03- Keluarga Prahara

76 12 1
                                    

Bel pulang sudah bunyi, waktunya seluruh siswa untuk pulang ke rumahnya. Aku yang lagi nunggu jemputan abang gue di depan gerbang, tiba-tiba suara klakson, tapi bukan motor ninja abang gue deh, gue lihat ternyata mobil dari arah dalam gerbang sekolah. Di mobil itu di dalamnya ada 3 anak utan, eh bukan deh 3 anak kadal.

"Dek ikut nggak," tawar kak Raffi. Emang kak Raffi orangnya baik sih tapi nggak mungkin gue terima, orang di dalemnya ada si kutub es sekaligus mantan pacar jadian hanya 3 detik.

"Iyah Dek ayo, noh di belakang ada mantan," ucap kak Hizaz dengan nada meledek, sambil melirik ke arah kak Azka.

"Apaan lo," ketus kak Azka yang duduk dari kursi belakang. Duuhh udah jadi mantan ajah nih ketos, jadian baru 3 detik diputusin.

"Nggak deh Kak, Syila lagi nunggu jemputan," ucapku hanya menatap kak Raffi.

"Yaudah kita pulang duluan yah," ucap kak Raffi.

"Eh Dek, dapat salam tuh dari mantan," ucap kak Hizaz meledek, nih orang bisanya ngeledek ajah, aku sumpahin lu jomblo dah.

Aku hanya memalingkan muka dan menatap ke arah lain, dan 3 anak curut itupun sudah pulang.

Beberapa menit kemudian abang pun datang dengan motor ninjanya.

"Ikhh Abang lama banget sih, Syila pegel tahu berdiri," ketusku.

"Dah lebay lo," ucap abang.

"Ikhh Abang, Adek sendiri dibilang lebay," ucapku sambil memanyunkan bibir ke depan.

"Udah cepetan mau naik nggak," katanya sambil menatapku kesal, kayanya habis putus sama pacarnya deh, haduhh sama kaya gue habis putus sama si ketos, wkwkwk.

"Iyah, mana helm nya Bang," ucapku, lalu bang Shaka pun memberi helmnya.

  Beberapa menit aku sama abang udah sampe dari rumah, dan masuk ke kamar masing-masing, hari ini nggak ada perdebatan alot ama abang soalnya kita-kita lagi patah hati masal.

Aku yang sedang tidur dikasurku,dengan menatap langit-langit kamar, dan sesekali pergi ke balkon untuk melihat bulan dan bintang yang bersinar di malam hari.

Tiba-tiba ... Suara seseorang yang mengagetkanku, untung saja aku tidak terjun dari lantai kamarku ke bawah.

"Woyy," ucapnya mengagetkanku.

"Kucing kecemplung dari kolam," teriakku kaget.

"Haha, siapa yang kecemplung Dek," ucap bang Shaka.

"Tahu akh, ngagetin ajah orang lagi galau juga," ucapku lalu membalik arah dan memandang langit malam.

"Hah? Galau? Galau kenapa Dek abis diputusin yah," tanya banh Shaka, duh tahu ajah ni orang.

"Yuupp," tanpa sadar aku bilang kaya gitu.

What? What? What? Mati dah gue kalau tahu bunda sama ayah, udah dijadiin rujak beubeuk dah, apalagi mulut abang emberan amat.

"Hah bener lu? Diputusin sama siapa?" tanya abang yang udah balikin tubuh aku ke hadapannya.

"Nggak Bang, Syila cuma asal ngomong," ucapku.

"Nggak lu boong, lu itu biasanya nggak kaya gini, pasti ada apa-apa nih," tebak abang Shaka, memang sih kalau aku ada masalah atau lagi sedih biasanya aku cuma duduk di balkon dan memandang langit.

"Nggak Bang, Syila beneran nggak papa," ucapku meyakinkannya.

"Udah cerita ajah apa susahnya sih, Abang janji nggak bakal kasih tahu Bunda sama Ayah, rahasia Adek akan aman di tangan Abang," ucap bang Shaka, kayanya benar deh, apa cerita ajah yah biar lega.

"Janji yah Bang," ucapku lalu menyosongkan jari kelingking, dan abang pun mengaitkan jari kelingkingnya denganku, kaya anak SD ajah.

"Iyah," ucapnya.

"Jadi gini Bang ... ," ucapku lalu menceritakan semuanya kepada abang, tentang jadian 3 detik itu.

"Hah jadi cuma gara-gara itu loh sedih, itukan tantangan Dek biasalah kalau lagi dalam MOS," ucap Abang eh bukannya apa lah ini malah gini bilangnya.

"Iyah Bang, Syila tahu ini cuma dare tapi Bang, Syila itu punya hati masa dia nembak Syila terus Syila terima udah Syila terima dalam 3 detik tuh ketos putusin di depan banyak orang lagi, walalupun dare tapikan kalau nembak seseorang itu bisa jadian kan, lah ini apa," jelasku sambil nangis, abang pun meraih tubuhku dan mendekap dengan erat.

"Yaudah nggak usah nangis tapi iya juga dia udah mainin perasaan lo," ucapnya sambik mengelus rambutku.

Kalau aku lagi di kamar atau di rumah emang aku selalu membuka jilbabku, tapi jika keluar rumah ataupun sekolah biasanya aku pake jilbab, dan di sekolah yang pakek jilbab hanya beberapa, emang kata ayah sama bunda perempuan itu harus menutup aurat.

"Kalau lu mau Dek, Abang bakal nemuin tuh ketos itu dan beri pelajaran," sambungnya.

"Nggak Bang, nggak papa kok kan Abang bilang ini cuma dare, yah cuma Syila ajah yang berlebihan, hehehe," ucapku sambil cecengiran.

"Bener Dek nggak papa," ucap abang meyakinkan.

"Iyah Bang," ucapku yang masih memeluk bang Shaka.

Abang aku ini yah, dia emang nggak pernah terima adeknya disakitin sama orang lain.

"Udah akh jangan sedih mulu jelek tahu," ucap bang Shaka.

"Diihh malah ngenistain lagi, lagian abang ngapain kesini coba?" tanyaku yang tiba-tiba abang ada di kamar gue, biasanya ada apa-apa tuh.

"Ouhh iyah gue lupa, gue kesini itu mau ngajak lu makan malam kata Bunda, ehh lu malah curhat," ucap bang Shaka.

"Iiihhh, kok malah jadi salahin Syila, kan Abang yang nyuruh Syila cerita," ucapku sambil bibirku maju ke depan.

"Udah tuh bibir, monyongnya sampai 1 meter, nanti kaya bebek lagi, hahaha," ucap bang Shaka. Iihh ngeselin dah 1 centi ajah nggak ini 1 meter, mana ada lah.

"Iihh ngeselin deh," ucapku.

"Bundaaa ... ," teriakku. Tiba-tiba dibekap ama nih abang laknat.

"Ngapain lu teriak-teriak sakit nih kuping," ucap bang Shaka yang masih membekap mulutku.

"Heumm, lepas! Nggak bisa napas tahu. Syila mau ngaduin sama Bunda kalau Abang jahat sama Adeknya," ucapku sambil pergi ke luar kamar untuk makan malam.

"Hey! Hey! Tungguin napa. Main ninggalin ajah," teriak abang yang masihku dengar.

Setelah aku sampai di meja makan, sudah ada bunda dan ayah yang lagi duduk santai, lalu aku tarik kursi dan ketika mau duduk ...

'Bruukkk'

"Aaaahhh, Bunda sakit," ringisku.

"Abang! nggak boleh gitu sama Adeknya, kasian tahu. Kalau nanti Syila gimana-mana ataupun dia sampai kebentur kepalanya, gimana coba?" cerocos Bunda yang nasehati abang.

"Matilah Bun," jawab bang Shaka enteng, bener-bener nih anak, gue jedotin kepalanya baru tahu rasa.

"Iihh Bunda! Abang ngeselin dari tadi," aduku pada bunda lalu aku berdiri dan menari kursi ke depan lalu ku duduki.

"Nggak Bun, dianya yang duluan ngeselin," ucap bang Shaka.

"Udah kapan mau makannya sih," ucap Ayah.

"Dari tadi Ayah nungguin," sambung ayah.

Lalu kami pun makan malam bersama.

Bersambung...
Jangan lupa vote yah, insya Allah aku bakal up 2 kali sehari.

Benci Jadi CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang