8

24.2K 1.2K 11
                                    

Meva mengelus lembut rambut Arlan yang sedang berbaring diranjang kecilnya dengan selimut yang menutup tubuh mungil itu hingga ke dada. Menidurkan si kecil agar menuju ke alam mimpi.

"Bunda"


"Hm?"

Sahut Meva tanpa berhenti mengelus kepala Arlan.


"Tadi di sekolah..."

Arlan menjeda perkataannya. Meva menunggu dengan sabar dengan tangan yang masih mengelus helai hitam itu.


"Teman - teman Arlan bercerita.."


"Oh ya? Memangnya bercerita apa?"


"Bercerita tentang ayah mereka" Ucapan pelan itu cukup membuat elusan tangan itu terhenti.


"Teman - teman bercerita tentang mereka yang bermain dengan ayahnya bahkan ada yang ayahnya selalu membelikan mereka mainan. Lalu ayahnya mengajak liburan. Cerita teman - teman Arlan terdengar sangat menyenangkan. Tapi hanya Arlan yang tidak cerita apapun dan mendengarkan saja karena Arlan tidak punya kenangan dengan ayah. Jadi Arlan tidak tahu harus bercerita apa."

Hati Meva mencelos mendengar nada polos itu. Sekuat tenaga menahan agar cairan bening tidak jatuh dari matanya.


"Ayah kenapa tidak pernah datang untuk menemui Arlan?"

Meva tidak tahu harus menjawab apa saat mata polos itu menatapnya bertanya.


"Apa Ayah tidak rindu Arlan?"


Ya Tuhan... Apa yang harus ia jawab?


"Arlan... Mungkin Ayah sedang sibuk dengan pekerjaannya, jadi Ayah tidak bisa datang ke sini" Meva sekuat tenaga agar suara tidak bergemetar.


"Tapi setidaknya Ayah pulang meski sekali. Arlan bahkan tidak tahu wajah Ayah"


Sungguh... Ia tidak tega mendengarnya. Arlan hanyanya anak yang polos. Dia tidak tahu apapun.


"Arlan... Besok malam ada pasar malam disekitar sini. Arlan mau ke sana?"

Meva mencoba mengalihkan topik agar Arlan tak lagi membahas Ayahnya.


"Benarkah Bunda?" Dan tentunya berhasil. Dapat dilihat dari mata berbinar Arlan.


Meva mengangguk, "Iya.. Bunda bisa mengajak Arlan ke sana. Kita bisa bermain banyak hal disana. Kebetulan Bunda dapat bonus dari pekerjaan, Bunda"

"Wahh... Arlan ingin ke sana Bunda"

Arlan memekik senang. Ia membayangkan bagaimana keseruan disana.


"Kalau begitu. Arlan pergi tidur ya, nak" Arlan mengangguk dan mulai memejamkan matanya dengan tak sabar untuk menunggu hari esok.


*


*

TRUST [Terbit E-Book]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang