Satu minggu sudah berlalu, kondisi Timo berangsur-angsur membaik, dia tak menggunakan kursi roda lagi dan mulai belajar berjalan menggunakan bantuan tongkat. Begitu pula diriku yang sudah berjalan normal dan sudah di izinkan kembali mengendarai mobil bahkan mulai berlatih moto cross walau tidak se intensif dulu.
Sore hari selepas pulang sekolah, aku mengajak Timo bermain bersama Jaddu di taman komplek. Ya itung-itung melatih timo agar tak kaku menghunakan tongkat. Timo kini mulai terbiasa mengenkan popok. Bahkan dia merasa seperti bayi yang sering mengompol setiap malam. Aku yang mendengar cerita Timo tak mengakui kalau aku juga merasakan hal yang sama. Selama satu jam aku mengawasi Jaddu yang tengah asyik bermain dengan anjing tetangga, memutuskan untuk kembali pulang karena cuaca yang mulai turun gerimis. Untung saja jarak rumah dengan taman hanya 50 meteran sehingga kami tak perlu khawatir di tengah jalan turun hujan yang lebih deras.
Timo dengan susah payah berjalan menggunakan tongkat, hal yang aku alami seminggu yang lalu. Tapi dari wajah timo tak ada rasa mengeluh, malah dia sangat bahagia telah lepas dari kekangan kursi roda.
" Huah, akhirnya sampe rumah juga... " ujar Timo sambil menghapus peluh yang mengalir di pelipisnya.
" Semangat lah, seminggu lagi kamu bisa jalan normal lagi... "
" Iya... siap Komandan... Oh iya, besok kan minggu nih, sepulang gereja aku punya satu tantangan untuk mu Tam... Tapi aku kasih tau tantangan itu besok ya... Biar greget.... " ucap Timo sambil berlalu masuk ke dalam Rumahnya.
Aku masih bingung dengan perkataan Timo, tapi aku memaklumi, karena memang Timo selalu memiliki hal ajaib yang membuat aku terkesan.
Keesokan paginya, saat aku tengah memanskan mesin motor Trail milikku, Timo yang hedak berangkat ke gereja bersama keluarganya mengingatkan diriku perihal tantangan yang akan dilakukan siang nanti.
" Siap-siap ya Tam... Tunggu aku sepulang gereja.... "
" Siap... Aku akan selalu menunggu kedatangan mu kembali.... " ucapku diplomatis.
Siang pun tiba, Timo mendatangi rumahku yang kebetulan tengah sepi, karena kedua orangtuaku tengah pergi ke jakarta untuk menghadiri acara kedukaan saudaraku disana.
" Udah siap Tam.... " ujar Timo yang kala itu membawa bungkusan hitam yang tidak diketahui isinya.
" Siap... Aku selalu siap.... "
" Oke... Begini tantangannya... Aku sama kamu kan Pake pampers, jadi aku buat permainan, siapa yang paling duluan ngompol, dia pemenangnya.... "
" Loh... Bukannya yang paling duluan ngompol dia yang kalah.... "
" Oh... Gak... Peraturanku berbeda... Yang kalah harus teraktir makan... Gimana... Deal.... " ujar Timo sambil menjulurkan tangannya untuk bersalaman.
" Oke Deal.... " aku pun menyalaminya sebagai tanda sepakat.
" Oke... Sebelumnya kita ganti pampers dulu dan cuma pake pampers gak boleh pake celana biar gak ada yang curang.... " ucap Timo sambil menyodorkan popok bersih padaku. Aku setuju dan langsung mengganti popok yang baru aku kencingi satu kali. Kami bedua seperti tidak punya rasa malu menggati popok dengan posisi duduk bersebelahan di sofa ruang tv dan walau kedua kemaluan kami sama-sama terlihat jelas, tapi kami tidak memperdulikanya.
" Nah udah selesai.... " kataku sambil menaruh popok basah ke lantai.
" Aku juga... Oke... Biar greget... Aku punya dua botol Coca-Cola satu liter... Dan masing masing kita harus minum ini sampai habis... Aku satu liter... Dan kamu satu liter.... " ujar Timo sambil memberikanku satu botol coca cola dingin besar.
Aku meminum se perempat isi botol. Sementara itu Timo lebih banyak dariku dengan harapan dia menang. Karena tak mau kalah aku pun meminum lagi hingga tersisa setengah. Karena Masing masing dari kami tak mau kalah, dan belum terasa hendak pipis. Kamu terus minum hingga membuat perut kami kembung dan begah.
" Haduh... Perutku kembung nih.. Eerrk... " Ucap Timo dibarengi dingan sedawa.
" iya... Aku juga.... "
Tiba-tiba ekspresi wajah Timo berubah dan bersorak.
" Hore... Aku menang.... " ucap Timo sambil menunjukan popoknya yang sudah menguning.
" Yah... Aku harus neraktir kamu dong... Kok ganpang banget ngompolnya.... "
Aku pun melakukan tanggung jawabku dengan meneraktir dia makan sepuas yang dia mau. Dan tradisi challenge popok itu menjadi tradisi kami di kala Waktu senggang
.
.
.
.
.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Thymoty dan popoknya (TAMAT)
Nonfiksikisah Timothy yang terpaksa mengenakan popok setiap hari karena cedera yang dialaminya. dia merasa tidak nyaman dan malu sampai waktu membuat dirinya terbiasa. " Mungkin aku harus menjadi seperti ini Tama... dan aku merasa aman kalo pake popok " (T...