🌙Bab Keempat Belas - Gila

150 94 33
                                    

Selang beberapa detik, Citra dan Galang datang secara bersamaan. Sembari berteriak memanggil Candra dan Clara. Clara dan Candra terkejut mendengar teriakan mereka berdua. Padahal, saat ini ia sedang memikirkan untuk menyelidiki kasus Pembunuhan Vionita dan Erlaga. Citra dan Galang mendekati Candra.

"Clara! Mas Candra! Ada kabar mengejutkan!" teriak Citra terdengar jelas.

"A-ayah ada kabar duka," gagap Galang sangat gugup.

"Maksud kalian apaan?" tanya Candra sambil mengerutkan keningnya.

"A-ada b-berita sa-sangat meng-ngejutkan," gagap Galang seperti tercekik.

"Coba bicara dengan jelas, saya tidak mengerti," kata Evine sembari menatap Galang.

"Rumah sakit kemarin terbakar, Ayah. Tadi ada berita di sosial media. Sedangkan, bagaimana kondisi Mas Gilang? Ja-jangan kenapa-kenapa, sa-saya ta-takut, Ayah," ujar Galang sedikit gugup.

"A-apa? Mas Gilang! Ayah, ayo ke rumah sakit sekarang, saya ingin bertemu, saya tidak mau kehilangannya," ucap Clara yang tiba-tiba air mata mengalir deras di pipi mulusnya.

'Gilang harus mati,' batin Galang.

"Baik, kita akan pergi ke sana. Namun, sebelum itu saya akan menghubungi pihak perawat yang membawa jasad Novita. Apakah sudah sampai di rumah sakit atau masih di perjalanan," sahut Fergie sambil mengambil headphone miliknya.

Seisi ruangan menundukkan kepalanya, sedangkan Fergie mencoba untuk menghubungi pihak rumah sakit. Pembicaraan antara pengantar jasad berlanjut di headphone berlangsung. Ternyata, mereka masih di perjalanan menuju rumah sakit.

...

Mereka pun pergi ke luar. Lalu pergi ke rumah sakit dengan mobilnya masing-masing. Pengantar jasad mengikuti arah mereka. Tangisan menderu dilakukan oleh Clara. Clara sudah cinta mati dengan Gilang. Ia tidak ingin dipisahkan apalagi beda dunia dengan suami tercintanya.

Namun, setelah sampai di rumah sakit. Kondisi rumah sakit tidak terjadi kebakaran. Mereka semua tertegun, berarti apa yang dibilang oleh Citra dan Galang adalah sebuah kebohongan.

Candra seperti kesal dengan Citra dan Galang yang membuat semuanya cemas bahkan sekelompok polisi kecewa. Sedangkan Clara masih menangis bahkan bisa saja kondisi Clara semakin drop.

"Kalian telah berbohong, buat apa kalian melakukan seperti ini? Bisa saja semua apa yang telah kalian perbuat berakibat fatal, kondisi Clara bisa saja semakin drop, kalian menginginkan hal ini? Astaga," ucap Candra yang membuat mulut Citra dan Galang bungkam seketika.

"Kalian bisa saja saya masuk ke jalur hukum. Kenapa kalian melakukan hal ini? Tolong jabarkan dengan jelas!" tegas Evine menatap tajam Citra dan Galang.

"Lah! Ibu, katanya rumah sakit ini sudah terbakar? Kok, tidak terjadi apa-apa di sini? Ibu berbohong ya? Kok, bisa?" tanya Galang memandang Citra penuh ingin tahu.

"Hm, saya saja dapat informasi seperti ini dari grup teman arisan. Lah, mana saya tahu jika terjadi seperti ini? Saya aja ingin ngecek rumah sakit ini, terbakar atau tidak. Jadi, jangan salahkan saya. Mungkin ini kesalahpahaman. Tapi, benar saja bahwa rumah sakit ini yang dimaksud teman arisan saya. Coba lihat gambar ini," ucap Citra sedari menunjukkan foto kebakaran rumah sakit kepada mereka.

"Astaga, Ibu Citra. Ini foto kebakaran rumah sakit di sini. Tapi, kejadian itu sudah berlangsung sejak beberapa tahun yang lalu. Jadi, semua itu sudah berlalu. Siapa yang membagikan foto tersebut? Jika benar teman arisan Ibu Citra. Mohon sebutkan namanya beserta alamatnya," tanya Evine penasaran.

"Gita, anak dari teman arisan saya. Lokasinya di gang Mawar Hitam," sahut Citra sembari mengingat beberapa menit yang lalu.

"Apa? Apakah orang ini yang dimaksud Ibu Clara tadi?" tanya Evine melihat mata Clara yang masih terisak.

"Iya, ia adalah orangnya. Tapi, kenapa juga ia melakukan hal ini?" Clara semakin mantap, jika Gita adalah dalang di balik ini.

"Kemungkinan besar, iya. Langkah yang harus kita ambil sekarang adalah pergi ke rumah Gita untuk mengetahui alasan di balik semua yang telah dilakukan hari ini. Biarkan Vionita dan Erlaga diotopsi dokter di dalam rumah sakit ini," desis Evine sambil memikirkan sesuatu di kepalanya.

Mereka saling sepakat untuk mencari rumah Gita yang letaknya mungkin tidak jauh dari tempat ini. Sekitar 15 kilometer jaraknya. Dari tadi Candra masih saja membawa bayi Gilang dan Clara tiada lelah. Sedangkan yang mendorong kursi roda Clara silih berganti.

Perjalanan ke rumah Gita membutuhkan waktu kurang lebih satu jam. Mungkin, ini lumayan lama karena dari perjalanan ke rumah Valen sudah dilanda kemacetan begitu pula menuju ke rumah Gita. Sama saja dan tidak berubah sama sekali.

Mereka berusaha sabar, ikhtiar dan tawakal. Ada yang aneh dengan gerak-gerik Citra. Membuat Candra memiliki seperti ada dusta di antara ia dengan Citra. Tapi, ia berusaha berpikiran positif dan mengurangi pikir negatifnya.

Dari tadi Citra menggigit jarinya, meneguk air liurnya, serta raut wajahnya seperti ada hal yang mencurigakan. Seraya, Candra mencoba mengingat atas apa yang pernah diucapkan polisi. Bahwa saat Citra berada di belakang rumah sakit untuk mencari udara segar tidaklah logis. Mungkin, saja benar ucapan Evine beberapa menit lalu.

Satu jam kemudian, mereka sampai juga di rumah Gita. Namun, terdengar teriakan histeris dari rumah tersebut. Serta pukulan yang terlihat menyakitkan dan menyiksa. Suara teriakan itu adalah suara Gita. Sedangkan yang memukulnya adalah ibu kandungnya. Kejadian itu dilakukan tepat di depan rumah.

Mereka penasaran kejadian apa sebenarnya yang telah Gita dan ibu kandungnya lakukan. Apakah ada hubungannya dengan kasus penyelidikan pembunuhan ini? Pertanyaan merasuk dalam setiap pikiran mereka. Atau ada konflik di antara mereka berdua hingga ada kekerasan seperti ini. Sungguh! Jika tidak ada konflik, bisa saja tidak melakukan hal-hal seperti ini.

Ibu kandung Gita menjambak rambut Gita. Kemudian menendang tubuh Gita sampai Gita terjatuh ke lantai. Darah keluar, mereka tidak tahan dengan apa yang telah dilakukan Salsa, Ibu kandung Gita.

Sekelompok polisi langsung menghentikan kejadian ini secara paksa. Gita meminta Galang untuk mendorong kursi rodanya menuju ke tempat Gita terjatuh di lantai.

Clara mengulurkan tangannya. Gita menerima pertolongan Clara sembari tersenyum tipis. Isak tangis Clara masih saja terdengar. Gita langsung memeluk erat tubuh Clara yang duduk di kursi roda.

Namun, tiba-tiba saja Gita tertawa dengan keras. Lalu melepas peluknya. Kemudian berteriak menyebut nama "Erlaga" sambil berlonjak. Mereka tak paham maksud dari perkataan Gita itu apa.

"Kak Erlaga! Semoga tenang! Bahagia! Aku bahagia! Bahagia! Bahagia, sayang! Muachh! Sampai jumpa! Muach, lagi! Aku sayang! Aku cinta! Satu kata untukmu! Aku mencintaimu sayang! Sayang! Sayang! Sayang! Sayang! Aku adalah calon istrimu! Aku sayang, aku cinta, aku ingin dipeluk kamu! Maaf aku tadi bunuh kamu! Aku ingin uang! Uang! Serta tidak ingin melihatmu menikah dengan Valen yang sok cantik itu!" teriak Gita sambil tertawa terkekeh-kekeh.

Mereka bingung, kenapa Gita mengucapkan seperti itu. Mereka memilih untuk bertanya ke ibu kandungnya.

"Maaf, anakku sepertinya sudah gila. Gita, sadar, nak!" ucap Salsa menahan tangisnya.

💐Jika kalian suka, jangan lupa meninggalkan jejak dengan cara vote dan komentar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

💐Jika kalian suka, jangan lupa meninggalkan jejak dengan cara vote dan komentar.
🌸Aku sayang kalian

Love Exchanged (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang