Lima

23 7 0
                                    

"Gas." Hana menatap Bagas dengan wajah memelasnya. "Jangan hari ini ya. Besok deh gue beresin buku di perpus."

"Nggak bisa, Han. Itu udah hukumannya. Gue nggak bisa lepasin lo gitu aja walaupun lo sahabat gue."

Bibir Hana otomatis manyun kembali. Usahanya membujuk Bagas untuk memberi keringanan pada hukumannya berakhir sia-sia. Hana tadi kena razia dadakan petugas OSIS dan guru BK. Cewek itu melanggar peraturan karena memakai kuteks ke sekolah. Bagas memang sudah berulang kali mengingatkannya agar menghapus kuteks itu. Tapi Hana tidak peduli. Maka di sinilah dia, berakhir di perpustakaan bersama beberapa siswa lain yang juga menjadi pelanggar hari ini.

"Sana gih. Buruan kerjain hukuman lo. Makin cepat lo kerjain, makin cepat selesai. Gue yang bakal jadi pengawas kalian hari ini." Si Ketua OSIS itu mendorong pelan Hana agar segera menuju rak buku yang masih berantakan. Sebenarnya dia tidak tega melihat Hana dihukum seperti itu. Tapi bagaimanapun juga, peraturan tetaplah peraturan. Dia tidak bisa mengubah seenaknya walaupun dia memiliki kuasa.

Bagas menuju salah satu kursi yang ada di perpustakaan. Posisinya cukup bisa memperhatikan pelanggar hari ini. Cowok bermata tajam itu mengawasi dengan teliti agar tidak ada yang hanya bermain, tidak melaksanakan hukumannya.

Lima menit berlalu dan Bagas mulai bosan. Cowok itu bosan hanya memerhatikan para pelanggar yang sedang mengerjakan hukumannya. Sebenarnya, kebanyakan Bagas hanya memerhatikan Hana. Melihat cewek itu mengerjakan hukumannya dengan kesal dan gerutuan yang tertangkap dari gerakan kecil bibirnya. Bagas hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah Hana. Dia ingin sekali membantu Hana, tapi itu tidak mungkin.

Bagas bangkit dari duduknya. Cowok itu menuju bagian perpustakaan yang sudah rapi. Dia hendak mencari bacaan yang sekiranya bisa membunuh kebosanannya. Bagas menuju rak bagian komik. Tapi ketika dia melewati rak novel, Bagas menangkap siluet seseorang yang sepertinya dia kenal.

"Maudy?"

Senyum Bagas mengembang ketika Maudy menoleh padanya. Ternyata itu benar Maudy.

"Hai, Gas," sapa Maudy ramah. Cewek itu meletakan kembali novel yang tadi dia pegang ke rak.

"Ngapain lo ke perpus jam pulang gini? Nggak pulang?"

"Lagi nunggu dijemput. Tapi masih lama soalnya kakak gue ada jam kuliah tambahan tiba-tiba," jawab Maudy. "Lo sendiri, ngapain di perpus?"

"Lagi dapat jadwal ngawas pelanggar. Tuh." Bagas menunjuk belakangnya dimana para pelanggar itu sedang melaksanakan hukumannya. Maudy mengangguk mengerti.

"Nggak merhatiin mereka? Ntar malah ada yang curang nggak kerja."

"Bosan gue. Mau cari bacaan dulu."

"Novel?"

Bagas menggeleng. "Gue lebih suka baca komik."

"Gue lanjut nyari novel dulu ya, Gas," pamit Maudy karena merasa tidak ada yang akan mereka obrolkan lagi. Tapi Bagas tiba-tiba menahan cewek itu.

"Gabung sama gue?"

"Hah?"

"Eh maksudnya satu meja bareng. Sekalian temenin gue ngawas. Mau nggak?"

"Oh gitu. Boleh," angguk Maudy. Bagas tersenyum lalu menuju rak komik untuk mengambil sembarang komik. Bagas rasa nantinya dia tidak akan membutuhkan komik tersebut.

Setelah mengambil komik yang Bagas tidak tahu apakah komik itu menarik atau tidak, cowok itu kembali ke tempat Maudy tadi. Cewek itu tampak sedang membaca blurb dari novel yang dia pegang.

"Udah dapat, Dy?"

"Belum. Cepat banget lo dapat komiknya, Gas." Bagas menunjukan cengirannya. Tidak mungkin dia mengatakan hal sebenarnya pada Maudy. "Ntar, ya."

BagasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang