🌙Bab Kesepuluh - Berkas Hilang

208 131 110
                                    

"Suara tembakan pistol terdengar dari kawasan belakang rumah, mohon semuanya tetap berada di depan rumah megah ini! Jaga diri masing-masing," nasihat Pak Polisi sambil berjalan ke kawasan belakang rumah.

"Iya, Pak Polisi. Kami menunggu di sini saja, selamat menjalankan tugas," sahut Galang sambil menampilkan ukiran senyuman di bagian bibir manisnya.

Sekelompok polisi langsung melanjutkan penyelidikan, mereka sangat berhati-hati. Mereka melangkahkan kaki menuju tempat tersebut. Beberapa menit kemudian, ia melihat perempuan bercadar menangis tersedu-sedu sambil memegang selendang putih yang berlumuran darah, di sampingnya terdapat pistol dan peluru beserta sebuah kotak yang pernah ditemukan Citra berada di dekat perempuan bercadar tersebut dalam kondisi terbuka.

Kedua telapak tangan Pak Polisi mengepal ringan, sembari menebak apakah ia yang pernah dimaksud Galang mengenai perempuan bercadar? Lantas, kalau dilihat memang benar dari raut kening dan mata mirip dengan Valen, putri kandungnya Vionita. Apakah akan semua kejadian kecelakaan dan lain sebagainya akan terbongkar?

"Maaf, dengan siapa ini? Apakah ananda Valen?" tanya salah satu polisi sebab ingin tahu yang sebenarnya.

Perempuan bercadar tersebut malah menangis sejadi-jadinya. Salah satu polisi mencoba menenangkan jiwanya, tetapi masih saja meratap kesedihan yang bergelimang. Evine, memulai aksinya untuk menanyakan sesuatu kepada perempuan tersebut dengan pelan dan halus. Evine merupakan salah satu polisi yang memiliki sifat kemanusiaan tinggi, lumayan pintar soal kejiwaan.

"Tolong jangan menangis lagi, masih ada kami yang bersedia memulihkan kebahagiaanmu. Kami tahu, kamu sedang ditimpa banyak masalah bahkan lebih dari itu. Walaupun demikian, kamu pasti kuat menjalankan semua kejadian yang mengenaskan seperti itu," tutur Evine sambil menepuk bagian pundaknya perempuan bercadar tersebut.

Perempuan bercadar itu melenggutkan kepalanya. Kemudian melangkah, beberapa polisi mengikutinya. Kalau dari arah langkahnya mengarah ke kamar mandi, maksudnya apa ini? Cangkriman demikian terselubung dalam hati beberapa polisi. Perempuan itu melintasi jalanan dengan membawa pistol, peluru, kotak, serta selempang berlumuran darah.

Tepat di salah satu kamar mandi kelihatan jelas mayat laki-laki muda, yang pakaiannya sudah lusuh separuh permukaan celana yang ia pakai terbakar. Area muka berwarna hitam ditambah dengan darah yang membasahi lantai.

Perempuan itu menjulurkan tangan jarinya sambil menuliskan sesuatu dengan darah laki-laki tersebut membentuk huruf E R L A G A. Semua polisi tertegun membaca sepatah kata tersebut. Erlaga adalah calon suami Valen. Polisi memeriksa napas Erlaga, apakah masih berdetak atau malah sudah tidak bernapas lagi.

"Ia sudah tewas, sebenarnya siapa dalang di balik pembunuhan ini? Apakah kamu?" tanya salah satu polisi dengan tegas.

"Bukan saya, tetapi merekalah yang melakukannya!" hardik perempuan bercadar mengeluarkan suara kerasnya.

"Iya, mereka! Dasar manusia yang tidak memiliki etika, tata krama dan melanggar norma! Jangan pernah kalian berpikir bahwa saya Valen. Perkiraan kalian sudah pasti salah. Saya bukan penjahat, tapi perusuh. Huahahahha!" kekeh perempuan bercadar itu melampaui batas. Membuat beberapa polisi kesal dengannya.

"Maaf ini bukan lelucon, kenapa kamu seperti menyepelekan kehadiran kami?" lugas Pak Polisi dengan nada tinggi cenderung tegas.

"Kalian baper banget, nanti kalau saya tinggal kalian nangis, deh! Seperti kala itu saya sudah menaruh harapan kepada seorang laki-laki, eh, malah tunangan sama perempuan lain. Dasar laki-laki bejat, enggak tahu diri!" Lanjut perempuan bercadar itu sambil mengingat masa kelamnya.

"Apakah kamu yang menyebabkan Gilang, Citra dan bayinya kecelakaan? Apakah kamu wanita bercadar yang dimaksud Galang? Apakah kamu yang membunuh Vionita dan Erlaga? Apakah kamu yang menembakkan pistol? Apakah kamu yang membakar rumah mewah ini? Apakah kamu yang mengambil kotak penuh misteri?" Deretan pertanyaan terlempar melalui mulut Evine.

"Pertanyaan macam apa itu? Coba deh kalian pikir pakai nalar, maaf bila saya lancang. Memang benar saya ambil kotak itu, kemudian saya yang bermain pistol di belakang rumah. Karena beberapa alasan yang belum bisa saya ungkap untuk sekarang, kemungkinan di masa yang akan mendatang. Karena saat ini belum tepat! Kalian jangan pernah menanyakan pertanyaan konyol seperti itu lagi, tenang saja Pati akan terjawab sebab saya belum ada bukti yang kuat," ujar perempuan bercadar, air matanya terus saja menetes dan membasahi cadarnya.

"Baik kalau begitu, kami akan menunggu bukti kuat yang akan membongkar kasus menyita waktu kami ini. Namun, ingatlah jika ternyata dalangnya. Hukuman yang akan kami berikan kepadamu lebih berat," sela Evine sambil menampilkan wajah gantengnya.

Evine mengabari pihak rumah sakit untuk membawa Erlaga ke ruang jenazah. Namun, perempuan bercadar itu milih untuk senantiasa menampilkan raut wajah kesalnya. Lantas beberapa menit kemudian, imajinasinya berkembang untuk keluar dari lingkup tersebut dengan membawa apa yang ia bawa. Ia mencari alasan yang sedikit terpantau oleh nalar.

"Maaf, Pak Polisi, ada barang penting yang juga bisa kalian jadikan bukti di kamar Valen. Izinkan saya untuk pergi ke sana. Jika kalian takut saya kabur dari sini, boleh di antara kalian menemani saya menuju ruangan tersebut, namun tidak dengan polisi itu," pinta Perempuan bercadar tersebut dengan menunjukkan jari telunjuknya tepat di wajah Evine. Karena, kekuatan pola pikir Evine sangat peka.

"Baiklah, kalau begitu saya minta ia untuk menemani kamu," ujar Pak Polisi menatap Achazia sebagai pertanda bahwa Achazia akan menemani Perempuan bercadar tersebut. Achazia setuju permintaan komandonya ia mau menemani perempuan bercadar tersebut.

Mereka harus membutuhkan waktu lama untuk sampai ke kamar Valen. Karena tempat di sana masih panas karena semburat api masih ada yang menyala. Maka perjalanan mereka harus hati-hati dan cermat agar tidak nyawa yang bakal mati karena itu. Entah kenapa perempuan bercadar tersebut hatinya berdebar kencang dan jantungnya hampir copot. Apakah ia tidak akan bisa pergi dari tempat ini? Atau malah ada hubungan ikatan dengan Achazia?

Derap langkah Valen semakin cepat. Achazia sudah tidak tahan dengan bau amis yang kian menusuk ke dadanya. Lalu membuatnya sesak nafas. Setelah itu ia memilih untuk istirahat sejenak di ruang tamu. Kebetulan letak kamar Valen dengan posisinya duduk sangatlah dekat.

"Mantap! Aku pasti bisa lari dari semua ini setelah mengambil beberapa bukti kasus yang menimpa mereka. Pejamkan matamu, polisi tampan. Soalnya aku mau beraksi sekarang!" batin perempuan bercadar.

Perempuan bercadar langsung masuk dan mencari berkas-berkas sangat penting biar argumentasinya dikuatkan oleh bukti yang sangat kuat hubungannya dengan penyelidikan. Ia sudah berhasil membuat polisi sedikit percaya bahwa semua yang diomongkan adalah kenyataan.

"Loh! Kok enggak ada berkas pentingnya di sini? Di mana? Kok enggak ada? Apa sudah diambil oleh mereka? Enggak mungkin?" kesal Perempuan bercadar tersebut saat melihat ada beberapa berkas yang hilang.

"Loh! Kok enggak ada berkas pentingnya di sini? Di mana? Kok enggak ada? Apa sudah diambil oleh mereka? Enggak mungkin?" kesal Perempuan bercadar tersebut saat melihat ada beberapa berkas yang hilang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

💐Jika kalian suka, jangan lupa meninggalkan jejak dengan cara vote dan komentar.
🌸Aku sayang kalian
🌈Enggak nyangka sudah chapter 10, pendapat kalian mengenai cerita "Love Exchanged" ini bagaimana? Kuy, ramaikan komentar! 🥰

Love Exchanged (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang