-HAPPY READING-
"Menyakitkan, hati yang terus patah karena perkataan yang tidak bisa terucap dan perasaan yang tidak memudar."
"Ah, gila! Udah gue duga, pasti kayak gini kalo tuh guru ga masuk." Natasya terus saja mengoceh saat melihat tulisan di papan tulis dan beberapa lembar kertas soal di mejanya. "Mana tugasnya mesti dikumpul hari ini lagi!" Natasya kembali mengeluhkan tugas yang diberikan gurunya.
"Setuju! Mendingan gue dengerin tuh bapak ngomong panjang lebar di depan daripada ngerjain soal pendek yang jawabannya panjang," timpal Jena membolak-balik kertas di tangannya.
Rachel menatap lembaran kertas di mejanya itu tanpa minat dan mulai mengerjakannya. Seharusnya saat ini ia berada di lapangan untuk latihan, namun hari ini mereka diliburkan untuk beristirahat, kata pelatihnya. Baru saja membaca soal pertama, Rachel memukul meja lalu menyandarkan tubuhnya. "Gue ga bisa konsentrasi."
"Lah, napa lagi lo?" bentak Natasya menatap jengkel Rachel.
Rachel yang menyadari itu membalas tatapan Natasya. "Nat, kalo lo kesel sama tuh bapak, ga usah dilampiasin ke gue, ya!"
Natasya mencibir dan mengalihkan pandangannya ke jendela yang mengarah pada lapangan upacara. Matanya menangkap sosok Firlan bersama perempuan yang tertutup pohon. Tangannya refleks menarik Rachel yang duduk di sebelahnya.
"Apaan sih, Nat!" seru Rachel lalu mulutnya ditutup oleh Natasya dengan cepat.
"Lo liat tuh, Kak Firlan lagi sama siapa." Natasya menunjuk ke arah Firlan, Jena yang penasaran juga ikut mengalihkan tatapannya.
Ketiganya memantau dengan cermat, mengamati perempuan yang tengah bersama Firlan. Saat mereka mulai berjalan pergi, Rachel dapat dengan jelas melihat perempuan itu. "Kak Alissa?"
"Hah, Kak Alissa? Kok sama Kak Firlan, sih?" tanya Natasya menatap Rachel.
Jena menjentikkan jarinya tiba-tiba membuat kedua sahabatnya itu menatapnya bingung. "Gue baru inget, kalo ga salah dua hari kemarin kan gue ke mall mau beli—"
"Langsung ke inti, please," potong Natasya masang wajah malasnya.
Jena berdecak kesal. "Gue dua hari yang lalu gue liat Kak Firlan jalan berdua sama Kak Alissa di mall," katanya cepat.
"Berdua?" Natasya membulatkan matanya.
"Iya, berdua," ulang Jena dengan anggukan kepala dan ekspresi serius. Kedua lantas menatap Rachel yang terdiam. "Gue baru tau, Kak Alissa deket sama doi lo," lanjut Jena.
Rachel masih dengan wajah tidak percayanya menggeleng pelan. "Gue juga ga tau mereka sedeket itu sampe ke mall berdua." Rachel terdiam sebentar. "Gue cuma sering liat mereka becandaan pas latihan."
Natasya memukul meja pelan, cukup untuk mendapatkan perhatian Rachel dan Jena. "Gue tau, pasti mereka lagi ajang pdkt-an!" ucapnya yakin.
Rachel berdesis dan melayangkan pukulan ke tangan Natasya. "Lo emang kurang ajar, ya."
Jena ikut memukul tangan Natasya yang satunya. "Kadang gue setuju sama lo!"
Natasya meringis dan memasang wajah memelas. "Lo setuju sama gue tapi masih aja dipukulin, yang salah siapa sih?"
"Gue setuju sama Rachel," seru Jena diikuti Rachel yang memeletkan lidahnya pada Natasya. "Tapi lebih setuju ke Natasya," lanjutnya hingga Rachel menatapnya tak percaya dan Natasya bersorak.
Rachel terdiam memikirkan perkataan Jena sebelumnya. "Kak Firlan ga jadi dateng latihan gara-gara ke mall bareng Kak Alissa?" tanya Rachel tiba-tiba, teringat batalnya janji menemani Firlan latihan.
Jena dan Natasya saling berpandangan. "Bener juga, bisa aja sih. Apalagi kalo Jena bener ingat harinya—"
"Gue udah pasti bener ingetnya!" sela Jena.
"Bisa aja jamnya beda," kilah Rachel.
"Gue hargain pikiran positif lo." Natasya tersenyum jengkel pada Rachel. "Tapi, Kak Alissa ga tau lo suka sama Kak Firlan. Ga nutup kemungkinan kalo mereka pdkt-an," lanjutnya.
Rachel menghela napasnya pelan dan mengangguk perlahan. "Jujur aja, gue ngerasa tiga hari ini sejak Kak Firlan nolongin gue, malah gue sama dia kek ada jarak lagi."
"Dan selama tiga hari itu, dia deketnya sama Kak Alissa?" tanya Jena dengan tangan menopang dagu.
Rachel mengangguk lalu mengerucutkan bibirnya. "Tania pernah bilang ke gue kemungkinan Kak Alissa suka sama Kak Firlan dan tiga hari ini gue rada ga mood, kan?"
"Iya sih, lo banyakan diem," ucap Natasya mengerti. "Kok lo ga cerita," lanjutnya.
"Ya, kan, gue ga juga ga yakin. Mau nanya Kak Alissa juga ga berani."
"Tanyain sama Kak Vano aja," Jena mengetuk mejanya pelan, "atau sama Kak Firlannya aja langsung, biar sekalian ngode," sambungnya.
"Gila, mendingan gue tanyain Kak Vano. Gue ga ada waktu buat nanya Kak Firlan," ucap Rachel.
"Halah, jangan bertingkah seolah tidak ada waktu lain, Rachel," kata Natasya menggerakkan jari telunjuknya ke kiri-kanan.
"Rese, udah ah, buruan kerjain tugas." Rachel mengambil pulpen dan membuka buku cetaknya.
"Ngelak mulu lo," cibir Natasya.
***
Rachel mengedarkan pandangannya ke parkiran yang sudah hampir sepi itu. Ia kembali melirik ponselnya untuk mengecek jam. Sudah limabelas menit ia menunggu Revano di parkiran, namun orang yang ditunggu tidak kunjung memperlihatkan batang hidungnya. Ia memutuskan untuk duduk di bangku aula yang berada dekat dengan daerah parkiran.
Ia mencoba menelepon Revano namun dimatikan. Ia berdecak kesal dan mengumpat pada kakaknya itu. Ia kembali menatap sekitarnya, melihat beberapa anak jurnalistik yang tengah mengganti berita dan karya tulis. Deruan motor membuatnya menoleh dengan cepat ke arah parkiran, ia mendapati Firlan mengendarai motornya dan berhenti di dekat pos satpam.
Rachel mengerutkan dahinya karena tidak mendapati Revano bersama Firlan hingga ia berinisiatif menghampiri Firlan untuk bertanya. Namun langkahnya harus terhenti ketika melihat Alissa datang dan menepuk pundak Firlan.
"Eh, lo udah lama nunggu?" tanya Alissa dengan helm ditangannya.
Firlan menggeleng pelan. "Buruan naik." Direspon anggukan ringan dan naik ke motor Firlan dengan helm yang sudah terpasang di kepalanya.
Posisi Rachel yang tak jauh membuatnya dapat mendengar jelas percakapan keduanya.
"Pegangan sama lo gapapa, kan?" tanya Alissa.
Firlan hanya tertawa kecil. "Gapapa, lo jatuh juga gue yang repot." Ia mulai melaju motornya meninggalkan sekolah.
Rachel menatap dua orang itu dalam diam hingga tak sadar Revano sudah berada di sebelahnya. Sayangnya, Revano datang tepat saat keduanya sudah pergi.
"Sorry-sorry, gue tadi dipanggil sama Pak Yanto bentar," jelas Revano. Tidak mendapat jawaban, ia memajukan kepalanya di depan Rachel. "Lo kenapa?"
Rachel akhinya menatapnya namun dengan raut wajah serius. "Kak Alissa sama Kak Firlan ada hubungan apa?" tanya Rachel langsung.
"Hah, Alissa sama Firlan?" Revano membeo dengan bingung. "Temen, sih."
"Yakin? Gue rasa ada yang lain." Rachel kembali menatap arah hilangnya dua orang yang saat ini memenuhi pikirannya. "Memangnya Kak Firlan atau Kak Alissa ga ada nanya-nanya apa gitu ke Kak Vano?"
Revano berpikir sebentar dan berkata ragu, "Tadi Firlan ada nanya, sih."
"Apaan?" Rachel menatap kakaknya cepat.
Revano menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Dia nanyain, si Alissa udah ada pacar atau belom."
Rachel menghela napasnya, ia sudah menduga ada sesuatu diantara keduanya dan ia sama sekali tidak bisa bertindak apapun. Ini adalah bagian konsekuensi yang harus ia tanggung karena pilihannya untuk menyukai Firlan dalam diam.
Thank u for reading till the end of the part.
See you in the next part :)
KAMU SEDANG MEMBACA
On The Road
Genç Kurgu• c o m p l e t e d • Rachel berpikir, kalau masuk ke tim basket sekolah, ia otomatis akan dekat dengan Firlan, orang yang ia sukai. Namun di tengah jalan, ia harus menelan kepahitan atas tamparan realita yang menampar keras dirinya. Entah dengan...