TWENTY ONE

8 0 0
                                    

HAPPY READING

_________________

Betapa bodohnya aku yang menantikan kehadiranmu untuk menolongku. Seharusnya perasaan ini tidak muncul hingga membuat diriku kembali merasakan sakit, sakit yang berbeda dari yang sebelumnya.

Semuanya gelap gulita, tubuhku tak bisa kugerakkan, tarikan napas yang menyesakkan. Badanku merasakan dingin yang menusuk begitu dalam. Menunggu dirimu datang, aku mendengar seseorang ikut masuk kedalam kegelapan aku lega setidaknya aku tidak sendirian sehingga aku bisa memejamkan mata.

Diangkatnya tubuh Myesha ketepian kolam lalu ikut naik, membaringkan tubuh Myesha dengan benar. Mahesa mengangkat pergelangan tangan Myesha memeriksa nadi setelah itu ia menekan dengan menggunakan dua tangan yang saling tumpang tindih di bagian tengah dada. Namun Myesha belum juga bernapas.

Mahesa benar-benar khawatir, dengan hati-hati ia menengadahkan kepala Myesha dan mengangkat dagunya lalu ia memencet hidung Myesha, kemudian meniupkan udara ke arah mulut Myesha. Mahesa melakukannya berkali-kali.

Para tamu yang ada di sana bernapas lega ketika Myesha terbatuk mengeluarkan air dari mulutnya.

Cahaya itu menyeruak masuk kedalam manik mataku. Aku melihat siapa yang bersamaku, padahal aku berharap 'dia' yang bersama diriku dikegelapan tadi. Tiba-tiba kegelapan kembali mendatangiku lagi sebelum itu aku mendengar seseorang meneriaki namaku.

•••

Seorang pria sedari tadi gelisah dalam duduknya, mungkin karena dirinya belum mendapatkan maaf dari wanita itu yang selama ini mengganggu pikirannya dua hari belakangan ini.

"Sayang, kamu kenapa? sedari tadi Mama liat kamu gelisah." tanya Nisa.

"Julian gapapa Ma." elak Julian kembali menatap jendela melihat pemandangan kota.

"Mama baru inget, kamu udah dua hari belakangan ini murung terus, kamu lagi patah hati yah?" tanya Nisa penasaran.

"Engga kok Ma," jawab Julian.

"cerita aja sama Mama, siapa tau Mama bisa bantu kamu," balas Nisa.

Julian terperangah ia menyadarinya, dia bisa meminta bantuan kepada Mamanya, "Mama kalau lagi berantem sama Papa, biasanya Papa ngelakuin apa supaya Mama maapin Papa?" tanya Julian semangat.

Nisa tersenyum, "Ga kerasa anak Mama udah besar," Nisa tertawa bangga, "Baiklah, kamu dengarkan Mama baik-baik ya. Pertama, kamu harus beri jarak waktu untuk meredakan emosi kalian. Kedua, Fokuskan permintaan maaf kepada dirinya, bukan kamu. ketiga, akui kesalahan kamu dari mana. Dan yang terakhir, penuhi keinginan dia baik dia meminta makanan favorit dia atau apapun itu yang bisa membuat dia percaya kamu tulus minta maaf kepadanya."

Julian mendengar semua sarannya, well itu tidak terlalu sulit. Sungguh dirinya tidak sabar untuk bertemu dengannya, mungkin ia akan mengunjungi rumahnya hari ini.

"Sekarang katakan kepada Mama, siapa wanita itu?" tanya Nisa penasaran.

"Oh ayolah Ma, nanti saja aku beritahu." tolak Julian.

Kini mereka sedang dalam perjalanan pulang kerumahnya, kemarin mereka berkunjung ke rumah Nenek itulah sebabnya Julian tak datang pesta ulang tahun Shina.

Julian mengecek ponselnya. seketika ia mengangkat alis ketika melihat ada puluhan panggilan tak terjawab dari Delvin. Dia terperangah melihat pesan masuk dari Delvin.

"Om. Turunkan saya disini." pinta Julian kepada sang supir tergesa setelah berhenti di pinggir jalan dia membuka pintu.

"Kenapa? Ada apa Nak?" tanya Nisa terkejut.

MyeshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang