·˚✎ 19'

913 195 9
                                    


𝐇𝐚𝐬𝐧𝐚 𝐌𝐮𝐭𝐢𝐚 . 𝐋𝐚𝐢𝐥𝐲 𝐒

0:03 ──⊙──────── 4:03
 ↻  ◁  II  ▷    

   • 

♡   : ·  •

Jangan lupa tinggalkan jejak,berupa vote dan Komen, next chap bakal fast up. Kalo komennya rame ^^❞

Happy Reading 🌿

Yusuf masuk ke dalam kamar yang sudah dari kemarin ia tempati. Namun, pandangannya begitu tak percaya saat kamar itu telah penuh dengan keluarganya yg lain. Sofa di samping pintu kamarnya pun sudah di tempati oleh ayahnya.

Dengan sedikit bersungut, ia kembali menutup pintu kamarnya. Berjalan pelan ke arah ruang tamu. Mungkin dia bisa rebahan di kursi pojok berbahan kayu jati di sana. Gagal, Amar sudah menempatinya.

Sebenarnya ada tiga kamar lainnya yang bisa ia datangi. Kamar keluarga Amar, kamar orang tua Hasna yang juga berbagi dengan eyangnya, dan satu lagi kamar Hasna. Haruskah ia ke sana? Bukankah Yusuf sekarang adalah orang yang sudah halal untuknya?

Yusuf menggeleng-gelengkan kepalanya. Mencoba membuang pikiran itu dari sana. Mana mungkin ia bisa berfikir untuk sekamar dengan Hasna, sedangkan dia sendiri yang menyatakan bahwa dia menikahi Hasna hanya untuk membantunya di pesantren.

Gila ..., batinnya sambil menepuk kepalanya.

Ia berbalik ke arah dapur. Satu-satunya ruangan yang bisa dia tempati hanya di sana. Mungkin jika ia mengatur kursi-kursi dari meja makan, bisa menjadi tempat untuk merebahkan tubuhnya sejenak.

Langkahnya terhenti saat ia melihat gadis tanpa hijab berdiri di depannya, ia tengah menuang air ke dalam gelas.

Hasna?

Hatinya mengucap nama itu dengan kalimat tasbih. Hasna ternyata tampak lebih cantik tanpa memakai hijab. Mendadak degup jantungnya keluar dari nada. Mengeras dengan durasi yang sedikit lebih cepat dari biasanya.

Seperti ada yang memperhatikan, Hasna mengangkat wajahnya ke bingkai pintu. Seperti tak peduli akan kehadiran Yusuf, Hasna langsung menenggak air di tangannya hingga habis. Ia terpaksa ke dapur saat tenggorokannya terasa haus karena menangis.

Seharusnya tadi dia ke dapur, tapi karena mendengar obrolan Yusuf dan Amar, ia malah berlari ke kamarnya. Menumpahkan segala kekesalan dan kesedihannya di sana. Beruntung suasana rumah sudah mulai gelap, jadi dia tidak perlu mengendap-ngendap pergi ke dapur karena kondisi matanya yang sudah berkantung.

Yusuf masih berdiri di sana, menatap Hasna. Hasna pun masih mengabaikannya dengan kembali menuang air ke dalam gelasnya yg sudah kosong. Ia bergegas pergi setelah gelasnya penuh, melewati Yusuf tanpa menyapa.

Yusuf menutup matanya, menghirup aroma parfum yang tersisa dari kelebat Hasna di sampingnya. Nafasnya tertahan sejenak, lalu terhempas pelan beberapa detik berikutnya. Alisnya sedikit terangkat dengan sikap Hasna kali ini. Kenapa Hasna mengabaikannya?

Ia berbalik menatap punggung Hasna yang terus melangkah menuju kamarnya. Ada rasa aneh saat mendapat perlakuan tak acuh Hasna kali ini. Ingin sekali Yusuf menyusulnya lalu bertanya ada apa. Apa mungkin dia sudah melakukan kesalahan padanya hari ini? Ia bahkan mencoba mengingat-ngingat kesalahan apa yang sudah dia perbuat pada Hasna seharian ini.

Ragu, Yusuf langkahkan kakinya ke meja makan. Menata satu persatu kursi dengan pelan. Tapi tetap saja, bunyi decit itu sesekali terdengar.

Setelah di rasa cukup untuk tubuhnya. Yusuf pun siap mengambil posisi untuk rebah. Namun, belum sempat ia merebahkan tubuhnya, sebuah suara mengejutkannya.

Rahasia [REPUBLISH ; SUDAH DI TERBITKAN] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang