Kebencian akan membawamu pada kasih sayang.
Ryouta adalah seorang cowok yang sangat ceria dan berambisi. Dia suka sekali mengusik ketenangan Akane. Itu dilakukannya semata-mata ada maksudnya.
Yuk, ikutin kelanjutan ceritannya :')
Ternyata Ryota membawaku kesini. Baiklah. Lumayan juga. Aku sedikit tidak keberatan dengan datang kesini. Kurasa, aku juga membutuhkan sedikit refreshing. Kebun binatang bukan pilihan yang buruk.
Aku berjongkok untuk mengikat tali sepatu kananku yang lepas. Belum selesai mengikatnya, tiba-tiba ada tangan dengan cepat meralat tanganku dan mengambil alih mengikat tali sepatuku. Jujur. Aku sedikit terkejut tapi tidak menolak.
Aku berdiri dan membiarkannya mengikatkan tali sepatuku. Ya itu memang sudah tugasnya sebagai cowok yang sedang berkencan :')). Tak lama kemudian Ryouta pun berdiri dan mengulurkan tangannya padaku.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Tanpa sadar, aku menyambut uluran tangannya dengan wajah datar tanpa senyum. Ia menarikku mengikuti langkahnya yang santai memasuki kebun binatang. Kami berpegangan tangan sepanjang jalan. Dan parahnya, aku tidak sadar woi. Entah siapa yang sedang mengambil alih tubuhku. Sial. Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Seakan aku sedang dihipnotis oleh pria ini.
"Kau suka hewan?" Tanya Ryouta membuka percakapan.
"Tidak juga." Jawabku malas.
"Okey. Aku suka banyak hewan. Apa ada hewan yang kau suka?"
Aku hanya diam seraya menatapnya.
"Baiklah. Aku bisa menebak hewan apa yang kau sukai?"
"Terserah."
"Ikou (ayo)" Ia menarikku menuju suatu kandang hewan.
Kandang kelinci.
Hei, apa ini? Kalau mau lihat kelinci, kenapa harus jauh-jauh datang kesini? Di tetangga juga ada kali.
Aku diam menatap kelinci-kelinci yang berkeliaran didalam kandang. Lelaki ini benar-benar sulit ditebak.
"Aku tau kau menyukai kelinci. Iya kan Akane?" Tanya Ryouta seraya menatapku.
Aku menoleh padanya lalu menatapnya tak percaya. Darimana dia mendapatkan hal konyol ini.
"Apa kau pernah dengar kalau aku menyukai kelinci?" Balasku dengan pertanyaan.
Ryouta menggeleng.
"Aku memang tidak pernah dengar kalau kau suka kelinci." Timpalnya.
Lantas???
"Tapi aku pernah melihatmu." Lanjutnya cepat.
"Lihat apa?"
"Aku lihat sepulang sekolah, kau memberi makan kelinci dijalan. Dan saat itu kau tersenyum. Jadi aku berfikir kalau kau menyukai kelinci. Mungkin." Jelasnya.
Aku menghembuskan nafas berat. Mencoba untuk mengerti ucapannya. Sejak kapan aku tersenyum hanya karena memberi makan kelinci?? Tidak masuk akal.
Tapi, tunggu. Sepulang sekolah? Kapan? Memang pernah?
"Kau jangan mengarang cerita. Kapan aku pernah memberi makan kelinci." Balasku lalu kembali menatap kelinci-kelinci itu.
"Hari pertama masuk SMA." Jawabnya.
Aku spontan menoleh ke arahnya.
"Oi! Apa kau stalker?" Tanyaku cepat. Aku bahkan tidak mengingat apapun. Apalagi hal kecil seperti itu.
"Pasti kau tidak ingat dan menganggap itu hal kecil. Tapi tidak denganku. Aku tertarik dengan apapun yang menyangkut dirimu." Jawabnya seraya menatap kedua mataku.
Wah!
Dia benar-benar seorang penguntit. Selain itu, dia juga membaca pikiranku. Tidak! Dia hanya hoki bisa berkata tepat dengan apa yang kupikirkan.
"Huft," Ryouta menghela nafas berat lalu beralih menatap kelinci :'D
"Padahal aku berharap kau bisa tersenyum dengan melihat kelinci." Keluhnya.
"Lagian, mana bisa kau menyimpulkan kalau aku suka kelinci hanya dengan mengandalkan ingatan satu tahun lalu? Dasar bodoh."
"Aku yakin kau tersenyum saat itu."
"Lalu kenapa kalau aku tersenyum? Aku tersenyum bukan berarti aku menyukainya."
"Senyum hanya akan muncul disaat kita menyukai sesuatu. Memangnya ada ya orang senyum-senyum sendiri tanpa sebab?"
"Orang gila saja kalau senyum ada sebabnya." Lanjutnya.
"Oh yaa?" Aku menaikkan sebelah alisku.
"Karena mereka sudah hilang kewarasannya. Jadi gila itulah alasan mereka tersenyum :'D"
Aku terkekeh.
"Tapi, mereka tidak tau apa yang mereka hadapi itu sesuatu yang harus membuat mereka tersenyum atau tidak. Karena, dalam memori terakhir mereka, mereka hanya mengingat sesuatu yang membuat mereka bahagia." Lanjut Ryouta.
Aku diam menatapnya. Sementara Ryouta tetap menatap para kelinci-kelinci yang asik berlarian dan makan.
Memang benar.
Saat itu, aku tersenyum melihat kelinci itu makan dengan lahap wortel yang kuberikan. Tapi bukan berati aku menyukai kelinci. Hanya saja, aku baru pertama kali memberi makan hewan. Dan bagusnya, kelinci itu tidak menggigitku.
Aku berfikir bahwa memberi makan hewan adalah hal yang buruk mengingat bahwa dulu ayahku pernah terluka saat mencoba memberi makan salah satu hewan di kebun binatang. Aku lupa hewan apa itu. Aku masih terlalu kecil untuk mengingatnya.
Yang ku ingat dengan jelas adalah bahwa Ayahku sangat kesakitan saat itu. Semenjak itu, aku tidak pernah ke kebun binatang dan tidak pernah mau untuk memberi mereka makan. Aku menganggap bahwa semua hewan sama.
Ternyata kelinci yang kuberi makan dijalanan setelah pulang sekolah setahun lalu berbeda. Mungkin aku yang terlalu parno. Itu sebabnya aku tersenyum.
"Kalau begitu, mau mencoba memberi mereka makan?" Ajak Ryouta.
Sekali lagi dia seperti bisa membaca pikiranku.
Aku mengangguk.
Kami memberi makan kelinci-kelinci itu dengan makanan yang sudah disediakan oleh pawangnya :'D
Kami mengunjungi banyak hewan. Jerapah, gajah, panda, bahkan harimau. Kami juga menonton pertunjukan lumba-lumba yang kebetulan hari ini diadakan. Kami bahkan mendapatkan kesempatan untuk menyentuh lumba-lumba itu.
Kebun binatang ternyata seru juga. Aku rasa, aku lumayan banyak tersenyum selama di kebun binatang. Bersama Ryouta, ternyata bukan hal yang buruk.
Hari ini, aku tidak merasa terganggu oleh kehadirannya seperti hari-hari biasanya. Entah sejak kapan, pandanganku mulai berbeda terhadap lelaki ini.
***
Akhirnya up chapter lagi nii setelah hiatus sekian lama, hehe😁 Maafkan jiwa kemageran author yaa :'v
Btw, apa definisi tersenyum menurut kalian? Apa penyebab kita bisa tersenyum? Silahkan kemukakan pendapat kalian guys :')