·˚✎ 7'

981 197 2
                                    

𝐀𝐝𝐢𝐭𝐲𝐚 . 𝐍𝐋

0:03 ──⊙──────── 4:03
 ↻  ◁  II  ▷    

   • 

♡   : ·  •

Awas, jangan senyum senyum sendiri.  Jangan lupa Klik bintang pojok kiri sebelum membaca.❞

Happy Reading 🌿

Salma sudah bangun, ia merengek minta minum. Yusuf menghentikan mobilnya di sebuah depot sederhana, pinggir jalan. Hasna hanya bisa pasrah mengikuti langkah Yusuf yang masuk ke dalam depot dengan menggandeng tangan Salma.

"Bu, nasi pecelnya, dua ya!" pintanya pada wanita paruh baya berbadan gempal yang tengah sibuk mengaduk bumbu pecel.

"Oke Mas!" jawab ibu itu mengejutkan Hasna.

"Oya, minumnya apa Mas?"

"Es teh manis saja, tiga!"

Yusuf menggandeng tangan Salma kembali, keluar dari depot. Ia menuju sebuah lincak yang ada di samping depot. Tepat di bawah pohon mangga beranting lebat, lengkap dengan daun dan buahnya.

Depot itu memang tidak terlalu besar, untuk ukuran sebuah depot. Tapi, karena letak depot itu berada di tengah-tengah halaman yang luasnya melebihi besar depot tiga kali lipatnya, dijadikanlah gazebo-gazebo kecil yang berjejer di sampingnya sebagai tempat untuk peristirahatan para supir atau orang-orang yang kelelahan dalam perjalanan.

Tempat yang dipilih oleh Yusuf saat ini adalah, satu-satunya tempat dari bambu berbentuk persegi panjang. Diantara sekian banyak gazebo di sampingnya, hanya lincak itu yang berada di bawah pohon, menjadikan ranting dan daun dari pohon mangga sebagai atapnya. Sejuk dan rindang.

Mungkin, jika malam hari, suasananya sudah takkan seindah ini. Karena Hasna hanya melihat satu buah lampu neon yang kabelnya dililitkan pada salah satu ranting yang tumbuh lebih rendah dibanding lainnya. Neon yang Hasna perkirakan tidak berwarna putih, melainkan warna kuning yang biasa digunakan di pesantrennya sebagai lampu tidur tiap asrama.

Hasna memutar-mutar kepalanya, menikmati pemandangan yang ada di sekitarnya. Beruntung saat itu tidak ada truk-truk besar yang parkir di sisi jalan, hingga deretan bukit-bukit indah di seberang jalan masih bisa dinikmatinya. Matanya melirik ke arah Yusuf yang sibuk dengan gawainya. Iseng, ia kembali mengarahkan lensa kamera ponselnya ke arah Yusuf. Berusaha mengambil gambar Yusuf dengan berpura-pura mengambil gambar pemandangan di depannya.

"Jangan aneh-aneh!" Yusuf berucap tanpa menoleh ke arah Hasna yang sudah siap menekan tombol take. Matanya langsung terbelalak, tak percaya Yusuf akan menyadari perbuatannya.

Antara malu dan kesal, ia mengalihkan arah kameranya ke tempat lain.

"Ge-er banget!" umpatnya.

"Mbak Hasna, kenapa gak jadi ambil foto Kak Yusufnya?"

Oow, ia lupa Salma yang tengah berdiri di belakangnya. Jelas ia akan tahu apa yang sebenarnya ingin Hasna lakukan. Hasna melirik ke arah Yusuf yang tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, tanpa melepaskan pandangan dari gawainya. Meski begitu, tetap saja tak mengubah warna wajah Hasna yang mulai memerah karena malu.

"Idih, siapa yang mau ambil gambar Kak Yusuf? tadi Mbak Hasna mau ambil gambar pemandangan di sana!"

Hasna masih berusaha mengelak. Berharap, rasa malunya tak terlalu besar di hadapan Yusuf.

Rahasia [REPUBLISH ; SUDAH DI TERBITKAN] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang