17. SIAPA PELAKUNYA?

769 156 43
                                    

"Gue kan penasaran. Kali aja pelakunya orang dalam. Orang terdekatnya Gibran, gitu."

- I AM SORRY, PRESMA -

Selamat membaca ❤❤

Ara beserta ketiga temannya sedang makan di kantin kampus. Hari ini gadis itu tidak makan bersama Gibran, karena Gibran ada urusan dengan Rafkan dan Fatih. Satu mangkok bakso dengan asap yang masih mengebul sudah tersaji di hadapan Ara. Bakso kesukaan Ara, bakso Mang Ocid.

Baru saja Ara akan menyuap bakso, tindakannya terhenti karena pertanyaan Rossie. "Tumben, Ra, enggak makan bareng sama Gibran. Cowok lo lagi sibuk?" Rossie mengaduk nasi goreng miliknya.

"Iya, Gibran lagi ada urusan," jawab Ara. Gadis itu kembali akan menyuapkan bakso, tetapi lagi-lagi terhenti. "Ra, pipi lo kenapa?" tanya Dinnar merasa ada yang janggal.

Ara yang mendengar pertanyaan Dinnar seketika mematung. Ara baru ingat. Dia belum menceritakan apa pun kepada teman-temannya perihal penculikan. "Kenapa apanya? Enggak kenapa-kenapa, kok." Ara berkata, berusaha menutup-nutupi.

"Agak memar gitu, enggak sih?" Dinnar menatap Rossie dan Angela. Hal itu sontak membuat keduanya memperhatikan pipi Ara.

"Iya, Ra. Pipi sama rahang lo, kok kayak memar gitu sih?" tanya Angela.

"Wait, wait. Jangan bilang, si Gibran KDHP?" Rossie bertanya syok.

"KDHP apa?" tanya Ara balik.

"Kekerasan dalam hubungan pacaran," jelas Rossie.

Ara yang mendengar perkataan Rossie hanya menggelengkan kepala. Gadis itu lanjut menyantap bakso yang sudah disuap berkali-kali, tetapi gagal.

"Ra, kok malah makan sih? Jawab dulu dong," sebal Rossie.

"Enggak, Ros. Gibran kan sayang banget sama aku, jadi enggak mungkin menyakiti aku," jawab Ara.

"Terus itu kenapa?" tanya Dinnar sambil menunjuk pipi Ara.

"Enggak kenapa-kenapa. Udah, fokus makan aja. Nanti keburu masuk mata kuliah selanjutnya, lho." Ara memperingati.

"Oke, kalau ada apa-apa cerita sama kita, Ra," ujar Dinnar.

"Iya," jawab Ara.

***

"Gila kali, Gibran! Bisa-bisanya dia nuduh kita menyakiti Ara, cuma karena kita kalah dalam Pemira." Rafkan menggerutu sambil berjalan di lorong fakultas informatika dan komputer.

"Udah, Raf, nanti ada yang dengar, malah makin ribet urusannya," timpal Fatih mengingatkan.

"Gue enggak nyangka aja. Ceweknya yang luka, malah kita yang disalahkan. Salah si Gibrannya aja yang enggak bisa menjaga Ara," sungut Rafkan.

"Raf, kalau misalnya yang diucapkan Gibran itu benar, kira-kira siapa yang udah nyulik Ara?" tanya Fatih.

Pertanyaan Fatih membuat Rafkan menghentikan langkahnya. Laki-laki itu menatap Fatih dengan serius. "Kenapa? Kok lo lihat gue kayak gitu?" tanya Fatih merasa heran dengan tatapan Rafkan.

"Lo pengin tahu siapa pelakunya?" tanya Rafkan.

"Ya, enggak juga sih. Gue cuma penasaran aja. Orang itu enggak suka sama Gibran sampai segitunya, pakai acara nyulik Ara segala. Kasihan kan cewek enggak tahu apa-apa malah kena sasaran," jelas Fatih.

"Kalau lo penasaran, itu sama aja lo pengin tahu siapa pelakunya!" seru Rafkan. Laki-laki itu sekarang sudah kembali melanjutkan langkah.

"Apa kita nyari tahu juga, siapa yang udah nyulik Ara?" Fatih memberi usulan. "Cuma tanpa sepengetahuan Gibran," lanjutnya.

I AM SORRY, PRESMA [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang