Evine melepas peluknya dan memalingkan wajahnya ke belakang, tetapi tidak menemukan perempuan bercadar di sana. Evine segera keluar lewat jendela untuk memeriksa keadaan di luar. Sebelumnya, ia sempat berbicara sejenak dengan Achazia.
Jika sekelompok polisi mencarinya, maka Achazia akan memberi tahu bahwa Evine telah keluar. Agar mereka tidak ikut panik. Achazia setuju, Evine langsung saja keluar melewati jendela. Sedangkan Achazia kembali ke kamar mandi.
Evine bergerak cepat, ia mencari perempuan bercadar di sekitar. Meskipun, ia sudah sangat lelah hari ini. Ia berusaha untuk tetap berjuang demi pembongkaran kasus. Hatinya mulia, tegas dan bijak dalam mengambil keputusan.
Ia memilih ke bagian belakang rumah besar tersebut. Akan tetapi, belum juga dipertemukan dengan perempuan tadi. Awalnya ia mendengus kesal, tetapi ia tidak mau meluapkan amarahnya. Mungkin ia harus berjuang lebih keras lagi.
Hingga suatu ketika, tiba-tiba Citra datang. Entah apa yang akan ia katakan. Evine menghentikan langkahnya dan berdiri di sudut ruangan. Setelah itu, Evina mengucapkan sepatah kata yang terngiang-ngiang dalam akal pikirannya.
"Kenapa Bu Citra berada di sini?" tanya Evine terkejut.
"Saya cuma ingin mencari udara segar, Pak Polisi," jawab Citra sedikit gugup dan merasakan ada keganjilan.
"Hm, oh begitu. Tapi kan di depan rumah besar ini bisa juga kan? Tidak harus ke belakang," sahut Evine membuat Citra semakin takut.
"I-iya juga, sih," ungkap Citra.
"Nah, hm apa yang ibu bawa kok ditutupi segala?" tanya Evine kian membidik sambil menatap ke bawah.
"E-enggak bawa apa-apa kok, Pak," gagap Citra sambil menundukkan kepalanya.
Kenapa saya merasakan ada yang aneh ya? batin Evine yang kian menuduh Citra yang enggak-enggak.
"Permisi, Pak. Saya ingin kembali ke tempat semula," ujar Citra bergegas kembali ke tempat tadi. Namun, ia masih juga membawa sesuatu di genggamannya.
Evine menguburkan rasa ingin tahunya, ia pun kembali ke kamar mandi dengan tangan kosong, keingintahuannya saat ini dikubur dalam-dalam. Begitu juga, ia tidak lagi mencari keberadaan perempuan bercadar lagi. Mungkin, takdir belum berpihak kepadanya.
Namun, di beberapa langkahnya terlihat sekilas seseorang yang berlari dengan sangat cepat. Seorang perempuan, rambut bergelombang, memakai pakaian berwarna hitam gelap, tubuh yang anggun, tetapi wajahnya tidak terlihat dengan jelas. Membuat Evine terkejut dan ingin tahu siapa perempuan itu dan alasannya datang ke tempat ini.
Perempuan itu membawa pisau tajam beserta kapak yang berlumuran darah serta tangannya juga seperti ada bercak darahnya. Mata Evine meneliti perempuan tersebut dengan sangat teliti. Hanya saja rupa yang sulit dilihat dengan mata karena perempuan tersebut lari sangat cepat.
Walaupun demikian, ada secarik surat yang ia jatuhkan mengenai tanah yang kering. Evine berjalan dan langsung saja mengambil kertas tersebut. Ia mulai membaca dengan penuh misteri. Maksud tulisan tersebut apaan.
Sayang!
Maafkan aku harus membunuhmu dan meletakkan jasad kamu di kamar mandi, sebenarnya aku sangat mencintaimu. Namun, aku melakukannya demi uang. Soalnya, aku dibayar oleh majikan aku untuk menaruh mala petaka kepadamu. Aku dibayar oleh mereka. Sekaligus, aku tidak tahan juga melihat kamu menikah dengan Valen.
"Apakah ini juga berhubungan dengan kematian Erlaga? Perempuan itu pasti pembunuhnya. Ia membunuh pria yang ia cinta demi uang. Hm, siapa dia? Apakah ia orang yang mencintai Erlaga? Siapa dia? Kenapa semakin rumit kasus ini? Astaga, tolong lancarkan usaha kami, Tuhan." Evine mengucap pertanyaan tersebut sambil memegang kepalanya.
