-HAPPY READING-
"Bukan kamu, aku sendiri yang mematahkan hatiku karena mempercayai sesuatu yang tidak nyata."
"Bagus Rachel, kamu udah nunjukin banyak perubahan, tingkatkan lagi ya," puji Pak Yanto, pelatih basket mereka.
Rachel mengangguk sembari tersenyum menanggapi pelatihnya itu lalu ikut membubarkan diri.
"Cie, dipuji Pak Yanto," ucap Tania menoel-noel pipi Rachel.
Rachel hanya mendengus malas mendengar Tania. Di hati terdalamnya ia merasa bangga pada dirinya sendiri. Setidaknya usahanya selama ini memberikan hasil dan ia ingin terus meningkatkan kemampuannya.
"Kan, emang udah bener keputusan lo ikut masuk tim. Keliatan, kan seengganya salah satu kelebihan lo. Terus jadi keliatan banget ada yang berubah," celoteh Tania yang ikut duduk di sebelah Rachel.
Rachel membuka botol minumnya dan tanpa sengaja melihat Firlan dan Alissa yang tengah mengobrol. "Iya, banyak yang berubah abis gue ikutan. Contohnya berusaha ngelepas sesuatu yang ga bisa gue dapet," katanya terkekeh kecil sebelum menenggak habis airnya.
Tania ikut melihat arah pandangan Rachel. "Udah yakin banget lo mau move on?" tanyanya.
"Iya," jawab Rachel yakin.
Ia tersenyum ketika Alissa menatap ke arahnya. Selama ini, ia sebisa mungkin tidak melihat Alissa maupun Firlan saat tengah latihan. Namun sekarang ia merasa hal itu sudah tidak diperlukan mengingat dirinya yang tengah berusaha melepas perasaan yang telah lama ia simpan. Mungkin dengan terus merasa sakit, ia akan dengan cepat melupakan perasaan itu.
Tania memalingkan wajahnya dan menatap Rachel dalam. "Kalo ternyata Kak Firlan sama Kak Alissa ga ada apa-apa, lo mau tetep move on?"
Rachel terhenyak memikirkan jawaban yang terlontar. Ia memutuskan melepaskan Firlan karena tidak ingin menyukai orang yang mungkin saja memiliki hubungan dengan sepupunya itu. Mungkin kalau bukan karena itu, ia tidak akan berusaha melepas Firlan di saat dirinya masih sangat menyukai laki-laki itu.
Ia bergumam kecil. "Mungkin tetap bakalan move on. Udah bertahun-tahun juga, bisa aja gue udah capek," jawabnya ragu.
"Jadi sekarang lo udah capek?" tanya Tania lagi.
"Sekarang sih iya, kek capek liat orang yang lo udah suka lama taunya sama sepupu lo. Apalagi rupanya selama ini di mata orang gue tuh ngenes banget." Tapi mungkin ia tidak akan selelah ini jika hal-hal itu tidak terjadi padanya. "Dari awal gue juga berharap sama sesuatu yang ngga nyata, semu gitu ga bisa gue dapet."
Tania mengangguk mengerti maksud perkataan Rachel. "Kak Gavin udah ngga nyamperin lo lagi, masalah lo sama dia udah kelar?"
"Udah."
Rachel bersyukur Gavin benar-benar tidak mengganggunya lagi setelah hari itu. Beberapa kali Gavin menyapakan santai seperti tidak pernah terjadi apa-apa, saat itu juga Rachel hanya tersenyum kecil lalu segera pergi. Rasa canggung itu masih ada dan Rachel sama sekali tidak berniat kembali seperti dulu.
"Eh, gue perhatiin Arsen itu demen banget nimbrung bareng kalian," ucap Tania saat mendapati Arsen bersama teman-teman Rachel di depan pintu masuk lapangan.
"Iya, kita suka ngantin bareng akhir-akhir ini," kata Rachel menatap teman-temannya yang heboh di sana.
Tiga hari terakhir, mereka memang sering bergabung dengan Arsen dan temannya di kantin. Bahkan dalam jeda waktu singkat itu, mereka beberapa kali pergi jalan bersama. Arsen yang mudah bergaul dan Ryan yang tak kalah heboh dari Silvia membuat keduanya bisa selalu masuk ke obrolan.
KAMU SEDANG MEMBACA
On The Road
Teen Fiction• c o m p l e t e d • Rachel berpikir, kalau masuk ke tim basket sekolah, ia otomatis akan dekat dengan Firlan, orang yang ia sukai. Namun di tengah jalan, ia harus menelan kepahitan atas tamparan realita yang menampar keras dirinya. Entah dengan...