Senja seharusnya bersyukur akan ketidakmampuannya mendengar suara. Tidak harus ia mendengar ejekan yang dilayangkan di belakang, tidak juga mendengar bagaimana kedua orang tuanya saling berteriak-hingga berakhir dengan lemparan barang atau bantingan pintu dari ayah. Kedua netra yang menatap langit senja menjadi alasan bagi Senja untuk tetap menunggu hari esok, namun kini ia memiliki satu tujuan; Senja akan mengakhiri hidupnya tepat ketika tahun ajaran berakhir. Tidak ada yang mengharapkan keberadaannya kecuali sang ibu, hingga kemudian semesta mempertemukan Senja dengan laki-laki dengan senyum secerah mentari pagi, Rasi Bintang. Bintang menunjukkan keindahan lain dari dunia, hingga kemudian membuat Senja berpikir. Apa ia tetap harus mengakhiri hidupnya atau justru mencoba untuk bertahan sekali lagi?