-HAPPY READING-
"Kata 'move on' terdengar mudah. Tapi kamu harus mati beribu kali dalam sakit untuk mengapresiasikan kata itu."
"Ya lo kenapa lagi anjir?" ucap Silvia memukul meja keras.
"Gemes banget gue dengernya," timpal Jena menatap Rachel kesal.
Rachel mendengus malas, ia merutuki dirinya karena menceritakan kejadian di gudang kepada kedua temannya saat ini. "Harusnya ngga gue ceritain sekarang."
Silvia mendelik lalu memukul bahu Rachel. "Kalo ngga sekarang kapan!" serunya.
"Heh, ini nih, gegara ini gue ga mau ceritain di sekolah," ketus Rachel mengelus bahunya.
Keadaan kelasnya saat ini tidak terlalu ramai karena beberapa anak kelasnya memilih menghabiskan waktu di kantin selama jam istirahat. Biasanya mereka juga memilih ke kantin, namun setelah setengah cerita Rachel sebelum istirahat, mereka memutuskan membawa makanan ke kelas.
"Ya abis gue greget dengernya," desis Silvia.
"Jangan bilang lo beneran udah move on dari Kak Firlan?" tanya Jena tidak percaya.
Ucapan itu membuat Silvia yang baru akan menyuapkan baksonya lagi menatap tak percaya pada Rachel. "Hah, yang bener?"
Rachel mengendikan bahunya santai dengan mulut masih mengunyah. "Mungkin," ucapnya setelah menelan makanan di mulutnya.
"Mungkin, mungkin aje lo. Ngga ngejawab banget dodol," tukas Silvia.
"Ya gue ga tau, kalo gue ngomong kek gitu ke Kak Firlan bisa dibilang gue udah move on, kan?" Rachel menatap kedua temannya bergantian, "Tapi gue juga masih suka salting deket dia. Nah, udah bener kan gue bilang mungkin."
"Lo move on atau ignore perasaan lo sih," Jena memperhatikan Rachel yang sibuk dengan makanannya, "gue yakin lo berani ngomong gitu ke Kak Firlan pasti lo ragu sesuatu," lanjutnya.
Silvia menjentikan jarinya. "Iya, kan, gue juga yakin."
"Gue ragu aja sama dia yang tiba-tiba gitu karena beneran mau bales perasaan gue," jelas Rachel.
Silvia dan Jena saling melirik.
"Gue rasa dia cuma ngerasa bersalah sama gue. Dia ngga suka gue," lanjutnya.
Jena mengambil buku dari lacinya dan memukul kepala Rachel membuat temannya itu meringis menatap kesal dirinya.
"Mampus, makan tuh!" ejek Silvia tertawa puas.
"Kena mulu gue, kenapa sih?" decak Rachel sebal.
"Lo coba deh singkirin dulu nethink lo. Jangan kebawa mulu gegara kutu kupret satu itu," ucap Silvia.
"Iya, gue yakin Kak Firlan ngga kek gitu, dia deketin lo bukan karna ngerasa bersalah," timpal Jena.
Rachel mengerutkan dahinya tidak setuju dengan ucapan kedua temannya. "Sok tau banget."
"Bukan sok tau, emang udah keliatan jelas dari Kak Firlan liatin lo," sahut Silvia menahan amarahnya.
Ia dan Jena sudah sering memperhatikan perilaku Firlan ke Rachel. Terlebih tatapan yang diberikan Firlan pada teman mereka itu. Rachel saja yang tidak pernah melihat tatapan itu karena terlalu sibuk membuang tatapannya dari Firlan.
"Lo ga usah ignore perasaan lo buat nethink lo."
Perkataan Jena berhasil membuat air muka Rachel berubah.
KAMU SEDANG MEMBACA
On The Road
Teen Fiction• c o m p l e t e d • Rachel berpikir, kalau masuk ke tim basket sekolah, ia otomatis akan dekat dengan Firlan, orang yang ia sukai. Namun di tengah jalan, ia harus menelan kepahitan atas tamparan realita yang menampar keras dirinya. Entah dengan...