👑👑👑👑👑Bekerja, bekerja dan bekerja, itulah kata yang tak akan pernah bisa dipisahkan dari sosok gevin.
Pria berumur itu lebih sering menyibukan dirinya dengan setumpuk kertas putih dari pada memberikan waktu untuk sang putri.
Sudah lima tahun setelah kejadian itu namun gevin sama sekali tak ingin membuka dirinya kepada wanita lain.
Dimata gevin, wanita-wanita yang mendekati nya hanya untuk mencari keuntungan.
Selain gevin tampan dia juga kaya, mau tak mau puluhan wanita rela mengantri hanya untuk mendapatkan simpatik nya.
Lelah memang, namun selagi itu tak mengganggu privasi gevin dan keluarga, ia akan terus membodo amatkan.
Seperti saat ini, mobil sport keluaran terbaru yang ia gunakan sudah banyak digerubungi oleh wanita-wanita hanya untuk sekedar menumpang foto saja.
"Permisi apa kalian sudah selesai berfoto nya??" tanya asisten kepercayaan gevin.
Kalau kalian kira itu adalah kris maka kalian salah besar, kris dan gevin memang kembali menjalin hubungan pertemanan, namun tidak sedekat dulu.
Gevin membiarkan kris terbebas dari dirinya karna yang gevin inginkan adalah ketenangan, sedangkan saat melihat kris maka ia akan kembali masa lalu yang sudah terlalu lama ia kubur.
Gerombolan wanita-wanita itu bergeser, mendengus lalu memekik girang saat melihat ada siapa di depan mereka.
Asisten gevin yang seakan mengerti suasana pun langsung membuka pintu mobil penumpang, lalu menutupnya setelah si dingin gevin masuk.
👑👑👑👑
Mobil yang gevin tumpangi berhenti di depan sebuah rumah megah nan mewah, rumah yang sudah tiga tahun ini menyelamatkannya dari terjangan sinar matahari, lebat nya hujan dan terpaan angin.
Pria itu keluar dengan gagahnya, mengijak satu demi persatu lantai teras yang terbuat dari batu alam, pintu terbuka dengan sensor dan dengan leluasa gevin masuk.
Sunyi, sepi dan senyap hanya ada pelayan yang berlalu lalang dan entah dimana putri kecilnya berada.
Gevin tak menghiraukan suasana, ia mendekati tangga hendak naik,namun di ulurkan saat indra pendengaran nya merekam suara-suara bising dari dapur.
Ia melangka mendekat, berdiri di depan pintu dapur memperhatikan kumpulan para pelayan yang sedang membantu gadis kecil.
"Bibi ini terlalu pedas, papa tidak suka"
"Ini asin sekali, tambahkan air"
"Bibi apakah papa akan pulang??"
"Diera sangat merindukan papa, beberapa tahun ini papa menjauhi Die, apa Die punya salah??"
Para pelayan menghentikan kegiatannya, menatap sendu ke arah gadis kecil yang sedang memainkan tepung di tangannya.
Mereka cukup tau dan sadar apa yang selama ini dirasakan nona kecilnya ini, tapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa, mereka hanya seorang pelayan ingat.
Pelayan yang paling tua mendekat, mengelus bahu gadis kecil itu lalu memeluknya.
"Papa non Die pasti pulang kok"
Diera mengangguk, selalu kalimat itu yang ia dapatkan.
"Diera" suara khas itu menyeruak.
Para pelayan mundur dari tempatnya setelah melihat siapa yang mendekat, sedangkan diera ia lebih memilih menunduk, ia takut dengan gevin.
"Diera"
Gevin berdiri di hadapan putrinya, menatap lekat tubuh kecil dibawahnya.
"Apa yang kau ucapkan tadi??" tanya gevin
Diera diam, ia benar-benar takut.
"Diera!!!'
"Maaf papa" ungkap diera lalu berlari, menaiki tangga dan masuk kedalam kamar bernuansa pink.
Jantungagevin berdetak tak menentu, air mata yang jatuh dari mata mungil putrinya berhasil membuat gevin merasakan sakit.
Ini lebih sakit dari pada saat ia mengetahui siapa zila sebenarnya, gevin sadar jika diera adalah peninggalan terakhir zila dan ia sudah berjanji dari awal tidak akan pernah menyakiti putrinya.
"Maaf tuan, tapi sepertinya nona diera sangat merindukan ayahnya, beberapa hari yang lalu saya memergoki nona menangis dengan sebuah foto ditangannya, itu foto nona zila tuan, nona diera sedang merindukan kedua orang tuanya"
Gevin diam mendengarkan, setelah dirasa nafasnya teratur ia pergi meninggalkan dapur, melangkah menapaki satu demi satu anak tangga dan berhenti di depan pintu kayu berwarna biru laut.
Dibukanya pintu tersebut secara perlahan.
Tubuhnya membuku, matanya memanas, ia kembali menyakiti putrinya lagi.
"Mama die mau ikut mama, die kangen sama mama hiks"
Gevin mendekati kasur, berdiri di hadapan diera yang sedang menatap haru sebuah figura foto.
"Diera lihat papa"
Diera diam, ia sedang berusaha mati-matian untuk menahan air matanya karna ia tau jika gevin tak menyukai suara tangis apalagi air mata.
"Maafin papa die" ungkap gevin lalu memeluk putri kecil nya erat.
"Maafin papa, papa uda gak pernah ngajakin diera main-main lagi, papa sibuk bahkan papa sampai lupa dengan ulang tahunmu kemarin, maafin papa, papa orang yang jahat kan" diera menggeleng.
Tangan mungil nya menghapus air mata sang papa dengan lembut lalu mencium pipi mulus gevin.
"Die gak marah sama papa, die cuman kangen sama mama, die mau mama sama kita papa die hiks"
"Maaf sayang"
Bagaimana part ini?? Aku mau nginfo in sesuatu, tapi nanti-nanti deh ya hahahah.
Happy enjoy temen-temen.
Medan, 20.12.20