13.0 - Ancaman

527 21 2
                                    


Seorang lelaki mengenakan kaos hitam yang bagian luarnya di lapisi kemeja kotak-kotak biru tua tidak dikancing berjalan tergesa menuju ruang BEM. Wajahnya terlihat serius.

"Siapa yang memasang banner di depan?" tanyanya begitu sampai di ambang pintu yang terbuka. Suaranya tegas dan menggelegar. Tak ayal membuat semua orang yang ada ruangan menoleh terkejut.

"Sa-saya dan Ryan, kak." Seorang laki-laki berkacamata mengangkat tangannya dengan perlahan karena takut.

"Siapa yang menyuruh memasang disana? Kan sudah disediakan tempat! Kenapa seenaknya memasang di tempat lain?"

"I-itu atas perintah kak Clarisa."

"Clarisa. Kok tidak diskusi denganku?"

"Ma-maaf." Lelaki itu menunduk bersalah.

"Sekarang kamu dan Ryan pasang kembali ke tempatnya!"

Itu hanya salah satu contoh dari sekian banyak kemarahan seorang Rehan. Akhir-akhir ini si ketua sering marah-marah tidak jelas. Mengakibatkan para anggota mempunyai waktu yang sulit dan menyiksa. Contoh lainnya, saat mereka menunjukkan proposal acara, Rehan menyuruh mereka memperbaikinya. Begitu selesai direvisi, lelaki itu menyuruh kembali merevisi. Total mungkin ada lima kali perbaikan. Begitu juga untuk bagian dokumentasi dan desain. Tak luput dari amukan. Semua anggota hanya bisa pasrah dan menuruti kemauannya.

"Rehan kenapa sih? Marah-marah terus," keluh Ovi, si bendahara yang juga tak luput dari acara marah-marah si ketua.

"Menurutmu aku tahu gitu? Memang aku ibunya?" ucap Lisa dengan nada julid.

"Siapa tahu kamu tahu soalnya kamu kan temannya teman dekatnya."

Lisa memutar bola matanya malas. Lalu kembali pada kegiatannya mengedit gambar yang baru saja dikatain jelek oleh Rehan. Ya, dia salah satu anggota divisi dokumentasi dan desain. Keduanya saat ini di ruang BEM. Tidak hanya mereka, namun ada beberapa lainnya yang sama sibuknya memperbaiki kerjaan mereka. Sementara si ketua pergi ke ruang rapat untuk mengerjakan sesuatu.

"Aku tidak akan memilihnya lagi di pemilihan selanjutnya," putus Ovi.

"Dia juga tidak akan maju lagi kali. Dari awal dia tidak tertarik. Ikut juga karena paksaan Clarisa," jawab kesal Lisa.

***

"Han, kamu punya masalah apa sih?" tanya Clarisa setelah membuka pintu ruang rapat dengan kasar. Rehan meliriknya sekilas lalu mengalihkan kembali pada laptop. "aku udah ijin ya sama pak Dekan. Dan beliau memperbolehkan." Ia menarik kursi yang ada di depan Rehan. Keduanya duduk berhadapan dengan meja panjang sebagai penghalang.

"Kamu memutuskan sendiri tanpa diskusi denganku."

"Han, bukannya begitu. Kamu kan selalu bilang apapun keputusanku kamu ngikut aja karena kamu percaya keputusanku yang terbaik. So, pemasangan banner itu aku nggak ngomong karena ku pikir kamu akan setuju."

"Jadi kamu ingin menggantikanku sebagai ketua? Membuat keputusan?"

"Han! Dari SMA kamu kan selalu mempercayakan padaku sebuah keputusan. Kok sekarang gini?"

"Kalau begitu kenapa tidak kamu saja yang menjadi ketua?"

"Karena kamu pantas, Han. Aku kenal kamu sejak menjadi ketua osis. Jadi tahu kinerjamu. Kalau aku yang jadi ketua aku tidak yakin akan mampu. Jadi aku memilih menjadi pendukungmu dari belakang."

Karena jika aku mencalonkan diri, yakin tidak akan ada yang memilihku, batin Clarisa.

"Lain kali diskusikan denganku. Aku tidak ingin kejadian yang kemarin itu terulang."

Love My Bestfriend - Complete (✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang