22. BERTENGKAR

832 131 71
                                    

"Tega kamu, Ra. Kamu suruh aku pilih antara jabatan atau kamu? Menjadi presma adalah impian aku, Ra. Aku enggak akan melepaskan itu, tetapi kamu juga penting buat aku. Satu hal yang perlu kamu tahu. Kalau kamu kasih pilihan tersebut, aku akan lebih memilih jabatan. Di sana ada kepercayaan dari anak-anak satu kampus."

- I AM SORRY, PRESMA -

Selamat membaca ❤❤

"Astaga, berarti gue lupa, Gib," alibi Ilham.

Gibran menghela napas kasar. "Lo beneran lupa? Coba deh lo ingat-ingat lagi." Gibran meminta.

"Serius, Gib. Kalau gue ingat, gue pasti udah bawa lo ke sana. Lo lihat sendiri 'kan? Kita malah berakhir di sini," kata Ilham sambil mengacak rambutnya. Laki-laki itu berpura-pura frustasi.

"Terus perjalanan kita sia-sia gitu? Swalayan ini bukan lokasi penculikan, Ara. Walau kita kelilingi, enggak akan ada bukti apa pun," ujar Gibran.

"Ya, mau gimana lagi. Hari juga udah sore. Udah mulai gelap. Lebih baik kita pulang." Ilham memberi saran.

"Yaudah, kita pulang aja. Nanti lo antar gue ke rumah Ara, ya. Gue mau ketemu Ara dulu," ucap Gibran.

Buat apa Gibran ketemu sama Ara? batin Ilham.

"Lo enggak langsung pulang aja, Gib? Lo juga butuh istirahat. Ingat, besok kita udah disibukkan sama persiapan HUT universitas lagi."

"Hari ini gue belum ketemu Ara sama sekali, Ham. Gue takut dia marah. Apalagi gue udah nolak ajakan dia dua kali. Perasaan gue enggak enak soalnya," jelas Gibran.

Bagus deh kalau Gibran berantem sama Ara. Gue jadi punya celah buat mendekati Ara. Semoga aja pirasat Gibran benar, pikir Ilham.

"Yaudah kalau gitu. Gue antar lo ke rumah Ara." Ilham memutuskan. Laki-laki itu mulai mengendarai mobilnya meninggal swalayan yang sudah tidak terpakai.

***

Gibran sudah sampai di rumah Ara. Ia segera menekan bel. Tidak lama kemudian, Ara telah ada di hadapan Gibran untuk membuka pintu rumah.

"Hai, My Sweet Rabbit. Kita baru ketemu, ya." Gibran menyapa dengan senyum di bibirnya.

"Ya. Kamu kan sibuk. Jadi, kita enggak bisa ketemu meski satu kampus. Buat apa kamu ke sini?" Nada suara gadis itu datar, tidak seperti biasanya.

Gibran menelan ludah mendengar ucapan Ara. "Maaf, Ra. Sekarang aku udah enggak sibuk, kok. Makanya aku ada di sini. Aku boleh masuk?"

Ara mengizinkan Gibran masuk. Gadis itu menggeser tubuhnya dan membuka pintu rumah lebih lebar.

"Kamu tadi pulang bareng siapa?" tanya Gibran sambil duduk di sofa ruang tamu milik keluarga Ara.

"Sama Rossie," jawab Ara. Gadis itu memilih duduk di sofa yang berbeda dengan Gibran.

"Kenapa enggak bareng Bang Reynard? Kamu kan berangkat bareng Bang Rey?" tanya Gibran.

"Bang Rey sibuk. Ada urusan sama anak-anak DPM." Ara merengut kesal.

"Ra, kok kamu enggak duduk di samping aku? Kamu enggak kangen sama aku?"

Ara memutar bola matanya malas. "Memangnya kamu kangen sama aku?" tanya Ara balik.

"Kangen dong, Ra. Kalau enggak kangen, enggak mungkin aku di sini," jawab Gibran.

"Oh, jadi sekarang gitu. Ke sini kalau kamu lagi kangen aja. Kalau enggak kangen, kamu enggak ke sini. Padahal dulu hampir setiap hari lho kamu menemani aku," sindir Ara.

I AM SORRY, PRESMA [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang