru aja duduk Yan. Tiba tiba tuh kingkong datang"

Jisya mendengus keras, membuka bungkusan roti dengan kesal.

Gadis itu menggigit roti banyak banyak. Mengunyah sambil menatap Aryan tajam. 

Aryan yang ditatap tajam mendelik. Ikut menatap Jisya dengan mata membola. "APA APA HA" sahutnya sewot.

Sinbi menghela nafas kasar. Menabok kepala Aryan dan memukul pundak Kaslam pelan. "Lo" tunjuknya pada Kaslam. "Jangan diem aja lihat nih curut adu bacot"lanjutnya. Kemudian gadis itu berbalik pada Aryan membuat pemuda itu mengerjap ngerjap polos. "Lo!!! Dari mana Ha? Kenapa biarin Jisya sendiri he. Kan Lo dia lagi dalam kondisi gini malah dibiarin sendirian"

Aryan balas mendelik tak suka. Dengan raut ngambek pemuda itu berkata. "Jisya tuh. Gue bilangin juga apa. Ke kantin dulu, kena sia--"

"JIIISYAAAAA"

Empat pasang mata di dalam UKS itu langsung berbalik ke arah pintu. Mata Jisya dan Aryan langsung membola, melihat teman kelasnya-oh bukan semua teman kelasnya berada di sana.

Jisya mengerjap ngerjapkan mata tak percaya sedangkan Aryan sudah cengo dengan mulut terbuka.

"Jiiisyaaaaa gak apa apa kan?" Miya yang memang berada pada barisan paling depan langsung berlari masuk memeluk gadis cantik itu.

Yena dan Juyu dibelakang menyusul, bedanya Miya berlari sedangkan dua gadis ini berjalan pelan dengan wajah juga sama khawatirnya.

Kemudian rombongan sekelas itu memaksa masuk semuanya ke dalam ruangan kesehatan ini. Membuat UKS seketika pengap dan panas.

Namun, Jisya sama sekali tak terganggu. Gadis itu malah tersenyum dengan mata menyayu terharu.

Jisya berdehem, membersihkan tenggorokan yang seketika terasa kering. "Kalian..." Gumam gadis itu mengerjap, "Makasiiiihh banget" sambungnya sambil tersenyum sendiri.

•••
























Eno melangkah pelan menuju gerbang. Raut wajahnya datar terlihat kontraks dengan sebelum sebelumnya membuat orang orang sungkan tuk sekedar menyapa.

Pemuda ini memang bukan tipe seperti Aryan yang akrab pada semua orang. Bukan juga tipe seperti Cakra yang hanya bisa 'berkomunikasi' dengan teman kelasnya. Ia tipe orang yang santai, raut wajahnya memang tidak selalu menampilkan senyum lebar tetapi juga tidak yang datar sekali hingga membuat orang orang merasa terintimidasi.

Tapi kali ini, raut datar nan mengintimidasi itu terpampang jelas. Ia pendiam tetapi bukan berarti sombong atau menolak bersosialisasi. Namun jelas, kali ini ia sepertinya tak ingin diganggu. 

Eno menunduk menarik nafas dalam, kemudian menghembuskannya pelan. Ia mengerjap, mencoba menyadarkan pikirannya.

Jika diingat ingat. Ia yang langsung loncat dari kursinya menonjok dan mendorong pemuda itu sampai terjatuh, kilatan matanya bahkan terlihat berkilat marah. Plus suara dinginnya saat berbisik mengusir pemuda tadi.

"Aish" Eno mengerang kecil, mengacak rambut frustasi lalu mengusap wajah kasar.

Kenapa ia ikut campur? Mengapa emosinya tiba tiba tersulut hanya karena Jisya direndahkan seperti itu? Di mana gadis itu setelah masalah ini? Sejak kapan ia peduli dengan gadis itu? Memangnya siapa Jisya baginya? Bagaimana jika teman kelas lainnya yang direndahkan, memangnya ia akan turun tangan juga seperti tadi?

Aish. 5W 1H sialan.

Kan Eno jadi kepikiran lagi.

•••






















Helaan nafas tak berhenti keluar dari bibirnya. Jika dilihat ia memang pelaku. Tapi setelah melihat tampilannya yang tak kalah frustasi dengan korban, mungkin akan membuatmu meragu jika ia benar adalah pelaku.

Tetapi memang benar. Ia memang pelaku. Dan pemuda ini tak ingin selalu dicap seperti itu.

Makanya, dengan niatan penuh. Ia berjalan menuju gedung MIPA, menaiki tangga dan berjalan masuk ke kelas dengan papan nama 11 MIPA 1.

Tetapi ia tak pernah menyangka, jika ajang minta maafnya langsung berubah dengan ajang penyerangannya pada gadis itu untuk kali kedua.

Ia hanya ingin meminta maaf. Berbaikan dan mengubah kesalahan.

Sesusah itu?


"Ar..."

Panggilan itu membuat pemuda bernama Arga ini berbalik. Meletakkan botol soda di meja reyot depannya. Ia beranjak, berjalan mendekat pada gadis yang memanggilnya.

"Udah La. Kita berhenti sampe disini ya?" Kata Arga dengan lembut, membujuk.

Gadis yang dipanggilnya dengan sebutan 'La' itu menyentak kasar. Deru nafasnya tak beraturan, "Gue gak bakalan biarin hak gue direbut Ar. Gak bakalan. Dan gue bukan tipe orang yang melakukan ini hanya untuk mengembalikan keinginan gue. Tetapi juga untuk membuat mereka merasakan akibat mencuri sesuatu yang bukan miliknya"

Arga menghela nafas keras. Menajamkan pandangannya ia berkata dengan nada dingin dan ditekan. "Berhenti kekanak-kanakan Lami. Berhenti"





 Berhenti"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


•••

MarigoldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang