Part 8 : Armaya

35 6 0
                                    

Tumpukan berkas dan tugas mahasiswa akhirnya usai ku selesaikan. 3 hari setelah kejadian di culik waktu itu, sekarang pun sudah tiba saatnya pingitan. Jadi mau nggak mau aku harus diem di rumah. Paling kalo ada mahasiswa mau konsul baru aku turun.

Rumah ku dihias sebegitu menariknya dengan berbagai jenis bunga. Apalagi kamar ku paling parah sampai rasa tidur di kuburan. Padahal nikah masih lusa, banyak sekali juga upacaranya. Ingin rasanya aku salto udara dan pergi dari rentetan acara ngga ada habisnya.

Putri, Anita dan Grace juga datang kali ini. "Ish cantiknya kayak Dewi turun dari kahyangan,"ucap Putri. "Kayangan mbahmu, orang kayak ketiban baju setengah kilo gini kalian bilang turun dari kayangan,"ucapku.
"Ya nggak gitu Yan. Please ngerti lah maksudku,"ucap Grace.

"Terserah kalian. Oiya aku ketemu dengan Divyan kemarin waktu di Lamongan,"ucapku santai namun menimbulkan reaksi berlebihan. "Ngapain dia,"tanya Anita dengan wajah sangar mirip ibu-ibu kompleks. "Mau aku ikhlaskan Chandra. Ya ku bilang Monggo. Mau santet ya monggo mau hancurkan ya silahkan,"ucapku.

"Yan kamu rela gitu Chandra buat Divyan. Ini selamanya Yan konteksnya. Se-la-ma-nya Yan,"ucap Putri. "Iya. Lagian ngga mati juga gara-gara ngga jadi nikah dengan nya,"ucapku. "Ish gila se dingin ini kah kamu Yan sekarang,"tanya Grace menggelengkan kepala nya.

"Bukan aku yang mau tapi keadaan yang memaksa. Dan ya kebodohan ku waktu itu mudah sekali membuka hati,"ucapku menatap lurus cermin. "Bukan kamu yang salah tapi dia Yan,"ucap Anita. "Nggak salah juga Nit. Chandra butuh yang merawat bukan yang menyiram asam sulfat,"ucapku.

"Permisi,"

"Mau apa kamu ke sini,"tanya Putri. "Jangan Put. Biarkan masuk,"ucap ku dingin enggan melihatnya. "Yan aku bukan maksud buat minta ikhlaskan Chandra. Aku juga sudah punya laki-laki lain. Tujuan ku mau minta maaf aja,"ucap Divyan bersimpuh di depan ku. "Bukan sudah ku bilang silahkan. Kenapa menyerah?,"ucapku.

"Nggak Yan. Aku memang sudah ada tunangan. Kemarin aku cuma mau liat reaksi mu,"ucap Divyan makin membuat atmosfer menjadi panas. "Gini nah Vy. Kamu tuh nggak ngotak atau emang sudah gila hah,"ucap Grace tanpa ada keraguan. "Jangan kasar Grace. Mbak kesehatan mana pernah sentuh bahan kimia jangan sama kan dengan kekuatan anak teknik,"ucapku.

"Oiya ya. Lembut gitu butuh kasih sayang kan,"ucap Anita. "Buat apa dia kesini Mbak Dyan,"ucap Shindyca baru masuk. "Nah ini ceweknya Chandra juga?,"tanya Anita. "Aku teman nya Chandra Cong. Minggu depan aku nikah,"ucap Shindyca kesal.

"Ya maaf. Habisnya zaman sekarang nggak ada bedanya teman dan lawan. Buktinya di depan mata,"ucap Grace mencecar habis-habisan Divyan. "Ehh Mbak bukannya mantan nya Chandra ya. Chandra sudah move on Mbak nya gimana,"ucap Shindyca membuat kami tercengang.

"Aku temen nya Chandra di bilang. Nggak mungkin aku nikung dia. Lesbian dong kalo sama Chandra,"ucap Shindyca. "Tuh Yan. Sudah move on dia. Begitu pun dengan ku,"ucap Divyan. "Aduh berarti serius dong Chandra,"ucap Anita.

"Aih bodo amat. Aku nggak mau mikir berat. Mau kamu bawa lagi silahkan ngga juga terserah. Aku nggak mau ribet ngurusin hal ngga guna,"ucapku. "Iya bener yang dibilang Dyan. Meski pun kamu sudah move on tapi ada satu luka yang selalu ditutup rapat Dyan,"ucap Putri melipat tangan nya.

"Bahkan singa pun ngga pernah nyerang saudara nya. Atau pun anjing itu setia. Terus kamu?,"ucap Anita tanpa tedeng aling-aling. "Weh kalian belajar kalimat gitu darimana. Udah lah jangan nambah dosa. Ayo turun keburu di cariin,"ucapku. "Ya kan secara kita anak teknik gitu Yan. Punya kata yang lebih baik tapi apa masih pantas buatnya,"ucap Putri menutup pembicaraan.

---

Selama siraman, hanya ada wajah Divyan yang tak henti meminta ku melepaskan Chandra. Padahal udah sering banget ku bilang udah ku lepas. Jadi terserah gimana kamu perjuangkan dia. Orang tua dan kedua kakak tercinta?

Armaya Dvyendu Paksha - Completed Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang