"Astaga, kamu enggak tahu malu!" geram Galang.
Adenar menundukkan kepalanya ke bawah, air matanya terus saja menetes. Segera, Candra terkejut melihat tingkah laku Adenar yang sangat memalukan.
Clara hanya diam, dan memikirkan apa saja yang didengar oleh Adenar. Sedangkan, Citra bungkam mendengar bentakan Galang yang terdengar jelas.
"Jangan-jangan, kamu mau menghancurkan rencana kami untuk mengetahui siapa perempuan bercadar itu? Kemudian menghalangi langkah kami, untuk mencari tahu alasan dan siapa dalang di balik semua kejadian tragis dan sadis yang menimpa keluarga besar kami. Aku tahu, kamu licik dan sangat bijak dalam hal seperti ini!" duga Galang.
"Haha! Asal kalian tahu, aku benci kalian! Senantiasa seperti itu, permintaan maaf atau apapun itu hanya pura-pura. Aku tak sudi! Memberi maaf kepada Galang laki-laki bajingan! Walaupun demikian, jangan pernah kalian menuduh bahwa aku akan menghalangi langkah kalian! Aku tidak sejahat apa yang kalian pikirkan! Aku sudah muak, aku akan pergi ke luar negeri dan menjauh dari sini! Aku tidak akan mengganggu kalian, ingat dan catat di hati kalian! Puas, 'kan?!" murka Adenar sambil mendongakkan kepalanya.
"Ya! Pergi dan jangan halangi siasat kami!" tampik Candra.
Adenar melangkahkan kedua kakinya dan menampilkan raut wajah kesalnya terhadap Galang. Rencana yang akan Adenar ukir hancur berantakan.
Bagaikan butiran debu yang menyemburkan air panas. Hati Adenar panas, raganya kesal, ia sangat marah dengan kejadian ini.
"Ayah, bagaimana jika Dosen Adenar kembali dan menghancurkan segala rencana kita?" tanya Galang.
Candra berpikir sejenak, "Tenang, aku akan meminta beberapa polisi menjaga kawasan kota ini. Lalu tidak memperbolehkan si Adenar masuk ke dalamnya."
"Wah! Ide Ayah bagus sekali. Kapan kita pergi ke rumah Valen?" gumam Galang.
"Sekarang aja bagaimana? Tapi, kalian masih ingat alamatnya Valen, 'kan?" tanya Candra.
"Iya, Ayah. Aku masih ingat," jawab Galang memperlihatkan senyum manisnya.
...
Mereka segera pergi ke rumah Valen, sebelumnya mengurus administrasi Clara. Tak lupa, Clara pamitan kepada Gilang dengan mencium kening Gilang. Walau keadaannya masih belum sadar, Clara tidak akan menghilangkan kebiasaan baik seperti itu.
Clara mengingat perkataan yang sempat diucapkan Gilang kepadanya. 'Jika suatu saat aku terbaring lemah tak berdaya, tolong kalau kamu pergi berikan kecupan manis di keningku.' Sepatah kata itu, masih terngiang-ngiang di telinga Clara.
Clara mengajak Galang untuk mendorong kursi roda untuk masuk ke ruang IGD. Galang mengikuti kemauannya. Clara sangat berterima kasih kepada Galang. Clara mengira bahwa Galang adalah adik baiknya Gilang. Padahal tanpa ia tahu, Gilang dan Galang adalah sepasang musuh.
Setelah sampai di ruangan, Clara meminta Galang untuk keluar sebentar. Karena, ia malu jika dilihat orang lain tanpa sekecuali keluarganya pun. Dengan setengah hati, Galang keluar. Clara membisikkan kata-kata ke telinga Gilang. Pastinya mengatakan cinta dan sayangnya terhadapnya.
Walau percintaan mereka terjalin setelah perjodohan, namun hubungan mereka sangatlah erat. Di manapun itu, Clara masih ingat Gilang. Ia paling tahu mana yang disukai Gilang maupun tidak disukai. Apalagi ditambah bayi mereka yang baru saja lahir di dunia fana ini.
Setelah itu, Clara mengecup kening Gilang dengan jantung yang berdebar kencang. Selama kurang lebih sepuluh menit. Kemudian, ia melepas kecupan syahdu itu.
"Anjir! Clara bikin tubuhku dingin panas aja, aku cemburu melihat kemesraan kalian," batin Galang yang tidak sengaja melihat kemesraan Gilang dan Clara melalui jendela kaca.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Exchanged (Terbit)
Misterio / SuspensoKesabaran dalam menghadapi ujian sering kali harus dilakukan dalam menjalani sebuah kehidupan. Seperti halnya kisah kembar bersaudara Galang dan Gilang. Mereka saling membenci satu sama lain dalam diam. Hingga suatu ketika Galang harus menerima keny...