Evine mengambil kertas tersebut, lalu kembali berjalan menuju kamar mandi. Kertas tersebut ada bercak darahnya juga. Baunya amis juga, aslinya Evine geli tapi ya harus bagaimana lagi. Surat ini kan juga penting untuk saat ini, membantu proses penyelidikan juga.
...
"Bagaimana sudah ketemu belum?" tanya Fergie menatap surat yang dibawa oleh Evine.
"Ha ha! Evine kamu menyita waktu saja, kamu kan pasti pulang dengan tangan hampa! Cih! Kamu tidak bisa diandalkan, Evine. Kamu jago Modus ya? Cari perhatian begitu, dasar enggak guna!" bentak Siren yang tiba-tiba datang ke rumah besar tersebut. Dia adalah seorang perempuan yang sangat dibenci oleh Evine. Kelakuan dan tingkah laku yang kurang sopan terhadapnya.
"Enggak, saya tidak modus. Tapi ingin membantu penyelidikan. Kenapa kamu bisa tahu saya berada di sini? Maaf apabila saya lancang," tegur Evine yang baru datang.
"Maaf, bila saya ikut campur dengan kalian. Tolong jangan buat ricuh di sini," ujar Fergie tidak ingin Evine terus menerus diejek oleh Siren yang sangat membuat Evine gelisah.
"Cie kamu penasaran! Ehem, saya kesini untuk memperkenalkan calon suami saya," ucap Siren membuat suasana semakin panas.
Prok! Prok! (Suara tepuk tangan Siren)
Seorang pria memakai baju kantor, wajah yang berparas tampan, serta celana yang mempesona berjalan ke arahnya. Sekilas sekelompok polisi mengamati dan tertegun melihatnya.
"Apakah ini calon suamimu, Siren?" tanya Evine menatap mata Siren.
Siren menolehkan kepalanya ke belakang. Matanya terbelalak. Bukan dia calon suaminya. Siren mendengus kesal sangat sial, hari ini. Ia pun memiliki alasan kuat.
"Oh bukan, ini adalah calon adik ipar saya. Adik ipar saya, sangat tampan kan? Maaf Evine, jika kamu iri karena ketampanannya. Kita kan sudah mantan ya. Ehem, benar kan?" tanya Siren sambil menatap matanya ke Evine.
Pria itu angkat bicara dan membuat Siren tidak sanggup membendung tangisnya ia berteriak-teriak sangat kencang ketika melihat jawaban yang dilontarkan oleh pria tersebut.
"Maafkan saya, Kak Siren. Sebenarnya saya diminta ayah dan ibu saya dan Ares untuk memberitahukan calon istrinya bahwa saat ini Kak Ares telah meninggal dunia. Ia sudah dimakamkan di tempat pemakaman umum," ucap Aezar, adiknya Ares calon suami Siren.
"Enggak mungkin! Beberapa jam yang lalu, saya bertemu dengannya dalam kedaan sehat! Ini kamu bercanda kan? Tolong, bercanda kamu berlebihan! Saya tidak suka bercandaanmu!" bentak Siren matanya sangat berbinar-binar.
"Ini benar, saya tidak berbohong," lugas Aezar yang tiba-tiba air matanya jatuh mengenai permukaan lantai.
"E-enggak mungkin! Dia sudah janjian kepada sa-saya!" gagap Siren terdengar merintih tangisnya.
Aezar menunjukkan gambar makam kakaknya. Mereka berdua tidak sanggup membendung tangisnya. Aezar tahu keberadaan Siren sekarang, karena ia akan memperkenalkan dirinya dihadapan mantannya. Ia membaca pesan WhatsApp nya Siren dengan Ares. Ares dan Siren tahu Evine dimana karena berita kebakaran rumah tersebar di media sosial. Mereka perjanjian ketemuan beberapa jam yang lalu.
"Sabar, Evine, mungkin ini sudah takdir. Semoga calon suami kamu tenang di alam barunya, saya percaya kamu kuat," ujar Evine sambil menepuk pundak Siren.
"Sok baik, kamu!" teriak Siren terdengar jelas.
💐Jika kalian suka, jangan lupa meninggalkan jejak dengan cara vote dan komentar.
🌸Aku sayang kalian
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Exchanged (Terbit)
Misterio / SuspensoKesabaran dalam menghadapi ujian sering kali harus dilakukan dalam menjalani sebuah kehidupan. Seperti halnya kisah kembar bersaudara Galang dan Gilang. Mereka saling membenci satu sama lain dalam diam. Hingga suatu ketika Galang harus menerima keny...