Prolog

67 22 4
                                    

-HAPPY READING-

"Rachel, lo serius ga mau ikut?" tanya perempuan dengan rambut sebahu itu.

Rachel menghela napasnya gusar lalu menatap perempuan yang sedaritadi mengikuti dan bertanya pertanyaan yang sama berulang kali. "Gue bilangin sekali lagi, gue ga minat! Jadi stop nanyain gue hal yang sama, Tania," ucap Rachel malas.

Tania mengerucutkan bibirnya lalu menggandeng tangan Rachel dan kembali berjalan pelan. Ia sebisa mungkin membujuk Rachel untuk ikut masuk tim basket. Beberapa bulan lagi akan ada perlombaan basket antar sekolah dan anggota tim basket putri masih kekurangan anggota.

"Lo pikirin lagi, deh. Bayangin nanti pas latihan, lo diajarin sama Kak Firlan," ujar Tania dengan tangan yang digerak-gerakan di depan wajah Rachel.

Rachel menghadap Tania hingga gandengan tangannya terlepas. Ia menatap Tania serius dan lawan bicaranya menatapnya dengan mata berbinar, berharap ucapan tadi berhasil membuat Rachel mengubah keputusannya.

"Jadi lo mikir dengan adanya Kak Firlan bisa bikin gue berubah pikiran?" Rachel memutar bola matanya.

"Ya, mungkin aja, kan doi lo," Tania tertawa pelan, "Gue ga ngajak sembarangan orang buat masuk tim, kalo lo mau tau. Gue itu memprioritaskan potensi, dan kebetulan gue liat potensi itu di diri lo," lanjutnya dengan nada serius.

"Potensi pala lo!" Rachel berhenti lalu menatap jengkel Tania.

Tania berdecak dan berkata, "Lo itu udah terbiasa nonton basket, apalagi kakak lo anak basket juga. Gue yakin lo itu bisa, kan ada yang pernah bilang kamu tanpa sadar belajar dari apa yang kamu lihat."

Rachel mendengus lalu menggeleng pelan. Sejujurnya ia pernah berpikir untuk bergabung ke tim basket sekolahnya karena ada Firlan, orang sejak lama ia sukai. Tapi entah mengapa ia sedikit ragu dengan kemampuannya untuk masuk ke tim basket. Walaupun ia sering melihat pertandingan basket, bukan berarti ia bisa bermain dengan baik.

"Gue nggak dulu deh, " Rachel menolak dengan halus, "Susah juga kalo ga ada alasan kuat buat masuk tim, ga ada motivasi sama semangatnya."

"Oh, lo butuh motivasi nih ceritanya?" goda Tania lalu mencolek dagu Rachel.

Rachel menepis tangan Tania dengan kesal, "Udah ah, gue cabut dulu!"

"Kalo lo berubah pikiran kasih tau gue, ya!" kata Tania pada Rachel yang sudah agak jauh dari tempat ia berdiri.

***

Rachel mengedarkan pandangannya ke penjuru kantin, mencari keberadaan teman-temannya. Ia mendapati kedua temannya duduk di area outdoor kantin yang menghadap taman sekolah. Dengan cepat, ia menghampiri meja teduh itu dengan dahan-dahan pohon besar di atasnya.

"Lama banget lo, pasti ketemu Tania tadi," tebak Natasya ketika melihat Rachel menarik kursi yang ada di hadapannya.

Rachel menganggukkan kepalanya sebagai jawaban dan menerima mangkok berisi batagor serta segelas es teh manis pesanannya yang disodorkan Natasya.

"Jadi, lo tetap ga mau masuk tim?" tanya Jena lalu menyeruput es teh dengan mata yang melirik ke arah Rachel.

"Yah, lo juga tau gue males plus malu ikut gituan. Anggota lainnya pada anak kelas sebelas, gue malu, lah anak kelas sepuluh sendiri," jawab Rachel sembari menusuk batagornya dengan garpu lalu melahapnya.

"Lah, Tania kan anak kelas sepuluh juga," kata Natasya yang dibalas kekehan oleh Rachel.

"Gue yakin kalo Kak Firlan yang nawarin ikut, lo pasti mau," ucap Jena menatap Rachel yang baru saja mengeluarkan ponsel dari kantong roknya.

On The RoadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang