-9- On The Road

17 14 0
                                    

-HAPPY READING-

"Jangan buat dirimu merasa sangat penting hingga merasa bersalah dan ingin menembusnya dengan cara yang akan menenggelamkan dirimu sendiri.

Simpan rasa bersalah itu hingga kamu menemukan cara lain dari pelajaran yang kamu dapat darinya."

Rachel mengedarkan pandangannya untuk mencari tempat kosong. Sesekali ia menoleh menatap Jena dan Natasya yang masih mengantri membeli makanan mereka. Ia menghela napasnya malas ketika melihat semua meja telah penuh karena siang itu ketiganya keluar kelas lebih lama dibanding biasanya. Menyerah mencari meja kosong, Rachel memutuskan menunggu kedua temannya untuk makan di kelas. Dengan tangan yang memegang mangkok berisi pempek telur dan sebotol air mineral, ia berdiri tak jauh dari Natasya.

"Kaga ada yang mau minggat gitu?" gumamnya saat kembali memandang sekitarnya. Ia mendesah kesal lalu menyandarkan tubuhnya di tembok dekat pintu masuk kantin.

"Tangan lo udah mendingan?" Rachel yang sedang mengawasi teman-temannya tersentak saat suara itu terdengar di dekatnya. Ia tidak menyadari Gavin sudah berada di sebelahnya.

"Nongol-nongol bukannya nyapa, bikin kaget aja lo. Untung kaga tumpah!" Rachel mengangkat tangannya yang memegang botol air. "Udah ngga nyeri-nyeri lagi sih," ucapnya sembari menggerakkan pergelangan tangannya.

Gavin tersenyum kecil. "Ya jelaslah, udah dua hari juga. Kan tangan lo ga parah-parah amat," Gavin mendorong dahi Rachel pelan lalu melirik ke arah lain, "tuh ada meja kosong, buruan ntar diambil orang," katanya sembari menunjuk dengan dagunya membuat Rachel ikut mengarahkan pandangannya.

"Lah, lo yang nanya tadi. Gue dulu—" Gavin menarik pelan tangan Rachel yang memegang botol air dan mengaitkan plastik yang berisi gorengan ke salah satu jarinya. "Buat lo," ucapnya menatap Rachel yang bingung.

"Makasi!" Gavin hanya mengangguk kecil lalu beranjak pergi ke luar kantin. Rachel dengan segera menghampiri meja kosong dan tak lama setelahnya, Jena dan Natasya menghampirinya.

"Gue liat Kak Gavin sama lo tadi," ucap Natasya meletakkan sepiring nasi goreng dan sebotol air mineral lalu menarik kursi.

"Oh, Kak Gavin nyamperin lo?" sambung Jena melirik Rachel sekilas saat mengaduk bakso miliknya.

"Iya, dikasih itu," jawab Rachel lalu mendorong plastik yang diberikan Gavin tadi ke tengah meja mereka.

Natasya membuka plastik itu dan mendapati beberapa risol dan gorengan tempe di dalamnya. "Ada tempe lo nih," ucapnya lalu mengambil satu risol dan memakannya.

Rachel hanya mengangguk ringan dengan mulut yang mengunyah. Sejak ia menyadari cara dan perkataannya untuk membuat Gavin berhenti menyukainya sangat jahat, ia jadi merasa bersalah pada Gavin. Ia tidak bisa mengatakan apapun pada Gavin yang saat ini kembali mendekat.

"Lo ga deket Kak Gavin buat lupain Kak Firlan, kan?" tanya Natasya sebelum melahap kembali risolnya.

Pertanyaan itu membuat Rachel tersedak dan segera meneguk minumnya. "Lo gila, ya? Memangnya gue sejahat itu?"

"Mana tau, abis lo udah kek ngebuka jalan buat dia." Natasya mengendikkan bahunya santai.

"Ya, sekarang lo ngerasa bersalah jadi lo ga nyuruh dia jauhin lo lagi. Tapi ga nutup kemungkinan lo buka hati lo buat dia juga, kan?" cetus Jena.

"Iya, apalagi lo udah bulatin tekad lo buat move on dari Kak Firlan. Eh, udah gagal kali ya gegara perkara salep," sambung Natasya.

Rachel terdiam sejenak. Ia tidak pernah berpikir untuk membalas rasa Gavin tapi ia membiarkan Gavin kembali mendekatinya seakan ia membuka lebar pintu hatinya. Dan, ia juga belum sepenuhnya bisa move on dari Firlan. "Gue ga pernah mikir bakal balas perasaan Kak Gavin. Gue salah, ya?" cicitnya pelan.

Natasya menggelengkan kepalanya sembari berdecak kesal. "Jelas salah! Lo kek kasi harapan ke dia."

"Jadi, gue mesti gimana? Gue ga berani bahas gegara hari itu dia ngomongnya serius banget," kata Rachel.

"Gimana apanya, lo tuh harus tegas buat keputusan. Kalo dari awal udah ga kasih jalan, ya sekarang juga harus gitu. Rasa bersalah lo tembus dengan cara lain," jelas Jena membuat Rachel mengangguk mengerti.

"Udah ah, tiap hari bahasannya Kak Gavin mulu, bosan gue," ucap Natasya lalu mulai memakan nasi gorengnya yang belum tersentuh.

"Lo duluan, nyet yang bahas!" kata Jena menatap kesal Natasya yang memasang wajah polosnya. Jena merampas plastik yang berada di dekat Natasya lalu membukanya. "Yang punya siapa, yang makan siapa," cibir Jena saat melihat isinya yang tinggal sedikit.

"Yang punya aja kaga sewot," balas Natasya ditengah kunyahannya. "Masih ada dua risolnya mbak, lagian si Rachel doyannya tempe."

Jena mendesis lalu menatap Rachel dengan senyumnya. Ia secara diam memasukkan cabai ke dalam satu risol dan mengambil botol air Natasya sedangkan Rachel mengajak Natasya berbicara agar ia tidak menyadari rencana keduanya dan bersiap dengan ponselnya yang mulai merekam.

"Rachel, gue satu ya risolnya," minta Jena yang langsung diiyakan oleh Rachel. "Ini tinggal satu," lanjutnya.

"Buat manusia satu ini aja," kata Rachel menunjuk ke arah Natasya membuat mata Natasya berbinar.

"Makasi loh, ya." Natasya mengambil plastik itu segera lalu dengan cepat memakan risol itu.

Jena dan Rachel langsung terbahak saat melihat perubahan wajah Natasya. "Air, air!" minta Natasya dengan mata yang sudah berair karena pedas. Ia tidak bisa makan pedas sedikit pun. Ia mengipasi mulutnya yang terbuka dengan tangannya sembari mencari botol airnya.

Jena yang masih tertawa dengan perlahan menyodorkan botol air mineral milik Natasya yang ia sembunyikan.

"Pada kabur semua abis ngeliat muka lo!" ucap Rachel disela tawanya. Ia sudah memegangi perutnya dan mengusap air mata di sudut matanya lalu berusaha menghentikan tawanya. Ia menggoyangkan ponselnya dihadapan Natasya.

"Kurang ajar lo berdua," desis Natasya dengan tatapan tajamnya.

"Abis lo nyomot-nyomot mulu daritadi," kata Rachel menatap Natasya yang tengah meneguk air hingga habis. "Seru nih kalo dipasang di ig," lanjutnya.

"Heh! Gak gue kasih tau ya ada murid baru!" kata Natasya dengan tangan yang berusaha menggapai ponsel Rachel.

Rachel segera menjauh dan kembali menatap ponselnya yang tengah menayangkan story yang tadi tanpa sengaja ia tekan. Ia terdiam dan mengulang story itu kembali, memastikan bahwa ia tidak salah membaca.

"Kenapa lo?" tanya Jena saat menyadari Rachel yang terlamun. Ia mengambil alih ponsel Rachel.

"Coba lo liat yang sebelumnya," ucap Rachel pelan menatap kedua temannya yang memperhatikan benda pipih itu dengan seksama.

"Hah? Kak Gavin udah jadian?" tanya Jena tak percaya.

Thank u for reading till the end of this part.

See you in the next part :)

On The RoadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang