"Jangan bilang lo nyuruh gue untuk main kotor dan nyari pendonor dari pasar gelap--" "Nggak sejauh itu, Liam. Dan... mungkin nggak sekotor itu juga." Mendengar ucapan itu jelas dahi Liam berlipat lebih dalam. "Gue tahu ini nggak pantes keluar dari mulut dokter yang punya etika dan hukumnya sendiri. Tapi tolong anggap ini keluar dari mulut temen lo yang peduli dan sayang sama lo, Liam." "Nggak, Erick. Jangan ngorbanin sumpah profesi lo cuma buat gue!" Liam menentang keras. "Ini nggak akan ngelanggar apa pun, nggak akan ngorbanin siapa pun, nggak akan ngerugiin siapa pun, asal semuanya berjalan lancar dan nggak ada yang bocorin hal ini keluar." "Apa, Rick? Apa pun bakal gue bantu asal Liam nggak kayak orang sekarat yang bakalan ninggalin kita selama-lamanya." "Sakti." Liam memberikan panggilan peringatan, yang jelas diabaikan oleh kedua sahabatnya. "Kita cari istri sekaligus yang bisa donorin hatinya buat Liam." Ucap Erick tenang, meski dengan nada dan ekspresi wajah sangat serius. "Kita, what? Are you crazy?!" Liam berseru, tidak percaya dengan apa yang didengarnya.