16 - Pantai

23 5 28
                                    

Yang berjanji belum tentu menepati janjinya karena situasi bisa saja membuatnya mengingkari janji.

***

Juli menunduk. Ia bingung harus berkata apa. Seketika lidahnya keluh saat ingin berbicara. Ada rasa gugup yang muncul tiba-tiba.

Ini ia harus menjawab apa? Hanya ada dua pilihan saat ini. Iya atau tidak.

"Li," panggil Ansyah. Juli tersentak kaget. Lalu ia menatap Ansyah dengan tatapan bertanya.

"Kenapa ngelamun?" tanyanya lembut. Jadi sedari tadi ia melamun? Sejak kapan? Kok Juli mendadak linglung?

"Aku?" Tanpa sadar sekarang Juli merubah kosa katanya menjadi Aku-Kamu kepada Ansyah.

Ansyah yang mendengar itu mengangguk. "Udah lima belas menit kamu melamun. Ada apa? Ada masalah?"

Juli seketika syok. Bukan kah tadi ia baru saja berduet dengan Ansyah? Dan Ansyah menembak dirinya? Lalu ... Oh shit! Jangan-jangan dia sedari tadi menghayal? Yang benar saja.

Dengan cepat Juli menjawab, "nggak."

Ansyah mengangguk saja. Dirinya sedang memperhatikan sekeliling, ada banyak orang yang sedang ada di seberang jalan yang tak lain adalah taman kota.

"Li, ternyata kalau malem banyak orang, ya?" gumamnya. Juli menoleh ke samping yang di mana Ansyah berada.

"Aku jarang banget keluar rumah kalau enggak diajak Galang atau Bunda," lanjutnya.

Juli masih diam ia sedang menyimak ucapan Ansyah. "Bunda aku cantik loh kaya kamu. Kapan-kapan deh aku kenalin kamu ke bunda," katanya yang masih memperhatikan ke sekitar lalu menoleh ke arah Juli.

Juli tersenyum saat mendapati sisi lain dari seorang Pratama Juliansyah. Kenapa Ansyah tidak dari dulu seperti ini saja? Ia yakin bahkan seratus persen yakin dia pasti akan jatuh cinta kepada Ansyah.

"Kenapa? Ada yang salah sama muka aku?" pertanyaannya itu membuat Juli terkekeh.

"Nggak, kok," jawab Juli singkat.

Jujur, pertama kali ia bertemu dengan Ansyah ia sudah berpikiran buruk tentang Ansyah. Bukan tanpa alasan Juli berpikir seperti itu.

Dia cuek, pendiem dan jarang ngomong. Dan, karena dia seperti itu, Juli menilainya sebagai orang jutek dan gak asik. Namun, nyatanya Juli salah. Dia terlalu baik untuk ia miliki.

"Kamu kenapa liatin aku gitu amat?" lagi-lagi pertanyaan-nya membuat Juli tersenyum.

"Aku beruntung, ya. Bisa liat kamu tersenyum, ngomong panjang lebar, dan bisa sedekat ini dengan kamu," ucap Juli jujur. Dia mengernyit bingung.

"Maksudnya?" Juli tidak menjawab pertanyaan Ansyah itu. Juli hanya membalasnya dengan senyum tipis.

"Permisi, ini mie ayamnya sudah jadi. Silah kan dimakan," ujar penjual mie ayam sembari meletakan dua mangkok mie ayam ke meja.

"Syah, asal kamu tau ya. Mie ayam Pak De ini, mie ayam Favoritenya aku sama temen-temen aku," ucap Juli kepada Ansyah.

Juli [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang