Part 6 || Namamu

437 243 353
                                    

.......

Putri Aneska Aradila

Sekarang aku sudah menyelesaikan sholat dzuhurku dan waktunya untuk makan siang. Aku segera bergegas turun untuk menyantap makananku karena rasanya perutku sudah sangat kelaparan. Dan ternyata abangku sudah pulang, bahkan sekarang dia sedang menyantap makanannya.

"Manusia hanya bisa mendengarkan suaramu saja, sedangkan Allah, bisa mendengar bisikan hatimu." Putri Aneska Aradila.

Aku duduk dan mengambil makanan. "Abangku udah pulang ya ternyata, kok enggak bilang-bilang? untung saja adek enggak teriakin maling tadi."

Abang menatap ku dengan sedikit kesal. "Sembarangan saja, tadi abang sudah salam, adek saja yang budeg."

Dan aku pun tidak mau kalah berdebat denganya. "Oh ya, adek budeg? kalo budeg ya enggak mungkin adek bisa dengar abang bicara sekarang."

"Ya entahlah, mungkin budeg jauh kali," jawabnya dengan enteng tanpa memikirkan perasaan adek imutnya.

"Adek ngambek sama abang," ancamku sambil memalingkan wajah ke arah lain.

Rita yang dari tadi memperhatikan kedua anaknya itu kini mulai angkat bicara.

"Kalian berdua ini kenapa sih? disuruh makan malah berantem, ingat yah! Kalian itu adek kakak. Kalian ini sudah besar, bersikaplah seperti orang dewasa. Jadi, jangan berantem cuman masalah sepele, enggak enak didengar tetangga," jelas Rita memarahi kedua anaknya itu.

Farel hanya bisa diam mendengarkan omelan dari mamanya.

"Tapi mah---" belum sempat Putri menyelesaikan ucapannya Rita langsung memotongnya.

"Sudah tidak usah bicara lagi, selesaikan makanannya!" pinta Rita dengan penuh penegasan membuat kedua anaknya itu memakan makanya dengan lahap.

"I-iya, Mah," jawab Putri dengan gugup.

Setelah selesai makan kami kembali ke kamar masing-masing.

Aku membuka buku pelajaranku tadi dan mengerjakan tugas yang tadi sudah di berikan oleh ibu guru.

Setelah semuanya selesai aku langsung tertidur di atas kursi belajarku. Aku begitu sangat mengantuk sampai-sampai aku tidak sadar kalau sudah jam 4 sore.

Lalu aku terbangun untuk segera melaksanakan sholat ashar.
Setelah semuanya selesai aku langsung menuju dapur untuk membantu mama menyiapkan makan malam.

Semua makan malam kini sudah siap untuk disantap, dan semuanya sudah tersusun rapi di sebuah meja makan.

Setelah semuanya selesai makan malam, kami pun duduk sambil menonton tv.

"Ouh iya, abang udah lama nih enggak cek handphone kamu dek," Farel memulai percakapan.

"Hmm .... Adek tuh dah gede abang, jadi ngapain pake periksa handphone segala?" tanya Putri dengan memutar bola matanya malas.

"Ya justru itu, abang itu nggak mau adek terjerumus kedalam hal-hal yang tidak diinginkan," jelas Farel pada adik kesayangannya.

"Iya nak, kasih aja abang kamu buat periksa, anak ayahkan enggak mungkin melanggar hukum Allah," lanjut ayah menambahkan.

"Iya, Ayah."

"Mana sini handphonenya!" pinta Farel.

Dengan sigap Putri memberikan benda pipih itu kepada abangnya yang sedikit nyebelin itu.

"Sandinya apa nih dek?" tanya Farel.

"Namamu," jawab Putri tanpa menatap abangnya yang sedang bertanya. Karena dia sedang fokus dengan tv yang sedang ia tonton.

"Nama aku? nggak salah nih? dasar adek kesayangan. Masa sandi handphonenya aja taruh nama abangnya sih," batin Farel dengan sedikit senang.

Dengan semangatnya Farel mengetik namanya. Mulai dari nama panjangnya sampai nama panggilannya dan tetap saja tidak bisa. Lalu ia mencoba lagi menggunakan huruf kapital. Tetapi nihil, tetap saja tidak bisa meski sudah mencoba berulang-ulang kali.

"Dek, kok enggak bisa sih? Selalu aja kata sandinya salah," tanya Farel.

"Kata sandinya yang adek bilang tadi abang, namamu."

"Udah dek, tapi tetep nggak bisa. Adek bohongin abang yah?"

"Ih abang tuh, adek mana ada bohongin abang. Emang bener kok sandinya namamu."

"Iya adek bohongin abang pasti tuh, buktinya abang ngetik nama abang dari tadi tetap aja salah," ucap Farel dengan sedikit kesal kepada adiknya.

"Ya Allah Ya Rabbi abang, yang suruh taruh namanya abang siapa? maksudnya adek, kata sandinya itu adalah namamu na-ma-mu, namamu bukan namanya abang. Masih belum paham?" jelas Putri dengan terkekeh.

"Yah dek, bilang kek dari tadi," ucap Farel dengan kesal pada adiknya.

"Hahahaha, akhirnya kena perangkap," dengan puas Putri menertawakan abangnya itu.

Farel pun hanya bisa ikut tertawa, karena ia merasa konyol dengan kelakuannya barusan.

Sedangkan orang tua mereka yang dari tadi mendengarkan percakapan kedua anaknya itu pun ikut tertawa melihat tingkah kedua anaknya.

Semoga kalian suka 🤗
Maaf yah kalo gaje 😓😩
Next or stop ?

SEPERTIGA MALAMKU (Revisi Sementara) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang