🌙Bab Kesebelas - Sandiwara

189 111 199
                                    

Perempuan bercadar pun hilang kendali, ia geram mencari berkas-berkas penting sebagai bukti yang kuat. Ia berusaha keras untuk mencari, tetapi belum juga ditemukan. Ia berpikir yang enggak-enggak dan menuduh beberapa orang yang menurutnya mencurigakan.

Kenapa berkasnya tidak ada? Pasti mereka yang menyembunyikannya. Dasar enggak punya harga diri! Pintar sih, tetapi sedikit bego! Ingin aku penggal deh kepala mereka, lalu aku potong bagian tubuhnya! Aku ambil hatinya. Setelah itu aku sajikan untuk makanan hewan. Tenang, aku akan bongkar kedok mereka. Oke, aku ucapkan selamat berbahagia jangka waktu sementara. Suatu saat, aku buat mereka sengsara karena telah bersandiwara. Batin perempuan bercadar sambil menggerutu kesal dan tersenyum sinis.

"Hm, ya sudah mungkin ini kesempatanku untuk melarikan diri. Aku juga sangat bahagia, sudah membuat polisi tidak menuduhku yang enggak-enggak. Biarkan Erlaga diotopsi. Aku akan pergi menjauh. Lalu, kembali membawa suatu bukti yang membuat mereka menangis, lemah tiada daya," Lanjut perempuan bercadar sambil menatap ruangan mencari jalan keluar.

...

Sekelompok polisi merasakan keanehan, sudah beberapa menit perempuan bercadar tersebut belum datang juga di dekat mereka sambil membawa bukti.

"Perempuan bercadar dan Achazia itu kenapa belum datang juga? Firasat tidak enak dalam batin saya, kita langsung menuju ke kamar yang dimaksud perempuan itu aja bagaimana? Jadi jangan cuma diam di sini, tetapi nanti ada beberapa polisi menunggu perawat di tempat ini," tanya Evine membuat sekelompok polisi tersadar.

"Saya setuju pendapat kamu, baik kalian bertiga menjaga mayat ini. Kemudian saya, Evine dan Ardan berjalan menyusuri lorong kamar Valen." Fergie membagi tugas dengan tegas.

Fergie, Evine dan Ardan bergerak cepat menuju kamar Valen. Mereka bertiga memeriksa kamarnya Valen. Jadi mereka berpencar. Evine meneliti setiap ia berjalan. Kedua matanya menghadap ke ruang tamu, ia tercengang melihat Achazia yang kelelahan di sudut ruangan tersebut.

Evine memilih untuk mempertanyakan tanggung jawab Achazia sebagai salah satu polisi. Evine sangat tegas kalau soal beginian. Apalagi kejadian ini begitu penting. Baginya jika ada yang mementingkan diri untuk bersantai berarti menyepelekan tugas.

"Achazia! Kenapa kamu malah santai dan memejamkan mata di sini? Di mana perempuan bercadar tadi!" sentak Evine membuat Achazia kaget, lalu membuka matanya.

"Astaga, saya lupa. Maafkan saya karena kelalaian saya," jawab Achazia sedikit gugup dan menampilkan wajah kesalnya terhadap apa yang telah ia lakukan.

"Astaga! Kamu sudah diberikan tugas malah enak-enakan di sini. Tertidur pulas, pula. Ceroboh!" murka Evine meledak.

Evine memilih untuk meninggalkan Achazia. Setelah itu masuk ke kamarnya Valen dan menggeledah semuanya. Evine sangat marah. Perempuan bercadar tersebut telah berhasil lolos dari tempat ini. Evine keluar dan memberikan kabar buruk kepada Fergie dan Ardan. Achazia berusaha keras untuk meminta maaf kepada Evine. Namun, Evine membutuhkan waktu untuk memaafkannya.

"Bagaimana, apakah perempuan bercadar tersebut berada di dalam?" tanya Fergie yang baru saja datang bersamaan dengan Ardan.

"Perempuan bercadar tersebut sudah berhasil lolos. Achazia telah lalai dengan tugasnya, ia malah menyibukkan diri dengan cara tidur di sudut ruang tamu, memang tidak ada rasa tanggung jawab, janji yang pernah ia ucapkan hanya sandiwara." Evine tak bisa kontrol emosinya.

Hati Achazia seakan ditusuk oleh benda tajam. Perkataan Evine membuatnya tersadar akan kesalahan yang telah ia perbuat. Ia pun berjanji kepada Evine, Ardan dan Fergie tidak akan mengulangi kesalahan yang sama.

"Ha ha! Tidak semudah itu!" bentak Evine sambil menarik baju Achazia.

Achazia hanya bisa memandang lemas Evine. Ia menatap Evine dengan menunjukkan wajah lesunya. Namun, Fergie menenangkan suasana. Fergie pun mengalihkan pembicaraan mereka berdua. Fergie mengarahkan Ardan, Evine dan Achazia.

"Dari pada berantem di sini membahas tanggung jawab lebih baik kita mencari keberadaan perempuan bercadar tersebut. Soalnya masalah tanggung jawab bisa kita bahas di kantor," tegur Fergie membuat Evine menurunkan tangannya.

Evine menganggukkan kepalanya, lalu mereka berempat beranjak pergi dari tempatnya menuju kamar mandi. Achazia sedikit tenang dan tidak lagi merasakan takut yang luar biasa kepada Evine.

"Syukurlah!" Terdengar sepatah kata dari kamar Valen.

"Siapa?" tanya Evine penasaran.

Posisinya dengan Kamar Valen memang sangat dekat. Maka mereka berempat masih mendengar perkataan demikian. Evine mengira bahwa suara itu berasal dari mulutnya perempuan bercadar tadi.

Maka dari itulah, ia masuk lagi ke kamar. Saat sudah berada di dalam kamar. Sedangkan, Fergie, Ardan dan Achazia kembali ke kamar mandi.

"Ups!" gerutu perempuan bercadar sambil menutup mulutnya dengan kedua telapak tangan dan jantungnya berdebar sangat kencang, pasti Evine curiga kepadanya.

"Suara siapa itu?" tanya Evine mengerutkan keningnya.

Perempuan bercadar masih sembunyi di balik pintu, ia sejak tadi berada di situ belum berpindah ke tempat lain.

"Hm, kok enggak ada orangnya ya?" batin Evine seraya menatap kosong ruangan. Lalu, ia pergi keluar dengan menutup pintu. Ia mendengar kata lagi.

"Duh!" seru perempuan bercadar dengan pelan membuat Evine sangat curiga. Ia membuka pintu lagi, dan menatap di balik pintu. Saat ia mau melakukannya, tiba-tiba ada yang menepuk pundaknya.

"Astaga! Kamu membuat saya terkejut!" tegas Evine dengan mata memerah, tangannya lemas ingin menampar pipinya Achazia. Namun, ia tidak ingin bermain kasar. Bisa-bisa, ia kena marah komando.

"Evine, sekelompok polisi sudah menunggu kamu, tolong kembali ke kamar mandi!" lugas Achazia.

"Lah, tapi saya ingin tahu apakah masih ada orang di kamar ini?" Evine mendengus kesal.

"Baik, lah. Kalau begitu," tanggap Achazia mengizinkan.

Evine mengecek, apakah ada orang di balik pintu? Hm, Evine memeriksa dengan teliti.

"Astaga! Kok enggak ada orang?" Evine menggigit jarinya.

Aslinya Evine memiliki sifat lemah lembut, namun ia terkadang marah di luar kendali jika ada orang yang tidak disiplin, membuat rasa penasarannya meningkat. Dirinya sangat tidak suka bila rasa ingin tahunya digantung.

Evine sedikit tidak suka dengan sifatnya Achazia yang tidak begitu percaya akan ikrar yang pernah ia ucapkan saat seleksi pertahanan dan keamanan. Bukannya ia membenci, ia sangat tegas kepada Achazia supaya lebih disiplin.

Terkadang, ia pernah main tangan diam-diam saat pulang latihan terhadap Achazia. Mungkin, ini salah satu cara mengingatkan Achazia akan pentingnya kedisiplinan.

"Maafkan saya, Evine," ucap Achazia sambil mengeluarkan air matanya.

"Achazia, sebenarnya saya sangat sayang kepadamu. Namun, tolong jaga kedisiplinan kamu sekaligus jangan halangi langkah saya untuk membuka pintu ini. Karena, tadi saya menebak bahwa di balik pintu ada perempuan bercadar, saya sangat hafal suaranya. Hm, tolong jangan ulangi kesalahanmu itu. Maaf beberapa menit yang lalu bersifat tegas kepadamu," ujar Evine walau aslinya ia sangat kesal, tetapi ia berusaha memendam amarahnya.

"Terima kasih, Evine," lanjut Achazia sambil memeluk tubuh Evine. Mereka saling menebar kebahagiaan. Menangis bersama.

"Evine, ada perempuan bercadar itu. Coba kamu lihat ke jendela," ujar Achazia saat berpelukan dengan Evine. Ia melihat ada seseorang di samping jendela.

💐Jika kalian suka, jangan lupa meninggalkan jejak dengan cara vote dan komentar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

💐Jika kalian suka, jangan lupa meninggalkan jejak dengan cara vote dan komentar.
🌸Aku sayang kalian

Love Exchanged (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang