-10- On The Road

19 14 0
                                    


-HAPPY READING-

"Jangan biarkan pikiranmu membuat kamu memikirkan sesuatu yang tidak bisa ditangani hatimu."

"Gimana-gimana? Apa ga salah?" Natasya membaca kembali instastory itu. Ia menatap Rachel dan layar ponsel itu bergantian.

"Sama anak sekolah lain... lo kenal?" tanya Jena melirik Rachel yang termenung.

Natasya melempar tisu di hadapannya pada Rachel hingga temannya itu tersadar dari lamunannya. Rachel menarik ponselnya cepat. "Ss! Astaga, gue harus screenshot!" ucapnya cepat dengan wajah panik.

Jena dan Natasya saling berpandangan tidak mengerti. "Lo gapapa?" tanya Natasya pelan dengan dahi mengerut.

"Apaan?" Rachel mengabaikan tatapan kedua temannya dan tertawa kecil melihat hasil screenshot di ponselnya.

Di telinga Jena dan Natasya, tawaan itu terdengar seperti tawa menyedihkan. "Kok jadian sama yang lain?" Natasya kembali melontarkan pertanyaan.

Rachel menatapnya bingung. "Lah, urusannya? Dia yang jadian kena—"

"Tunggu, tunggu," Jena mengangkat tangannya memotong ucapan Rachel, "lo gapapa, ga mendadak gila, kan?"

Rachel baru menyadari maksud pertanyaan kedua temannya lalu tersenyum. "Memangnya gue ada diposisi yang harus tersakiti?"

"Walau sebelumnya dia bilang masih suka sama lo terus kasih lo perhatian tiap hari?" tanya Natasya tidak percaya.

"Seengganya, gue ga nyakitin perasaan dia. Gue seneng dia bisa ketemu yang lain, dibanding gue yang udah berapa kali nolak dia," jelas Rachel. Jelas ia kecewa dengan Gavin, tapi itu lebih baik dibanding Gavin yang nanti akan tersakiti oleh dirinya yang sama sekali tidak bisa membalas perasaan Gavin.

Jena dan Natasya bergumam mengerti. Sebelumnya Rachel sudah membahas dirinya yang tidak melarang Gavin untuk mendekatinya namun tidak terpikir untuk membalas perasaan kakak kelas mereka itu. Rasa bersalahnya tentu saja hilang ketika mengetahui hal ini.

Jena menaikkan alisnya dan menatap Rachel. "Terus, selama ini dia deketin lo maksudnya apa? Kalo kita liat dari instastory-nya, Kak Gavin udah jadian dari kemarin lusa."

***

Rachel mengikat tali sepatunya sembari bersenandung kecil di tepi lapangan. Ia merasa lega setelah mengetahui Gavin telah berpacaran karena setidaknya ia tahu Gavin tidak lagi berharap padanya. Ia sudah menunggu waktu latihan dari siang untuk bertanya pada Gavin. Namun sayangnya, hari ini tim putra dan tim putri berlatih terpisah. Pelatih mereka membawa alumni sekolah untuk membantunya melatih mereka.

"Lo kenapa, sih? Daritadi senyum mulu, lo senang hari ini ga perlu liat Kak Firlan sama Kak Alissa ga berduaan?" Pertanyaan itu terlontar mulus dari mulut Tania yang duduk di sebelahnya.

Rachel mengalihkan tatapannya ke arah Tania yang menyengir. "Ga ada hubungannya sama mereka, Tania." Ucapan Tania berhasil membuat ia mencibir, seminggu ini ia sudah berusaha biasa saja saat teman dan kakaknya membahas mereka. Sakit sebenarnya karena ia belum sepenuhnya melepas Firlan.

"Jadi, kenapa? Udah move on ke Kak Gavin lo?" tebak Tania lagi selagi melihat ke arah pintu masuk, menanti tim putra kembali ke lapangan indoor untuk bersiap pulang.

Rachel bersenyum penuh arti pada Tania. Ia menggerakkan jarinya memberi tanda pada Tania untuk mendekat. "Kak Gavin udah jadian," bisiknya.

"Sama siapa?" tanya Tania cepat menatap Rachel penasaran dengan mata berbinar.

"Yang pasti bukan sama gue," Rachel menatap kesal Tania saat mengartikan tatapan Tania.

Dahi Tania mengerut bingung. "Lah? Deketnya sama lo kok jadiannya bukan sama lo?"

