Sepasang mata emas menatap Raylene. Wajahnya memiliki fitur seorang pria tapi dia tetaplah seorang bocah laki-laki yang terlihat polos.
Bocah Suin itu, yang menangis sambil memegangi roknya di toko Penyihir, kini tertidur, mungkin karena kelelahan.
Tidak tahu harus meletakkannya yang tertidur nyenyak dimana, akhirnya Raylene memerintahkan para pelayannya untuk menggendongnya ke rumahnya.
Malamnya, dia berbicara lagi dengan anak itu setelah anak itu bangun.
"Apa kamu baik-baik saja?"
"Iya."
Bocah Suin itu dengan lembut mengangguk.
Dia kemudian membuang muka, karena malu dan canggung, dan bahkan mungkin takut.
Melihat wajah tampannya, Raylene ingin menutupinya dengan selimut lembut dan mengajaknya berkeliling.
Dia merasa seperti kehilangan akal sehatnya karena bocah itu terlihat seperti anak sekolahan lugu nan lucu yang keluar dari sebuah anime.
Dia seperti pemeran utama drama Korea. Begitulah tipe karakternya! Anak laki-laki itu kini menatapnya dengan senyum malu-malu.
"Apa kamu punya tempat atau keluarga untuk pulang?"
Bocah Suin, yang sedang duduk di sofa, terkejut saat Raylene mengatakan itu dan menggelengkan kepalanya.
"Heuk." Anak laki-laki itu cegukan.
Para pelayan menjerit. Raylene sepenuhnya memahami apa yang mereka pikirkan.
Tindakan sederhana itu sangat lucu dan imut!.
"Apakah majikan saya sekarang berubah?" tanya si Bocah Suin setelah beberapa saat.
Raylene tidak mengerti apa yang dia maksud. Sambil merenungkan pertanyaannya, Raylene memperhatikan mata emasnya yang berkedip beberapa kali.
Dia tidak menunjukkan penyesalan atau perasaan negatif seolah-olah hanya menanyakan sesuatu yang sederhana.
"Apa maksudmu majikanmu berubah?"
"Anda membeli saya dengan sejumlah besar uang."
Senyum kecilnya begitu indah.
Namun cara dia tersenyum tidak tulus. Dia tersenyum pada Raylene agar terlihat baik, seperti budak yang patuh.
Raylene memandang Becky berharap dia bisa membantu, tetapi Becky sudah pergi untuk menyelesaikan tugasnya yang lain.
"Aku hanya menyelamatkanmu dari pria mengerikan itu. Aku bukan majikanmu."
***
Mulutnya ternganga saat menatapku. Matanya penuh dengan pertanyaan.
Sudah berapa lama dia menjalani kehidupan yang seperti neraka itu sampai-sampai menolak untuk tidak diperbudak?
"Sekarang aku ingin kamu hidup sesukamu. Jika kamu ingin pergi ke suatu tempat, maka pergilah."
Ekspresi keraguannya berubah menjadi kebingungan. Dia menatap wajahku sebentar, lalu melihat tangannya.
Tatapannya pergi lebih jauh ke bawah dan terfokus pada kakinya. Dia tampak seperti sedang mencoba menemukan sesuatu, meskipun tidak ada yang menghalanginya, tidak seperti sebelumnya.
Aku tidak berniat menahan atau memperbudak dia.
Ada orang-orang di sekitarku yang memang memelihara budak, tapi tidak ada alasan bagiku untuk melakukannya.
Aku merasa muak dengan orang-orang yang memaksa orang lain menjadi budak.
"Saya tidak punya tempat tujuan. Tidak ada tempat bagi saya untuk pergi." Teriak anak laki-laki itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Kandmion
FantasySeorang wanita modern yang baru saja ditinggal nikah oleh mantan kekasihnya bereinkarnasi menjadi seorang antagonis yang kebetulan diselingkuhi tunangannya. Adil sekali, 'kan?