"Suara lo udah kek toa aja," decak Rachel menyadari beberapa anggota mulai melirik ke arah mereka.

"Tunggu, tunggu," Tania menaikkan alisnya, "Lo gapapa?"

Rachel berdesis mendengar pertanyaan Tania yang sangat mirip dengan kedua temannya saat mengetahui hal ini. "Kenapa pada nanyain itu sih? Gue ngga diposisi yang mesti sakit hati!"

"Fine..." ucapnya memanggut mengerti. Ia kembali menatap Rachel penasaran dan bertanya, "Lo ga kecewa gitu?"

Rachel memutar matanya malas. "Inti pertanyaan lo sama kek yang tadi." Ia bisa memaklumi reaksi Tania yang tidak jauh berbeda dengan kedua temannya.

"Jadi, udah gitu aja? Masih move on sama Kak Firlan, sekarang malah ditinggal Kak Gavin," ejek Tania.

"Mulut lo memang ga ada akhlaknya, ya! Ga ngaruh juga sebenernya, gue seneng-seneng aja Kak Gavin nemu yang lain," ucap Rachel sembari mengemasi barang-barangnya.

"Kak Gavin yang kasi tau lo?"

"Engga, gue liat di instastory temen Kak Gavin." Rachel mengeluarkan ponselnya dan menunjukan screenshot instastory itu pada Tania. "Gue pengen nanya Kak Gavin langsung," lanjutnya direspon gumaman oleh Tania.

"Panjang umur Kak Gavin," kata Tania pelan saat mendapati rombongan tim basket putra kembali. Ia menyenggol Rachel pelan saat menyadari Gavin berjalan ke arah mereka. Rachel yang tengah membalas pesan dari kedua temannya segera menaikkan pandangannya ke depan.

"Gue ke yang lain dulu," ucap Tania lalu beranjak pergi meninggalkan Rachel dan Gavin.

Rachel menatap Gavin dengan senyum isengnya. "Eh, lo ga ada niatan kasi tau gue sesuatu?" tanyanya menaik-turunkan alisnya.

"Apaan?" Gavin duduk di sebelah Rachel, menunggu pelatih memberi perintah untuk berkumpul.

Rachel berdecak kesal. "Gue serius, gue rasa ada yang harus lo kasi tau ke gue." Ia ingin segera menunjukkan screenshot itu, tapi ia memilih untuk mendengar respon Gavin lebih dulu. Mengerjai Gavin terlintas begitu saja di benaknya.

Gavin memandang Rachel yang menatapnya serius. "Lo yakin mau tau?" Rachel mengangguk sebagai jawaban.

"Ya, walau lo mau ngelak, gue punya bukti," ucapnya lalu tersenyum miring saat Gavin terlihat enggan membuka mulutnya.

"Lo udah tau kok," kata Gavin dengan senyumnya.

"Ah, ga seru lo ga ngelak. Gue tau sih, tapi gue mau denger dari lo. Kali aja gue salah," balas Rachel mengeluarkan ponselnya bersiap menunjukkan screenshot instastory itu.

"Dengerin gue kalo gitu." Ucapan Gavin membuat Rachel menatap matanya. Gavin dapat melihat tatapan berbinar Rachel menunggunya.

"Gue suka sama lo, ga berubah, lo mau jadi pacar gue, kan?"

Mata Rachel membesar terkejut, menatap Gavin tidak percaya. "Lo..."

"Gue masih suka sama lo, lo juga tau."

"Lo gila, bercandaan lo ga lucu!" Rachel tertawa menganggap perkataan itu sebagai angin lalu. "Lo mau jujur apa engga nih?" lanjutnya santai. Ia memandang Gavin yang masih menatapnya serius. Raut wajah Rachel berubah kaku.

"Gue ga bercanda."

Kalimat itu berhasil membuat Rachel bungkam dengan tatapan bingung. Ia bangkit dengan cepat dan mengambil tasnya. Gavin yang melihat itu segera menarik tangan Rachel dan menatapnya bingung. "Lo kenapa?"

"Gue ga ngerti sama lo," ucapnya pelan lalu menarik tangannya dari Gavin dengan raut wajah terkejut. "Gue ga ngerti apa tujuan lo nembak gue padahal lo udah jadian." Melihat raut wajah Gavin yang mengeras tanpa berkata apa-apa, Rachel memilih beranjak pergi dari suasana yang terasa memuakkan baginya.

Thank u for reading till the end of this part.

See you in the next part :)

On The RoadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang